MENJADI SARJANA DAN MENCIPTAKAN ETIKA KEBAHAGIAAN MENURUT ARISTOTELES
Pendidikan tinggi menjadi pintu gerbang menuju banyak peluang kehidupan. Menjadi seorang sarjana bukan hanya tentang mendapatkan gelar akademis, melainkan juga tentang membentuk diri sebagai individu yang berpikir kritis dan bermoral, siap berkontribusi dalam masyarakat. Dalam konteks ini, konsep kebahagiaan menurut filsuf Yunani kuno, Aristoteles, menjadi relevan.
Etika kebahagiaan atau "eudaimonia" yang digagas oleh Aristoteles mengajarkan tentang kebahagiaan yang dicapai melalui praktik kebajikan dan kehidupan yang baik. Dalam esai ini, kita akan membahas apa itu etika kebahagiaan Aristoteles, mengapa penting bagi sarjana, dan bagaimana konsep ini dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, Aristoteles menekankan bahwa kebahagiaan sejati tidak terlepas dari hubungan manusia dengan orang lain dan lingkungannya. Sebagai makhluk sosial (zoon politikon), manusia hanya bisa mencapai kebahagiaan dalam konteks komunitas yang sehat dan harmonis. Menjadi sarjana bukan hanya tentang pencapaian individu, tetapi juga tentang bagaimana kita bisa berperan dalam menciptakan tatanan sosial yang baik.Â
Dalam kehidupan yang lebih luas, kebahagiaan seseorang terikat pada kontribusi yang mereka berikan pada kesejahteraan masyarakat dan keseimbangan sosial. Oleh karena itu, tanggung jawab sosial seorang sarjana adalah bagian integral dari etika kebahagiaan Aristoteles, yang mengajarkan bahwa kebahagiaan bukanlah tujuan yang egois, melainkan upaya bersama untuk mencapai kebaikan yang lebih besar.
WHAT
APA ITU ETIKA KEBAHAGIAAN ARISTOTELES?
Aristoteles, salah satu filsuf paling berpengaruh dalam sejarah filsafat Barat, mendefinisikan kebahagiaan sebagai "eudaimonia", yang sering diterjemahkan sebagai "kesejahteraan" atau "kebahagiaan yang bermakna".Â
Namun, eudaimonia lebih dari sekadar perasaan senang atau pencapaian kenikmatan sementara. Aristoteles memandang eudaimonia sebagai tujuan akhir dari kehidupan manusia, yang hanya bisa dicapai melalui realisasi penuh potensi seseorang dan praktik kebajikan.
Menurut Aristoteles, kebahagiaan adalah kondisi di mana seseorang menjalani hidup sesuai dengan kebajikan (virtue). Dalam bukunya Nicomachean Ethics, ia membedakan antara dua jenis kebajikan: kebajikan intelektual (intellectual virtue) dan kebajikan moral (moral virtue).Â