Mohon tunggu...
Haniva Az Zahra
Haniva Az Zahra Mohon Tunggu... mahasiswa -

a psychologist to be. \r\n\r\njangan pernah takut belajar untuk menjadi lebih baik. karena itu salah satu hal yang tidak akan pernah selesai untuk dipelajari, juga tak akan pernah ada kata terlambat. jadi, mulailah, mulailah bersinar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

18 Desember dan Perempuan dengan Topeng Pahlawan

27 April 2011   15:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:19 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

18 Desember 2010 itu hari sabtu, tapi hari ini bukanlah biasa untuk Buruh Migran Indonesia. Hari Migran Sedunia yang diperingati setiap 18 Desember, merupakan momentum yang pas untuk menegaskan kembali apa sikap yang (bisa) dilakukan pemerintah untuk melindungi para pekerja migran. Menurut catatan BMI (dalam suaramerdeka.com), Indonesia miliki hampir enam juta orang yang dikirim dan bekerja di luar negeri. Tetapi perlindungan hukum untuk mereka luar biasa lemah, hal ini dapat kita lihat dari kebijakan yang tertuang dalam undang-undang tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia No. 39 tanun 2004. Undang-undang ini miliki 109 pasal, tetapi mirisnya hanya 8 pasal yang mengatur pelindungan BMI, 101 sisanya merupakan peraturan tentang penempatan BMI. Jelas, betapa perlindungan terhadap pekerja migran bukanlah menjadi prioritas.

Melihat kondisi panduan terhadap perlindungan migran Indonesia sangatlah jauh dari posisis ideal, sangat wajar jika akhirnya banyak pekerja kita yang mengalami kekerasan, baik secara fisik, psikis, dan ekonomi. Masih teringat jelas, cerita miris tentang TKW kita Sumiyati binti Salan yang harus menderita luka fisik serius akibat mulutnya yang digunting oleh majikan. Peristiwa ini jelas tidak hanya masalah fisik yang setelah diobati akan pulih, tetapi juga masalah psikis sehingga membuat trauma berkepanjangan yang relatif lebih sulit untuk disembuhkan. Keseriusan pemerintah menanggapi kasus ini (hanya) dengan mengirimkan tim sebagai delegasi Indonesia untuk melakukan urusan diplomasi antar negara. Sangat berbeda dengan pemerintah Filipina yang menurunkan orang nomor satu negeri itu untuk berhadapan langsung dengan negara tujuan. Dengan sikap gentle pemerintah Filipina, orang pun akan mengangguk setuju mengiyakan pendapat bahwa memang bagi Filipina satu nyawa luar biasa berharga. Kepercayaan diri Filipina yang menganggap setiap warganya luar biasa berharga membuat negara lain lebih menghormati pekerja migrannya, kedatangan langsung pemerintah Filipina bukan merupakan “gertak sambal” sehingga dianggap penting dan serius, efek akhirnya masalah kekerasan pada migrannya tidak terulang lagi dan lagi. Filipina berhasil.

Bagaimana dengan negara kita tercinta? Ada banyak sekali kasus kekerasan pada pekerja migran kita, beberapa yang terkspose media membuat hati kita tersayat, tapi percayalah bahwa sesungguhnya ada lagi banyak kasus yang tidak sempat ditangkap media. Kebanyakan kasus yang diliput pun menimpa TKW kita, bahwa sekali lagi kelemahan dan ketidakberdayaan perempuan menjadi cerita. Lantas, apakah kita hanya diam? Kemudian bagaimana perasaan anak dan keluarga besarnya melihat “pahlawan keluarga” mereka tidak bahagia bahkan sangat menderita. Bahwa ternyata ketika mereka mendengar kabar dari yang dirindukan karena sudah lama tak berjumpa, hanyalah ada kabar buruk yang membuat trauma bersama. Lalu jasa mereka bagi negara? Seringkali mereka dianggap pahlawan, karena memberikan tambahan devisa negara, tetapi apa yang kita persembahkan balik untuk mereka bukanlah pengorbanan dengan kualitas pertama. Sangatlah sakit apabila apa yang sudah kita berikan dengan sepenuh jiwa raga, tak bisa mendapatkan balasan sekiranya hampir sama besar.

Bukan, bukan tanggungan pengobatan yang diharapkan mereka. Karena tindakan represif tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Bahwa pula selain luka yang terlihat ada luka yang lebih bertahan lama. Bagi keluarga, bagi pribadi sendiri, serta bagi banyak orang yang juga turut berempati berteriak bahwa uang bukanlah obat yang bisa menyembuhkan luka. Tindakan preventif pemerintah terhadap kasus inilah yang lebih diharapkan. Wajar saja bila akhirnya diplomasi negara kita lemah, karena buku panduan kita pun juga lemah. Kembali berbenah, Indonesia bisa kembali menjadi macan asia. Dalam segala bidang, yang jelas harga diri Indonesia di mata dunia bisa kita perbaiki bersama. Mulai dari hari ini, Hari Migran Sedunia, mulai dari undang undang untuk perlindungan mereka.

Haniva Az Zahra

Peserta PPSDMS Putri dan Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun