Mohon tunggu...
Haniva Az Zahra
Haniva Az Zahra Mohon Tunggu... mahasiswa -

a psychologist to be. \r\n\r\njangan pernah takut belajar untuk menjadi lebih baik. karena itu salah satu hal yang tidak akan pernah selesai untuk dipelajari, juga tak akan pernah ada kata terlambat. jadi, mulailah, mulailah bersinar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Belajar Demokrasi Santai Tapi Serius

28 April 2011   03:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:18 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"A government afraid of its citizens is a Democracy. Citizens afraid of government is tyranny!" (Thomas Jefferson)

Begitulah Thomas Jefferson menggambarkan demokrasi. Dalam demokrasi, rakyatlah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, pemerintah “sadar posisi” bahwa mereka hanyalah representasi. Kepada rakyat pulalah mereka wajib bertanggung jawab. Rakyat berhak menegur, memberikan “sanksi”, bahkan mengganti wakil rakyat yang gagal jadi penyambung lidah aspirasi. Pemerintah di bawah kontrol rakyat, segala kebutuhan dan aspirasi rakyat mendapatkan perhatian utama. Sungguh, apabila seperti ini, pekerjaan sebagai wakil rakyat menjadi sangat berat, penuh pengorbanan dan pengabdian, tetapi berjasa.

Demokrasi mampu jadi solusi kebangkitan bangsa. Meskipun Indonesia belum seideal itu menerapkan demokrasi, tetapi kita sedang berjalan ke arah sana. Dari dunia kampus kita mulai belajar penerapan sistem demokrasi, dari dunia ini kita paham betapa dengan demokrasi hak setiap komponen masyarakat mampu disuarakan. Hubungan antara demokrasi dan politik adalah hubungan erat yang saling memengaruhi. Perkembangan demokrasi sangat ditentukan oleh budaya politik yang ada dalam suatu daerah. Maka untuk kesinergisan, budaya politik yang dianut harus juga sesuai dengan prinsip demokrasi.

Dalam dunia kampus, kita menerapkan asas demokrasi untuk kehidupan politik kampus. Memang, ada yang bilang politik itu kejam. Kejam tapi penting. Layaknya obat yang pahit tetapi menyembuhkan, politik kampus terlihat terlalu dini tetapi mendewasakan. Politik kampus adalah miniatur politik pada lingkup yang lebih besar lagi. Kehidupan mahasiswa di kampus punya sistem sendiri yang dianggap paling baik untuk mendapatkan pemimpin lembaga kemahasiswaan yang representatif. Hampir seluruh perguruan tinggi yang memliki lembaga kemahasiswaan yang aktif, menggunakan sistem demokrasi untuk pemilihan pemimpin. Inilah yang membantu mahasiswa mempersiapkan dirinya untuk terjun dalam sistem demokrasi yang melibatkan lebih banyak kepentingan serta konstituen.

Hal yang menyedihkan adalah ketika mahasiswa lupa bahwa tujuannya aktif berpartisipasi dalam poltik kampus adalah untuk mempersiapkan dirinya terjun dalam setting kehidupan nyata berbangsa bernegera. Seringkali mahasiswa lupa dan tengelam dalam kenikmatan popularitas, pada akhirnya berusaha mencari pembenaran dan bukan membela kebenaran. Menjunjung tinggi kepentingan kelompok dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan. Itulah mahasiswa dalam kehidupan politik kampus. Demokrasi dijadikan alat untuk memuaskan kebutuhan dan memajukan kepentingan. Kemudian setelah mendapatkan kekuasaan, seringkali terlena dan lupa bahwa tugasnya hanyalah menjalankan aspirasi orang-orang yang sudah memilihnya. Pemimpin lembaga kemahasiswaan lupa dan tidak peduli tentang harapan yang banyak mahasiswa lain titipkan padanya.

Jika sudah seperti ini, mahasiswa bukan lagi belajar tentang demokrasi dan politik yang sehat. Justru mahasiswa sebagai harapan bangsa belajar dari role model yang salah, mereka berkaca dan mengidentifikasi pada wakil rakyat Indonesia. Mahasiswa bukan melakukan fungsi evaluasi dan menginternalisasi dalam diri mereka nilai yang seharusnya.

Politik kampus harusnya disikapi santai tetapi tetap serius. Kita harus serius dalam menjalankan sistem demokrasi yang berlaku di dalamnya. Profesional, sesuai kaidah, dan mendekati ideal. Tetapi tetap santai apabila bukan kelompok kita yang berkesempatan memimpin. Tidak perlu masuk rumah sakit jiwa setelah kalah dalam pemilihan raya, berbesar hati dan tetap mengawasi kinerja sahabat kita yang sedang memimpin. Bukan juga menghilang kemudian apatis dan tidak lagi berkontribusi. Kekalahan bukan berarti selesai, karena ketika menang pun juga bukan selesai. Semuanya baru dimulai setelahnya, karena menjadi wakil rakyat yang baik tidak murah dan mengenal lelah.

Wakil rakyat itu seperti apa yang tertulis dalam idealisme kami, tidak mengharapkan sesuatupun dari manusia; tidak mengharap harta benda atau imbalan lainnya, tidak juga popularitas, apalagi sekedar ucapan terima kasih. Karena yang diharap adalah Indonesia yang lebih baik dan bermartabat.

Haniva Az Zahra

Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun