Epithumia
Menurut Plato, epithumia adalah keinginan manusia primitif yang tidak dapat dinegosiasikan dan membutuhkan pemuasan segera. Keinginan ini adalah naluri dan sangat sulit untuk diikuti oleh akal. Plato menyatakan pada tahun bahwa sifat epithumia  adalah irasional, maksudnya adalah tidak tunduk kepada akal budi jadi secara fisiologis epithumia berada di bagian perut ke bawah dan jauh dari kepala.
Epithumia adalah keinginan tak berujung dalam semua masalah kelangsungan hidup biologis. Dalam jiwa manusia, epithumia memiliki fungsi sebagai menyebarkan populasi manusia. Karakteristik lain dari Epithumia adalah kemampuannya untuk menghasilkan keinginan khusus dan pribadi. Demi makanan, seseorang menempatkan segala sesuatu dalam perspektif makanan, termasuk komunitas mereka. Platon menganggap epithumia sebagai nafsu dan irasional. Yang kemudian nafsu tersebut didominasi oleh sebuah prinsip yaitu prinsip senang dan tidak senang.
Nafsu yang termasuk ke dalam bagian epithumia ini adalah nafsu akan seks, makan, minum, dan uang. Dan jika manusia tidak pernah puas untuk memenuhi nafsu tersebut, maka hal itu hanya akan memberi dampak negative dan dapat menghancurkan manusia itu sendiri.
Jika secara fisiologi epithumia berada pada bagian perut ke bawah, sedangkan thumos menurut fisiologi berada di antara leher dan dada. Thumos lebih menunjuk kepada rasa, efektivitas, semagat, dan agresivitas. Thumos merupakan tempat dimana keberanian dapa muncul. Plato berpendapat bahwa thumos dapat mengarahkan manusia untuk pantang menyerah pada takdir, tidak pasrah dan tetap semangat dalam menjalani tekanan yang terjadi dalam hidup. Ciri dari bagian thumos adalah rasa cinta, rasa ingin diakui, rasa ingin dihargai, dan juga rasa ingin mendapatkan pujian. Bagi para manusia yang didominasi oleh thumos, mereka membutuhkan sebuah pengakuan, butuh rasa ingin dihargai, dan juga membutuhkan cinta. Hasrat thumos pada umumnya cenderung baik dan mudah diarahkan akal budi, namun saat manusia sudah melebihi batasan rasa keinginan tersebu, maka thumos bisa menjadi irasional. Misalkan mereka yang terlalu fanatic dengan suatu hal tertentu, entah itu fanatic terhadap tokoh-tokoh idola, agama, mau pun fanatic terhadap hobi atau benda-benda. Dalam buku Plato yang berjudul " The Republic Plato ", Plato menyebutkan bahwa di dalam jiwa manusia ada tiga sisi, yaitu sisi keinginan atau Hasrat, sisi pertimbangan atau pemikiran, dan juga sisi thumos yaitu sisi keinginan manusia atau individu untuk diakui.
Logos atau Logistikon
Dalam analogi kereta kuda atau Phaidros, logistikon diumpamakan sebagai sais kereta yang memiliki tugas untuk memerintah dan juga mengendalikan kedua bagian jiwa lainnya yaitu epithumia dan thumos. Plato mengatakan bahwa logistikon atau logika adalah faktor terpenting dalam pengendalian jiwa. Logistikon atau logika memiliki sifat yang penuh dengan kebijakan dan akal budi, sehingga logistikon menjadi bagian paling atas dari anatomi tubuh manusia, yaitu berada di kepala. Agar hidup dan peradaban manusia bahagia, maka logika sangat dibutuhkan dan jadi hal paling utama, karena jika hanya menggunakan epithumia dan atau thumos saja, maka Hasrat-hasrat yang irasional tidak dapat diatur dengan baik.
Epithumia, Thumos, Logistikon Dengan Korupsi
Seseorang yang melakukan korupsi berarti tidak dapat mengendalikan bagian epithumia -- nya dan juga bagian thumos -- nya, serta tidak bisa menggunakan logika nya. Pada bagian epithumia, para koruptor tersebut tidak pernah puas dengan uang yang mereka miliki, sehingga mereka memilih untuk melakukan Tindakan tersebut dengan agresif yang ingin diakui keberadaannya hal ini terjadi pada bagian thumos, dan mereka tidak mengendalikan logika mereka dengan tetap melakukan tindak korupsi tersebut dan tidak mengurungkan niat buruk tersebut.
Maka, agar kita dapat menghindari Tindakan tercela tersebut, pertama-tama kita harus mampu mengendalikan logika kita agar kita memiliki akal yang sehat. Biasanya dapat dilakukan dengan dengarkan suara hati kalian, atau pun bisa juga dengan melakukan meditasi di tempat yang tenang agar dapat berpikir dengan jernih. Jika logika kita sudah baik, maka logika tersebut harus bisa mengendalikan nafsu dan hasrat-hasrat buruk yang ingin kita penuhi sehingga keinginan kita pada bagian thumos dapat dikendalikan hanya untuk hal-hal baik saja.