Mohon tunggu...
Bunga Aliviah
Bunga Aliviah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Teknik-teknik Bimbingan Konseling pada Siswa Sekolah Dasar

30 Mei 2017   11:09 Diperbarui: 30 Mei 2017   11:12 10964
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam tulisan kali ini kita akan membahas tentang teknik-teknik bimbingan konseling yang cocok diterapkan pada siswa sekolah dasar. Sebelumnya kita akan belajar terlebih dahulu tentang penjelasan teknik dalam bimbingan konseling.

Teknik adalah cara, langkah atau metode yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Jadi, teknik Bimbingan dan Konseling adalah cara atau metode yang dilakukan untuk membantu, mengarahkan atau memandu seseorang atau sekelompok orang agar menyadari dan mengembangkan potensi-potensi yang ada di dalam dirinya, serta mampu mengambil sebuah keputusan dan menentukan tujuan hidupnya dengan cara berinteraksi atau bertatap muka. Pada umumnya teknik-teknik yang dipergunakan dalam bimbingan mengambil dua pendekatan, yaitu pendekatan secara kelompok (group guidance) dan pendekatan secara individual (Individual Guidance Counseling).

  • Bimbingan Kelompok (Group Guidance) Tehnik ini dipergunakan dalam membantu murid atau sekelompok murid memecahkan masalah-masalah melalui kegiatan kelompok, yaitu yang dirasakan bersama oleh kelompok atau bersifat individual yaitu dirasakan oleh individu sebagai anggota kelompok.
  • Individual Guidance Counseling (Bimbingan Konseling Individu) Bimbingan konseling individu yaitu bimbingan konseling yang memungkinkan klien mendapat layanan langsung tatap muka dalam rangka pembahasan dan pengentasan permasalahan yang sifatnya pribadi yang dideritannya. Dalam konseling ini hendaknya konselor bersikap penuh simpati dan empati. Dengan sikap ini klien akan memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada konselor. Dan ini sangat membantu keberhasilan konseling. Beberapa Masalah yang biasanya terdapat dalam individual guidance counseling diantaranya:
  • Masalah-masalah yang sifatnya pribadi.
  • Dilakukan dengan face to Face relationship.
  • Metode wawancara antara konselor dab kasus.
  • Konselor harus bersikap penuh simpati dan empati.

Setelah dijelaskan sedikit tentang teknik, maka selanjutnya kita akan membahas masalah-masalah yang biasanya dialami oleh anak, terutama di sekolah dasar.

Bimbingan konseling pada anak pada middle Childhold (5-9 Tahun)

Secara umum, anak-anak usia ini menghadapi masalah pada empat area (Baruth & Robinson III, 1987):

Sekolah:

  • Memahami guru dan dipahami guru.
  • Takut bertanya di kelas,
  • Menghadapi tugas-tugas yang terlalu sulit.
  • Ingin lebih baik pada mata pelajaran tertentu.
  • Tidak menyukai bidang tertentu.
  • Dibebani pekerjaan yang terlalu mudah.

Keluarga:

  • Ingin lebih dekat dengan orangtua.
  • Merasa orangtua terlalu ketat dan berharap terlalu banyak.
  • Ingin punya hubungan lebih baik dengan saudara sekandung.
  • Ingin mempunyai lebih banyak kebersamaan dengan orangtua.

Hubungan dengan orang lain:

  • Ingin punya lebih banyak teman,
  • Bahan ejekan teman.
  • Membuat teman yang disukai mau bermain dengannya.
  • Takut bicara dengan orang.
  • Belajar menyesuaikan dengan orang lain; untuk menjadi bagian dari sesuatu dan diterima.

Diri sendiri:

  • Tidak bahagia.
  • Merasa tidak akurat secara fisik, sosial atau pribadi,
  • Belajar menangani perasaan malu (shyness) atau perasaan sepi (lonesome).

Bimbingan Konseling Pra-Remaja (9-12 tahun)

Usia ini sering disebut sebagai usia laten. Anak-anak usia ini cenderung berkelompok dengan teman sebaya dari jenis kelamin sama dan sering tampak seperti ada dalam dunianya sendiri.

Beberapa Teknik yang Dapat Digunakan untuk mengatasi masalah pada Middle Childhold dan pra-remaja:

  • Konseling Melalui Bermain: Menurut Baruth dan Robinson III (1987), salah satu bentuk konseling yang sering digunakan untuk anak usia sekolah ini adalah konseling melalui bermain. Cara ini didasarkan pada fakta bahwa bermain merupakan cara natural bagi anak untuk mengekspresikan diri. Jadi bermain anak memperoleh kesempatan untuk play out perasaan-perasaan dan masalahnya.
  • Friendship Group: Baruth dan Robinson III (1987) menyebutkan suatu cara lain, yaitu dengan pelatihan “kelompok pertemanan”. Tujuan dari pembentukan kelompok ini adalah untuk menjajaki hubungan teman sebaya (peer) yang positif. Kelompok yang dibentuk bersifat heterogen (laki, perempuan, berbagai etnik, dan lain-lain). Pemilihan anggota kelompok ini berdasarkan pada minta dan rujukan oleh guru, asesmen dilakukan oleh konselor untuk memilih setiap anggota kelompok dalam satu kelompok. Pada dasarnya melalui kelompok ini anak belajar mengenai arti persahabatan serta aturan-aturan penting dalam hubungan persahabatan. Mereka diminta untuk mengobservasi teman kelompoknya, bermain peran, berdiskusi mengenai minat dan kelebihan masing-masing dan kemudian ditutup dengan pengungkapan kesan-kesan dari pertemuan mereka selama ini dalam pesta perpisahan.
  • Eksplorasi dari Isi Mimpi: Anak-anak pada dasarnya hidupnya banyak diselimuti mimpi, entah itu mimpi dalam arti bunga tidur maupun mimpi dalam arti impian, harapan atau cita-cita. Anak-anak yang menyangkal mimpi atau mengatakan tidak ingat isi mimpi mereka biasanya tidak menolak untuk mengarang sebuah mimpi atau berpura-pura bahwa mereka bermimpi. Isi dari “mimpi buatan” ini dapat memberi wawasan lebih lanjut tentang kehidupan fantasinya. Eksplorasi dari mimpi anak dapat menjadi sarana yang bemanfaat untuk masuk ke dalam pikiran dan perasaan yang mungkin tidak disadari oleh anak.
  • Menggunakan Board Games dan Aktivitas Formal Lainnya: Barker (1990), menggunakan board games (seperti ular tangga, halma, dll) untuk menjalin kontak dengan anak-anak yang enggan untuk bicara banyak tentang dirinya sendiri dalam percakapan dan tidak dapat bermain dengan bebas dengan mainan dan materi-materi bermain lainnya yang ada. Board games atau permainan berstruktur formal lainnya, bisa lebih daripada hanya sarana untuk menjalin rapport dan membuat anak merasa nyaman. Misalnya dapat dilihat rasa percaya diri anak, kemauannya untuk bermain sesuai dengan peraturan dan tidak bermain curang. Rasa marah, sedih, putus asa, takut gagal, kemampuan menikmati permainan atau ekspresi untuk sukses dapat dilihat dari cara dan sikap anak dalam bermain

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun