Mohon tunggu...
Asa  Wahyu  Setyawan Muchtar
Asa Wahyu Setyawan Muchtar Mohon Tunggu... Guru honorer -

Asa Wahyu Setyawan Muchtar lahir di Malang, 1971. Cerita pendeknya Kastawi Budhal Perang dimuat dalam buku Pidato Tengah Malam, Dukut Imam Widodo, penerbit Dukut Publishing, Surabaya, 2015. Sebagian tulisannya bertema seni budaya dan pendidikan dipublikasikan di harian pagi Malang Post, majalah Berkat (Surabaya). Intens mengaransemen beberapa lagu ( khususnya bertema rohani) dan pernah ditampilkan dalam Pesta Vocal Group Antar Gereja (Peskaldag) tahun 2013 dan 2015 di Malang. Sebagai guru honorer seni budaya dan menjadi peserta aktif dalam Diklat P4TK Seni dan Budaya di Sleman, Jogjakarta tahun 2010 dan 2012. Kini bermukim di Kebonagung Malang. Didapuk sebagai Ketua 1 Eklesia Prodaksen Kebonagung Malang dan penggagas Kelas Menulis di Kebonagung. Bersama tim Eklesia Prodaksen sedang menyiapkan Festival Budaya Kebonagung tahun 2016 dan Antologi Kebonagung yang menghimpun berbagai tulisan dan fotografi tentang Kebonagung. Konsep: Ikutilah kemana imajinasimu mengembara, dan ciptakanlah karya disitu tanpa batasan waktu.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kedip Matamu

4 September 2018   09:50 Diperbarui: 4 September 2018   10:42 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ketika keluar dari rahim.....

Bulat berbinar kedua bola mataku

Tiada sedikitpun ada buram menutup

Atau.....

Salah berkedip kala berbinar menyala

Tapi.....

Ketika kita tumbuh bersama.... kedipmu tak sama dengan kedipku

Aku tetap pada kedipku

Ke kiri aku melangkah ....

                Kek kiri pula kedip mataku

Ke kanan aku menjangkah....

                Ke kanan pula kedip mataku

Aku yakin.... kedipku benar

Namun hatiku berdebar....

Kala kedipmu berseberang

Ke kiri kau melangkah....

                Ke kanan kau berkedip

Ke kanan kau menjangkah....

                Ke kiri kau berkedip

Ke ujung lurus kau berlari....

                Kau tetap berkedip pada salah satu kedipan

Kau yakin kedipanmu benar

Atau....

Kau memang tak peduli dengan kedipanmu yang membawa petaka....?

Kau memang tak peduli dengan kedipanmu yang membawa amarah....?

Kau memang tak peduli dengan kedipanmu yang membawa luka....?

tapi kau tetap kukuh pada kedipanmu, bahwa kau benar....

kau memaksakan kesalahan menjadi kebenaran dengan arogansimu...!

Saat aku berujar lirih....

                "Maaf...., kedipanmu membuat jantungku bergetar...."

Kau bersahut....

                "kau tiada berkenan....? apa maumu....?!"

Terkadang pula kau tiada hiraukan ujar lirihku

Mataku tak sesempurna matamu....!

Kedip mataku tak seindah kedipanmu....!

Aku.... Kau.... dan dia....

Terlahir dari rahim dengan kedipan yang seirama

Tapi....

Ketika kaki kuat dan beranjak pada jalan-jalan

Kedipmu tak sempurna lagi

Kedipanku yang sempurna, tapi tiada mempesona

Kedipanku yang sempurna, tiada lagi kau hirau

Kau terjang semena seakan bukan lagi bagai tanda....

Tetapi....

Kedipku yang sempurna kau buat menjadi luka amarah....

Dan kau tetap tiada peduli lagi dengan kedipanmu yang tiada benar

Kedip mataku semakin merana....

Kedip matamu membuat luka....

Batanghari, Malang 20/8-18, 16.14.

Bersama segelas kopi jahe instan, untukmu yang tiada peduli kedip kuda besimu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun