Hingga dini hari, jumat wage pukul nol dua nol tujuh
Masih jelas terdengar butiran air hujan pada penutup huma kecilku
Sunyi malam ini tak seperti biasanya, deru motor melaju depan rumahpun tak terdengar
Sunyi.... begitu sunyi
Hanya suara tepukan tanganku mengusir nyamuk
Dan suara garukan jari pada permukaan kulit tangan kiriku
...................
Hujan pada ujung sasi pitu
Dua puluh tujuh bulan tujuh dua ribu tujuh belas pagi sebelum pukul tujuh
Hujan mulai mengguyur bumiku
Aku tertawa kecil....
Aku berguman lirih tak jelas....
Tapi aku tak mengeluh
Seakan musim kemarau semakin bersahabat dengan musim hujan
Tapi aku tak mengeluh.....
Matahari menyengat dengan panasnya, hawa dingin tak mampu ditembus
Dan.... belum puas pula...
Guyuran hujan dipintu hari, diujung sasi pitu, semakin menemani dingin siang ini
Para buruh berburu waktu menuju hulu
Hulu yang tak pernah kering memberi isi saku
Tiada lagi tersipu menatap hujan pagi ini
Dan tiada lagi ragu melangkah maju menerjang hujan
Â
Hujan pada ujung sasi pitu
Dua puluh tujuh bulan tujuh dua ribu tujuh belas pagi sebelum pukul tujuh
Memotong kemarau yang masih menikmati waktunya
Tapi aku tak mengeluh....
Sekilas wajah ayu sedikit keriput setengah baya
Menyapa dan melayaniku dengan sebotol minyak untuk motorku
Tapi guratan cantiknya masih melekat dibalik senyumnya
      Ohhh..... seandainya......
Anganku melayang pada wajah lain disana
      Setengah baya tak berkeriput....
      Berkerudung hitam sedikit semampai....
      Bermata bening berbibir merah....
Matahari tak begitu menyengat....
Menerangi dan menemani para buruh bekerja berkarya
Sengatnya bersahabat.... sinarnya memberi hangat
Lajuuuu.... lajulah buruh dengan motor mesinmu......
Laju menuju waktu semakin layu
Laju menuju hari kian petang
Atau hari masih siang...
Tapi hawa pada hari ini membuat orang ingin bercumbu
      Berbagi cinta...
      Berbagi bagi kehangatan....
      Berdesah bercumbu tanpa berpeluh...
Jumat wage nol tiga nol nol dini hari...
Tak terdengar lagi percik dan tetesan air hujan diujung sasi pituku
Sunyi.....
Masih sunyi.....
Desah nafas bersahutan tak terdengar lagi
Desahnya sudah terkuras di siang hari tadi
........................................................................
Empat putaran detak jarum panjangku berlalu....
Kembali butiran air hujan menampar genting-genting rumahku
Tapi tetap tak membangunkan desah nafas bersahutan
Desahnya sudah terkuras di siang hari tadi .......
Hujannya tampak butiran air jatuh....
Diujung sasi pitu dua ribu tujuh belas
Diawal duapuluh tujuh.......
Kebonagung, 28072017
03.13
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H