Mohon tunggu...
Endang Pujiyati
Endang Pujiyati Mohon Tunggu... -

Ibu yang sedang belajar menjadi pendidik dan pengajar untuk putra-putrinya sendiri dan putra-putri dari rakyat Indonesia yang menitipkan pendidikan dan pengajarannya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Standar Operasional Prosedur (SOP) Dokter di Japan

29 November 2013   14:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:32 926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mumpung hangat peristiwa kasus kriminalisasi dokter, saya menceritakan pengalaman saya menerima tindakan operasi di Indonesia dan Jepang.

Operasi yang pernah saya terima di Indonesia adalah amandel.  Dokter waktu itu memvonis saya bahwa tonsil saya membesar di bagian kiri. Pada saat penjelasan mau di operasi dokter hanya bilang tonsil kiri saja yang membesar jadi saya berpikir hanya kiri yang akan di ambil.  Ternyata ketika pasca operasi dan rekam medik yang ditaruh di atas badan saya dibaca oleh suami saya,  ternyata kedua tonsil saya diambil tanpa ada penjelasan pasca bedah, ataupun sebelum bedah, baik ke saya maupun ke suami saya. Saya hanya berpikir saya diberi tindakan yang terbaik buat saya.

Ketika di Jepang, ternyata sebelum adanya tindakan operasi banyak penjelasan yang saya peroleh.

Saat didiagnosa oleh dokter umum, karena saya mengalami infeksi pneumonia dan dokter yang memeriksa saya menyarankan test rontgen or CT, kalau rontgen ada kelainan maka saya tetep harus CT, jadi dokter sudah menjelaskan apa keuntungan di CT daripada di rontgen saja. Sehingga pasien bisa memilih untuk dirinya sendiri apa yang terbaik.

Hasil CT memang pneumonia tapi ada kelainan lain yang ditemukan, yaitu tumor di rongga dada saya, dan kelainan katup mitral saya.  Sehingga saya di rujuk ke dua bagian tersebut.

Saat rujukan ke dokter spesialis bedah dada,  saya dipilihkan dengan konsultan langsung bagian bedah dada seorang proffesor bagian bedah dada. Beliau menjelaskan kemungkinan tumor tersebut, mungkin hanya tumor biasa atau thymoma, thymoma adalah golongan kanker. Beliau menjelaskan secara detil kedua kelainan tersebut, ciri-ciri, dan resiko jika tak di ambil, Dan menyarankan untuk pemeriksaan selanjutnya untuk memastikan tumor tersebut apakah tumor biasa atau thymoma, berapa ukuran, cara pengambilan si tumor berdasarkan ukuran dan posisi tepatnya si tumor tersebut, sehingga jelas bagi kami untuk memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan dokter.

Setalah MRI

Poffesor tadi bilang ternyata bahwa tumor yg terlihat adalah golongan thymoma karena padat, tidak orhan turunan kulit seperti rambut dan kuku serta ukuran yang besar, dan letaknya yang berada menempel pada pembuluh darah balik dari paru-paru ke jantung. Jadi profesor menyarankan harus tahun itu juga di ambil tetapi keputusan juga diserahkan pada saya, beliau hanya memberikan penjelasan kemungkinan yg terjadi jika segera tak di ambil, penjelsan yang detil ini membuat saya pasrah sama sama yang di atas Alloh, bahwa saya mu di operasi.

Pada saat menjelang operasi peranan pemerintah nagasaki juga berandil besar, karena saya bukan golongan yang berpenghasilan, karena beasiswa bukan di hitung sebgai penghasilan, maka saya di sarankan oleh rumah sakit mengajukan aplikasi keringan biaya operasi dan dikabulkan, saya hanya membayar sewa piyama dan makan saja.  Saat masuk RS pun dengan pengajuan garantor atau penjamin bahwa saya bisa bayar itu saja yang bisa bisa membuat saya masuk RS, kalau tidak ada garantor min saya harus DP 100.000 yen sebagai uang muka.  Tetapi mencari ganrantor di sini mudah jadi no problem, gak harus mencari duit dulu untuk bisa di rawat inap.

Saat mau diakukan tindakan sehari sebelumnya semua test dilakukan termasuk konsultasi kepada dokter jantung, apakah saya bisa di operasi dengan jantung yang demikin, dan dokter jantung mengijinkan.  Karena memang masih dalam batas bisa di operasi besar.

Saat satu hari menjelang operasi, ada waktu khusus yang disediakan untuk menjelaskan semua tentang sebelum, selama dan sesudah operasi. Resiko saat operasi berkaitan dengan infeski, ataupun terjadinya emboli dan berbagai macam resiko lain di jelaskan dan diterangkan. Hampir satu jam kami diterangkan untuk hal itu saja.  Sehingga kamipun sudah pasrah apa yang akan terjadi karena sudah tahu resiko apa yang mungkin terjadi.

Demikina juga saat terjadi rendaman karena kebocoran darah dari luka bekas operasi karena saya salah gerak. Begitu masuk UGD, tanpa adanya jaminan apapun saya langsung di tangani, di rontgen terlihat adanya rendaman, langsung saya di kasih antibiotik dosis tinggi, serta obat yang dimaksudkan untuk meningkatkan metabolisme supaya cairan yang merendam segera hilang, dan malam itu juga dokter bedah dada saya dipanggil dan memutuskan esok hari untuk melakukan enhance CT scan. Beliau menjelaskan apa itu enhance CT scan sehingga saya jadi tahu, begitu cairan itu tetap bertambah langsung di pindahkan di bag jantung, dan diputuskan untuk di sedot cairannya.  Nah sebelum penyedotan juga di jelaskan bagaiman dokter akan melakukkannya, apa resiko dan probabilitynya, sehingga saya tahu apa yang mungkin terjadi, semua saya gantungkan sama yang di atas Tuhan , Alloh SWT.

Pun ketika saya mengalami trombosis di bilik kiri, semua dengan jelas di terangkan oleh dokter, sehingga keputusan yang terbaik dari dokterlah yang akhirnya saya turuti karena sudah jelas sejelas-jelasnya apa yang akan dilakukan dokter, resiko dsb.  dan saat sebelum operasipun kembali dokter bedah jantung menjelaskan dengan detil apa saja yang dilakukan  sebelum, selama, dan sesudah operasi, resiko, dan usaha untuk meminimalisir resiko, termasuk bleeding, dan tidak berdenyutnya kembali jantung saya.  Semua keterangan itu yang membuat saya pasrah, semua hanyalah Alloh saja yang mengatur.

Kalau saja cara ini yang dilakukan dokter Indonesia, ihtiar untuk mengobati pasien, dan tuntutan pasien bahwa pasien yang datang harus sembuh tidak akan berlaku, semua bekerja secara kompentensi, dengan usaha dan tentu saja doa dari 2 pihak yang terlibat dokter dan pasien, sehingga semuanya pasrah, sepasrah-pasrahnya kepada pemilik kuasa.

Ini jga mengedukasi kita tentang penyakit kita sehingga bisa menjadi pengalaman yang lainnya buat sanak saudara pasien dan sebagainya, tidak menganggap pasien tidak tahu apa-apa, gimana mau tahu kalau tidak di jelaskan.

Semoga para dokter tergerak untuk berbuat seperti ini.  Sehingga semua puas, tidak ada arogansi, tidak ada juga kata malpraktik.

Salam dari Jepang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun