Siang itu cuaca cukup panas. Ketika anak didikku serius mengerjakan latihan soal, tiba-tiba handponku berdering. Kubuka dan kubaca suara panggilan disitu tertera "rumahku". Segera kuangkat dan kubuka percakapan. Budhe yang mengurus anakku bercerita sambil menangis sesenggukan. Aku semakin cemas, ada kabar apa. Akhirnya kucoba menenangkan diri sambil bertanya perlahan-lahan. Budhe bilang "Mbak Salma....Bu, Mbak Salma....Bu,....". Aku jadi tidak mengerti ada apa dengan buah hatiku yang sekarang duduk di bangku SMP. Akhirnya Budhe mampu mengatakan yang sebenarnya. Barusan ada penelepon mengaku bernama Handoko, seorang dokter yang menangani anakku bernama Salma barusan jatuh dari tangga sekarang pendarahan otak.Â
Orangtuanya dipesan mentransfer sejumlah uang. Pasien sementara berada di Rumah Sakit Kariadi. Perasaan siapa yang tak kalut, sedih mendengar buah hatinya dengan kondisi seperti itu. Kutinggalkan ruang kelas, aku melangkah dengan lemas bercampur perasaan yang bergemuruh di dalam dada. Aku masuk ruang guru sambil menangis sejadi-jadinya. Rekan-rekan guru menghampiriku, menenangkan perasaanku.Â
Akhirnya ada seorang temanku yang menelepon Sekolah SMP N 2 Semarang dimana anakku menuntut ilmu. Lama sekali telepon tersambung. Akhirnya telepon tersambung juga, karena ruang Tata Usaha dengan ruang kelas anakku cukup jauh. Jauh diseberang sana kudengar suara putriku "Ada apa Ibu?". Lega sudah perasaanku, saat itu aku bersujud syukur ternyata anakku tidak apa-apa. Ternyata kabar yang aku terima barusan aku terima adalah hoax. Itulah sepenggal pengalaman pribadiku. Semoga tidak menimpa Salma-Salma yang lain. Bila ada yang mendapat telepon serupa itu hanyalah hoax.
   Hoax adalah berita palsu yang sengaja dibuat dan disebarluaskan untuk menimbulkan ketakutan atau kelabakan. Adapula hoax yang dibuat untuk menipu publik. Hoax-hoax ini jika sebelumnya disebarluaskan lewat sms, email kini mulai berpindah ke pesan aplikasi chatting seperti Whats App atau BBM. Masyarakat masih banyak saja yang kerap tertipu hoax di dunia maya. Ironisnya walaupun terdengar sepele, hoax dapat menimbulkan berbagai dampak negatif bagi masyarakat.Â
Bagaimana seandainya kita menerima pesan hoax atau bukan? Kita sebagai masyarakat harus cerdas menyikapi, jangan asal melahap mentah-mentah pesan yang kita terima, karena wabah informasi hoax khususnya di media sosial dalam tahun terakhir ini mampu menyita perhatian dunia, termasuk Indonesia.Â
Hal ini dampak dari pesatnya perkembangan telepon pintar yang membuat masyarakat semakin mudah mengakses berbagai informasi dan berita dalam genggaman tangan. Akibatnya banyak informasi palsu ikut tersebar luas yang masyarakat meyakini kebenarannya. Maraknya peredaran berita hoax saat ini  dipicu oleh dua motif, yaitu ekonomi dan politik.
   Dalam sistem kapitalisme dimana halal haram ditinggalkan, orang akan melakukan apapun untuk bisa memiliki keuntungan sebesar mungkin dengan modal sekecil-kecilnya. Bisnis situs berita hoax dianggap menguntungkan dan tak perlu modal serta biaya operasional besar. Itulah sebabnya banyak yang tertarik dan berminat. Rendahnya pendidikan masyarakat yang dengan mudah menerima dan melahapnya.
   Cara mengidentifikasi berita itu adalah hoax adalah dengan melihat judul berita yang dibuat bombastis atau berlebih-lebihan.Isinya biasanya berupa teror atau hasutan, permintaan bila berupa gambar, biasanya dibuat tidak jelas. Biasanya mengandung kata-kata aktif, mengajak, membujuk, merayu, berupa pesan misalnya, Awas penipuan!, berhati-hatilah. Itulah beberapa cara mendeteksi atau mengenali berita hoax. Jadi sebelum bertindak, cek dulu kebenarannya. Seperti apa yang pernah saya alami sebelum mentransfer uang, cek dulu posisi anak saya di sekolah.
   Kita harus selalu waspada, jeli dan cerdas. Jika tidak kita akan mudah terhasut bahkan tertipu. Yang tidak kalah penting kita harus senantiasa bertaqwa. Kontrol dari masyarakat dan penjagaan oleh Negara sebagai pelayan masyarakat demi utuhnya NKRI.
   Kabar hoax tidak ada yang menguntungkan masyarakat, namun sebaliknya banyak yang menimbulkan dampak negatif. Misalnya membuang uang dan waktu, penipuan publik, misalnya perekrutan CPNS, bahkan dampaknya pemicu kepanikan masyarakat. Masyarakat hendaknya selalu jeli serta cerdas menerima informasi dari sumber yang terpercaya.
   Tugas kita untuk mengedukasi siswa, keluarga, kerabat dan handai taulan adalah bila menerima kabar hoax janganlah tergesa-gesa bertindak, pikir dahulu sebelum bertindak. Berfikirlah secara logis, mencari sumber yang terpercaya misalnya dengan membuka google. Janganlah mudah percaya kabar-kabar bohong yang belum diketahui kebenarannya. Di alam demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan berpendapat seperti sekarang ini, menghilangkan berita hoax di tengah masyarakat ibarat mengambil rumput di musim penghujan. Meskipun sudah diambil, namun akan tumbuh lagi.Â
Dengan di bukanya kran kebebasan berpendapat yang dilindungi dalam sistem demokrasi, orang bebas berpendapat dan menyebarkan informasi apa saja. Tidak ada batas yang jelas antara berita yang benar dan yang salah karena standar kebenaran berada ditangan manusia yang sifatnya relatif. Akibatnya, banyak ambiguitas dalam menilai mana informasi yang layak sebar atau sebaliknya.
   Kita sebagai pendidik sekaligus garda terdepan dalam menjaga keutuhan NKRI harus cerdas menerima berita-berita yang beredar. Janganlah mudah melahap dan menelan mentah-mentah berita yang kita terima. Jadilah pendidik yang antihoax.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H