Jumat kemarin, seorang teman baik yang selalu berucap lembut telah pergi. Pergi dalam sahid memperjuangkan hidup putranya, pergi dalam keadaan menjanda tanpa suami yang mendampingi, pergi meninggalkan seorang anak yang begitu tenang bahkan masih sanggup tetap datang ke sekolah di hari seninnya demi ulangan umum.
Perempuan yang selalu berkata tentang galau itu memang telah tiada, tapi ia mengingatkanku bahwa menjadi seorang teman itu bukanlah kehadiran di depan mata sesering mungkin, juga bukan karena kita rajin memberi sesuatu tapi seorang teman yang baik ada di saat temannya membutuhkan, ada di saat temannya sedang risau dan bingung. Seandainya suatu hari kita ditempatkan pada posisinya, pada posisi di mana mengadu pada keluarga bukanlah pilihan, siapa lagi yang kita tuju kalau bukan sahabat.
Selamat jalan sahabatku sayang, semoga inilah hal terbaik agar membuatmu terlepas dari semua derita. Semoga kelak apa yang kau impikan untuk putra tercinta menjadi kenyataan. Terima kasih telah mengajariku sekali lagi arti bersahabat. Maafkan kesalahanku, dan semoga kau tenang disisiNya.
(Dalam tangis yang mengiringi kepergian sahabatku tercinta)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H