Pernahkah Anda membayangkan jika Anda adalah seorang guru yang saat ini sedang menerangkan di depan kelas, tetapi salah satu anak didik Anda kentut di dalam kelas sehingga kelas menjadi kacau? Maka saya mendapati kejadian ini beberapa kali.
Saat itu, kelas berjalan dengan lancar. Anak-anak belajar dengan paper mereka masing-masing. Meskipun beberapa gelak tawa masih terdengar, tapi secara keseluruhan, mereka sedang bekerja.
Kemudian, salah seorang anak bertanya. Mengenai rumus sebuah soal yang sebenarnya rumusnya mudah namun membutuhkan penalaran dan pemahaman terhadap soal. Lantas akhirnya saya menjelaskan soal yang menjadi kesulitan anak ini di depan kelas. Tujuan penjelasan di depan kelas -- padahal bisa saja saya menjelaskan secara intens kepada anak ini dengan berhadap-hadapan hanya berdua- yaitu bukan lain agar anak lain memperhatikan penjelasan saya sehingga saya tidak perlu mengulang pembahasan.
Anak-anak menyimak dan mendengarkan penjelasan saya. Sesekali menanyakan ulang pemahaman yang belum mereka kuasai. Atau bahkan pula sesekali menjawab pertanyaan yang saya lontarkan. Hingga beberapa detik kemudian kami mencium bau yang tidak sedap di kelas itu. Lantas mereka semua akan berlari keluar kelas dan membuka pintu kelas lebar-lebar -- sebelumnya ditutup karena ber-AC. Dari depan kelas, mereka akan berteriak bahwa seseorang telah kentut.
Awalnya saya sangat kaget. Reaksi teman-temannya seperti mengetahui jika kejadian ini telah terjadi berulang kali. Lantas anak yang kentut ini berkata "Maaf miss."
Yeah, tentu saja memaafkan anak ini bukanlah hal sulit. Karena memang sejatinya kentut dalam kelas bukanlah dosa besar. Namun perlu digaris bawahi, bahwa kejadian ini berulang beberapa kali. Bukan hanya sekali dalam 1 pertemuan, Si anak ini bahkan bisa kentut beberapa kali dalam 1 kali pertemuan.
Hingga suatu hari saya berbicara dengan anak ini. Hanya 4 mata. Sebenarnya untuk masalah attitude, dia merupakan anak yang menjaga attitude nya dengan baik. Hanya saja hasil pembicaraan itu berkesimpulan bahwa ia kentut tidak dengan disengaja. Saya tanya 'Apa kamu ngga merasa tanda-tanda mau kentut? Biasanya kalo mau kentut itu ada tanda-tandanya. Nah apa kamu tidak mengalami hal itu?'. Dia menjawab tidak. Seakan kentut itu keluar sendiri dengan tanpa ia sadari sama sekali. Ketahuan apabila ruangan sudah terisi dengan bau kentut.
Akhirnya saya dan tim pengajar lain memanggil mama si anak. Kami berbincang panjang. Berbincang bagaimana kemampuan kognitifnya. Attitudenya yang baik. Dan akhirnya kami membahas mengenai kebiasaan kentut tidak sengaja itu.
Mamanya bilang jika dia sejak kecil memang kebiasaan kentut. Sudah dibawa ke dokter. Dokterpun tidak mendiagnosis apapun terhadap anak ini. Anak ini normal -- meskipun dengan segala keluhan yang disampaikan mamanya jika anak ini tidak merasakan gejala kentut itu.
Dalam pembicaraan itu, saya teringat jika dulu saya juga bolak balik ke dokter karena penyakit alergi. Saat saya merasa terlalu kedinginan atau terlalu kepanasan, maka alergi itu akan menyerang seluruh kulit di tubuh saya.
Ide itu muncul seketika. Saya melontarkan pertanyaan kepada mamanya. Apakah di rumahnya menggunakan AC? Mamanya mengatakan tidak menyalakannya sebab beberapa kali anak ini bilang jika ia kedinginan dengan suhu AC.
Nah, itulah akar masalah anak ini. Ia kedinginan. Lantas kedinginan tersebut memicu keluarnya kentut yang sama sekali tidak ia sengaja. Semakin dingin udara yang menembus kulitnya, semakin sering ia mengeluarkan kentut.
Memang benar udara di tempat saya mengajar saat ini sangatlah panas. Sehingga yang saya lakukan adalah dengan mendinginkan ruangan hingga suhu 16 derajat celcius. Saya berfikiran apabila anak-anak masuk kelas akan merasa nyaman dengan suhu yang sejuk -- sebab di luar ruangan sangat panas. Saya tak pernah memikirkan apabila salah satu dari anak didik saya mendapat masalah dengan sejuknya ruangan itu.
Tidak mungkin pula saya menaikkan suhu karena anak yang lain akan merasa kurang nyaman dengan suhu yang panas. Maka, saya menyarankan mamanya untuk membekali dia dengan jaket dan kaos kaki. Dia wajib memakainya selama kelas berlangsung.
Saya mengamati detail setiap perubahan kecil yang dialami oleh anak ini. Termasuk reaksi tubuhnya dengan saran baru itu. Lantas, masalah ini ternyata menemukan solusinya. Dia sudah tidak kentut lagi di kelas.
Dari sinilah, saya memahami bahwa variabel dalam Pendidikan sangatlah kompleks. Bahkan hal sekecil suhu ruangan ber-AC pun harus dipikirkan matang-matang. Sebab, hal kecil ini dapat mempengaruhi keefektifan pembelajaran dalam sebuah kelas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H