PETRIKOR
Kulangkahkan kaki ini menujumu. Entahlah, kau, ada apa denganmu? Hebat sekali. Buatku candu. Bawaku rindu. Sebabkanku selalu ingin mengadukan keresahanku,
hanya padamu.
Benar, hanya padamu.
Teronggok kebisuan, kini yang ada hanya kebisingan penuh kenangan. Aromamu sungguh menenangkan. Dan menentramkan.
Terbawa dan tersangkut rindu, aku mengadu pada ibu. Ia berkata
"Berkelana, biarkanlah ia melebur. Setidaknya waktu kan membawa ingatanmu."
Ah, ibu bisa saja berpura-pura. Kekasihku telah tiada sepuluh tahun silam. Kini hanya tersisa ini. Bersama kenang yang tak kubiarkan lekang.
Melewati atap dan menerjang peluh, rinduku tak kubiarkan rapuh. Tak mampu lebih. Sebab cukup aku yang tersenyum meski meneteskan air mata. Meski hati terasa terenyut tanpa denyut. Kau membawaku hanyut dalam duniamu.
Memaksaku merasakan hangatnya, dan tentramnya aromamu. Dibawah guyuran hujan, kuadukan kau pada Sang Bathara Guru.
Terima kasih atas perlakuanmu. Kini aku mampu mengingat kekasihku dengan ingatan utuh. Tentang bagaimana ia mengenalkanku padamu. Ia percaya padamu. Meski mati, setidaknya dirimu mampu menemani, aku.
Kekasihku... kujaga niat baik itu. Lihatlah, kini aku bersama teman terbaikmu. Meski tanpa hadir, ingatan akan selalu terukir.
Dibawah guyuran hujan dan sahutan petir.
daun-daun yang basah, pijakan yang merekah, tapak kakiku menyentuh tanah. Oh... aku mampu merasakan kekasihku menatapku. Diiringi hilangnya dirimu...
16 November 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H