Mohon tunggu...
Intan Parinduri
Intan Parinduri Mohon Tunggu... Administrasi - Pengamat Politik

Rakyat Biasa yang mencoba mengamati politik dan kehidupan sosial di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Siapakah Pembela Islam Sebenarnya, Jokowi Apa SBY?

10 November 2016   18:28 Diperbarui: 13 November 2016   18:39 86101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jikalau Bung Karno membuka Masjid di Belahan bumi bagian utara, yakni di St. Petersburg, maka Megawati membangun Masjid di belahan bumi paling selatan yakni di Makam Syech Yusuf di Afrika Selatan. Ketika mendenggar secara langsung dari Nelson Mandela yang mengangumi sosok Bung Karno sebagai inspirator bagi kemerdekaan Asia-Afrika, dan Syech Yusuf sebagai pejuang dari Makasar yang dibuang ke Afrika Selatan, maka pada saat berkunjung ke AfSel, Megawati mengajukan permohonan ke Pemerintah Afrika Selatan agar Syech Yusuf ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional "Syech Yusuf bukan saja Pahlawan bagi Afrika Selatan, ia Pahlawan kemanusiaan, dalam ajaran Islam sikap egaliter menjadi kunci dalam memahami kehidupan manusia" kata Mega di depan Mandela. 

Akhirnya Pemerintah Afsel memberikan penghargaan tertinggi kepada Bung Karno yang dipandang sebagai "Pembela kemerdekaan orang orang Afrika", dan Syekh Yusuf sebagai Pahlawan Nasional Afsel. Pada saat Megawati berkunjung ke Makam Syekh Yusuf, masyarakat meminta Megawati untuk membangun Masjid. Karena situasi perekonomian sedang krisis, maka Masjid dibangun dengan gotong royong dan dipimpin secara langsung oleh Megawati. Terwujudlah koneksitas ideologis. Masjid di belahan bumi paling utara dan selatan memiliki sentuhan ideologis antara Soekarno dan Megawati. Islam direntang dalam sebuah jarak sebagai bentuk perwujudan kemerdekaan bangsa-bangsa di dunia. Blok Cepu adalah saksi bagaimana SBY seperti tidak punya sikap di depan Amerika Serikat ( Presiden SBY Aktor Utama Blok Cepu ) dimana SBY meninggalkan Pertamina dalam proses negosiasi tersebut.

Garis politik Jokowi, senafas dengan garis politik Bung Karno : "Islam ditempatkan sebagai Subjek dalam mengelola negara, membentuk peradaban bangsa Indonesia", Islam tidak boleh hanya dijadikan permainan-permainan politik jangka pendek, apalagi kemudian diarahkan hanya untuk mengejar kekuasaan, Islam harus dijadikan spirit dalam arti yang luas, sebuah nilai-nilai yang menjadikan manusia menemukan dirinya sendiri dalam jalan hidup yang penuh "Rahmatan Lil Alamin". 

Jokowi menolak Islam dijadikan alat politik jangka pendek karena ia menghormati Islam dalam arti sesungguhnya, bukan permainan politik seperti yang dilakukan Pemerintahan Orde Baru, Jokowi menempatkan Islam pada roh-nya, pada jiwa sesungguhnya. Islam sebagai “teori sosial” yang dikembangkan sejak lama oleh pendiri-pendiri bangsa, Islam subjek terpenting dalam membentuk Indonesia Raya. Inilah kenapa Jokowi menolak politisasi agama yang mulai dimainkan dalam Pilkada DKI 2017, juga sebagai alat politik untuk mengganggu kekuasaan.

Jokowi menempatkan Islam dengan penuh hormat. Ia memberikan jabatan Menteri Pendidikan kepada Muhammadiyah,  dan Menteri Agama kepada NU, ini memang sudah tradisi. Kekuasaan kaum dagang, Jokowi membenahi kampung batik Laweyan, membenahi Pasar Klewer saat menjabat Walikota Solo, Kampung Laweyan adalah simbol bangkitnya saudagar-saudagar Muslim dalam Sarekat Dagang Islam di awal abad 20, yang kemudian berkembang menjadi sebuah gerakan kebangsaan : "Sarekat Islam" dimana Bung Karno mengalami pendidikan politiknya di awal karirnya.  

Pola pola perekonomian diberikan pada kaum Muhammadiyah, sebagai representasi kekuatan kapital umat Islam, sementara NU dibangun sebagai pengelola ilmu-ilmu rakyat, membangun secara organis Islam Kultural, Jokowi menempatkan Islam dengan cara paling terhormat.  Sementara SBY dilihat dari fakta politik pidatonya di Cikeas, menunjukkan sikap tidak tulusnya dalam pembelaan Islam, karena Gerakan 4 November 2016 jelas menguntungkan posisi politis anaknya, itulah yang digugat dan harus jadi pertanyaan publik yang besar, tuluskah pidato SBY soal Islam itu?

Ataukah Islam hanya dipandang sebagai alat Politik jangka pendek, sebagai bidak catur politis? Melihat konteks pidato SBY di Cikeas jelang Gerakan 4 November, tampak SBY justru menggunakan Islam dalam alam bawah sadar Orde Baru, Islam dalam kerangka binaan binaan politis yang kemudian digerakkan untuk dijadikan benturan dalam kepentingan politik jangka pendek. 

Dalam demo yang penuh dengan nuansa politis, yang ujung-ujungnya adalah meminta suksesi "Jokowi dilengserkan" dengan jalan apapun, sudah dibaca Jokowi. Itulah kenapa Jokowi tidak mau menemui pendemo, karena ini sama saja Jokowi masuk ke dalam gendang irama lawan politis yang secara halus sudah berada dibalik Gerakan 4 November.  Jokowi menolak dijebak sebagai ‘endorse’ politik yang tidak fair, dan penuh tekanan. Ia menyerahkan soal Pilkada 2017 pada pertarungan yang adil, bukan ditekan-tekan untuk menjadikan salah satu kandidat WO dan kandidat lainnya menang dengan cara tidak terhormat.

Islam harus ditempatkan dengan cara amat hormat, ditempatkan bukan sebagai objek politis seperti masa Orde Baru, tapi Islam harus dijadikan subjek atas kekuatan politik, kekuatan kapital dan kekuatan Ilmu Pengetahuan dan nilai-nilai keagamaan yang berkembang di tengah rakyat, bukan dijadikan hanya sebagai tujuan-tujuan jangka pendek politis dengan cara cara rendah.

Jalan Politik Jokowi terhadap Islam, yang menempatkannya sebagai Subjek dalam semua kekuatan harus didukung, bukan kemudian Jokowi disudutkan hanya dengan memanfaatkan emosi sumbu pendek yang mematikan nalar.

Sementara jalan politik SBY sama dengan jalan politik Orde Baru dalam menempatkan Islam, yaitu Islam sebagai alat politik yang sewaktu waktu bisa digunakan, tapi juga bisa dilibas  bila kepentingan kekuasaan tidak sedang memerlukan kekuatan Islam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun