Mohon tunggu...
Aan Ratnasari
Aan Ratnasari Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Mendayu semilir lautan, menyongsong perahu kertas yang mulai berlayar. Nahkoda dan awak yang bimbang, memastikan mereka tak karam... Semoga sampai tujuan dengan hasil laut yang berkah...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dia Bukan Malaikat

27 September 2012   07:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:36 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Aku tak mampu bersua lagi. Bibir ku kelu dan Aku hanya bisa menangis.

Waktu kembali menjerambabkan Aku pada kenyataan bahwa Aku harus kehilangan LAGI. Tulisanku terlihat remang-remang dan berbayang. Yah, aku menangis, tapi tak seorangpun tahu bahwa hatiku menangis lebih dari banjirnya airmataku.

Aku harus siap dengan semua pahit manis kehidupan. Aku harus lalui ini semua. Aku tak seindahnya bergantung pada siapapun. Aku hanya menunggu waktu menggulirkan lagi kehidupanku.

Aku, Aku, Aku....???? Mungkin selama ini Aku terlalu egois dengan kehidupanku sendiri. Aku harus menerima ini sebagai pembalasan. Walaupun saat ini Aku bingung tapi Aku harus melangkah, tanpa malaikatku, tanpa penopangku, tanpa siapapun.

Air dalam mimpiku itu adalah tanda bahwa Aku akan menemukan sesuatu yang melegakan tenggorokanku yang dahaga, walaupun itu masih JAUH. Aku harus ungkapkan dengan apa perasaanku ini?

Ya Allah bimbing hamba, hamba tau ini adalah pembalasan atas segala jijik-jijik yang Aku perbuat selama ini. Ya Allah Aku merasa sendiri, hanya Engkau yang masih setia mencintaiku apa adanya.

Lihatlah tanganku bergetar hebat, dadaku berguncang keras. Aku tergugu dengan semua ini. Aku lunglai sebagaimana Aku telah lalai... Aku muak dengan diriku yang hanya bisa mengotori sajadah dengan airmataku.

Tapi Aku tau Engkau tak inginkan Aku kalah seperti ini. Aku hanya butuh waktu untuk meniti air mataku menjadi berlian yang kilau kemilau dimalam Mu. Saat ini Aku hanya ingin menikmati pahitnya kehidupan, agar Aku bisa mensyukuri segala kemanisan yang Kau beri akhirnya.

Aku pasrah, Aku hanya menunggu Engkau menggugahkan titik2 embun agar menjadi mata air. Ya Allah, Aku mencintai’Mu... Maafkan Aku karena telah menodai cinta Mu yang ternyata paling INDAH.

Aku sadar dia bukanlah Malaikat, dan hanya pada'Mu sebaik-baik tempat kembali...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun