Mohon tunggu...
Bunda Ai
Bunda Ai Mohon Tunggu... profesional -

Guru Prakarya & Kewirausahaan. Suka memasak untuk suami&anak, belajar apapun dan dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Tak Mudah Jadi Emak, Jawaban atas Tulisan Seneng Utami

3 Oktober 2014   04:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:34 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image: ibudanbalita.com

[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="image: ibudanbalita.com"][/caption]

Menarik sekali membaca tulisan dik Seneng Utami "Emak-emak Indonesia yang Salah kaprah", berulangkali saya membacanya agar saya tak salah kaprah memahaminya sehingga tulisan berbalas tulisan ini justru menjebak saya pada kondisi sebagaimana digambarkan dalam tulisannya.

Menjadi emak Indonesia sesungguhnya tak mudah terlebih kondisi kekinian dengan segala tantangan yang tentunya membutuhkan energi lebih untuk mampu menjadi emak-emak yang ada dalam pemikiran dik Seneng Utami.

Untuk menangkap penjahat, polisi kadang mempergunakan pelaku atau minimal mantan pelaku sebagai bagian dari strategi penyelesaian sebuah kasus. Di sekolah saya, ketika bab haji diajarkan maka bila guru yang bersangkutan belum haji maka pada bab tersebut diganti oleh mereka yang sudah melakukan haji. Untuk menjadi penilai yang bijak pada kondisi emak-emak Indonesia selayaknya adalah seseorang yang pernah menjadi emak dan memiliki anak atau setidaknya melakukan observasi yang lama bila posisi ini seperti posisi dik Seneng utami.

Apa yang disimpulkan oleh dik Seneng Utami pada tulisannya, saya melihatnya mirip pemain sinetron kejar tayang yang roh perannya kurang memiliki greget karena tidak melakukan observasi sebagaimana pada sinetron /filem layar lebar di masa lalu.

Apa yang dilihatnya sebagaimana tertuang dalam tulisannya tidak serta merta saya salahkan namun juga tidak dapat saya benarkan, karena apa yang tertulis sepertinya adalah sebuah penilaian yang subjektif dan belum utuh apa adanya.

Seorang emak yang berpendidikan tinggi belum jadi jaminan mampu mengasuh dan serta merta menjadi emak yang sempurna, demikian juga belum tentu seorang emak yang berpendidikan rendah tidak mampu menjadi emak yang baik bagi anak-anaknya.

Kalau dik Seneng Utami menyaksikan acara Hafidz Indonesia lihatlah di sana, mereka para penghafal Al-Qur'an ternyata lahir dari kalangan orang tua yang tidak berpendidikan tinggi. Mungkin Dik Utami masih ingat mahasiswi yang diantar ayahnya yang hanya seorang pengantar becak.

Berpendidikan di mata saya tidak selamanya dari bangku sekolah, ia bisa belajar dari ragam kehidupan yang mengajarkan mereka yang mau dan tak segan belajar pada kehidupan itu sendiri.

Sungguh, menjadi emak Indonesia seperti harapan dik Seneng Utami tidak semudah membalikkan telapak tangan bila adik sendiri belum menyelam ke dalamnya.

Sekali lagi saya tidak bersikap kontra terhadap apa yang tertulis pada postingan adik, namun tidak serta membenarkannya, karena apa yang tertuang dalam tulisan itu sepertinya belum menggambarkan sebuah bangunan yang utuh.

Tulisan ini juga tentulah bukan sebuah pemikiran yang sempurna sebagai jawaban atas tulisan dik Seneng Utami, karena membutuhkan diskusi serta sharing di dunia nyata untuk mendapatkan jawaban yang sempurna, atau setidaknya mendekati harapan kita bersama.

Salam emak-emak Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun