Mohon tunggu...
Maya Siswadi
Maya Siswadi Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer, Mom

Ibu 3 anak, lecturer; blogger

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Menuju Net Zero Emission, Akankah Migas Tetap Dibutuhkan?

18 Juli 2023   16:50 Diperbarui: 18 Juli 2023   16:51 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Nanang Untung, team ahli kementrian ESDM dalam IPA meets blogger 11/07/2023 - dok. pribadi

Mengapa Migas Masih Dibutuhkan?

Migas dibutuhkan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sektor transportasi. Sektor lain juga membutuhkan sektor hulu migas, contohnya petrokimia.

Industri petrokimia, alias petroleum dan kimia, sangat membutuhkan migas untuk menghasilkan produknya, misalnya plastik, pupuk, bahan baku kosmetik, obat-obatan, dsb. Serba salah kan, kalau migas mau dihilangkan sama sekali ya ga bisa juga karena dibutuhkan oleh dunia industri.

Oh ya, yang ga kalah penting, sektor hulu migas juga memberikan dampak pada penerimaan negara yang tidak sedikit. Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) hasil penjualan migas secara langsung berkontribusi sekitar Rp672 triliun, terdiri atas hasil penjualan minyak dan gas bumi sekitar Rp583 triliun, termasuk alokasi dana bagi hasil migas sebesar Rp17 triliun yang turut dirasakan oleh daerah penghasil serta hasil penerimaan lain dari hulu migas sekitar Rp89 triliun yang meliputi signature bonus, production bonus, firm commitment, pembayaran PPN, PBB Migas, PDRD, dan pajak penghasilan migas serta pendapatan lainnya.

Menurut Ibu Marjolijn Wajong, yang biasa disapa bu Meti, Direktur Eksekutif IPA, menjelaskan posisi Indonesia sebagai produsen migas besar terus bergeser seiring dengan penurunan produksi minyak dari tahun ke tahun. Jika dulu di medio tahun 70-90an produksi bisa mencapai lebih dari 1 juta barel per hari (BPH) bahkan bisa 1,6 juta barel tapi setelah melewati tahun 90an itu produksinya terus menurun hingga posisi sekarang ini dikisaran 600 ribuan BPH. 

Ibu Mardjoljin Wajong (Meiti) menjelaskan supply & demand migas - dok. Pribadi
Ibu Mardjoljin Wajong (Meiti) menjelaskan supply & demand migas - dok. Pribadi

Kebutuhan migas terus meningkat dimana rata-rata kebutuhan saat ini mencapai 1,5 juta BPH. Ini yang menimbulkan beban cukup besar bagi keuangan negara karena harus impor minyak maupun BBM. Sejak 2004 Indonesia terpaksa mengimpor minyak karena kemampuan produksi migas sudah tak lagi seimbang dibanding kebutuhannya. Kemampuan produksi menurun, tapi kebutuhan meningkat.

Mengapa Harus Investor?

Untuk bisa meningkatkan produksi minyak guna memenuhi kebutuhan tersebut maka sinergi antara pemerintah dan para pelaku usaha menjadi sangat penting.

"Kebutuhan energi tambah terus kedepannya. Potensi (migas) ada, tapi harus eksplorasi dulu. Dalam industri migas biaya itu luar biasa besar. Pemerintah kalau keluarin biaya itu belum tentu dapat cadangan, uangnya bisa hilang. Jadi pemerintah punya cara, yaitu datangin investor. Kita harus tarik investor yang punya uang," jelas bu Meiti.

Menurut bu Meiti, upaya Indonesia menuju energi bersih adalah kebijakan yang tepat karena turut mendukung tren masyarakat dunia yang semakin peduli dengan lingkungan. Namun usaha Indonesia untuk mempunyai energi bersih butuh waktu, pemakaian kendaraan listrik terutama mobil listrik masih butuh waktu yang bisa puluhan tahun. Potensi energi matahari yang memang besar juga tidak bisa dimanfaatkan terus sepanjang hari butuh bantuan teknologi baterai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun