Gerimis senja ini, membawa suasana mistis tersendiri, ketika akhirnya nafas lirih itu berhenti. Ketika tubuh yang teramat ringkih itu tak bergerak lagi.
Tak ada lagi tangisnya yang menyayat hati, atau tatapan matanya yang mengirim banyak arti.
Yah, .. Fitri telah pergi.
Ia hadir untuk memberi Bi Yanti kekuatan, melimpahinya makna kecintaan. Jika Bi Yanti akhirnya terhempas pada kehilangan yang sangat, itu karena jiwanya ikut menapaki sakitnya sekarat.
Ia hadir untuk memberi pelajaran bagi orang-orang yang mengenalnya. Dan kini ia pergi, dihantar oleh tangis penyesalan banyak orang. Mereka seakan baru tersadar, ... Fitri hadir sebagai pembuka keberkahan hidup manusia sekitar. Dan banyak yang akhirnya menyesal, tak banyak yang mereka lakukan semasa pintu keberkahan itu masih terbuka. Kini Fitri telah menutup pintu yang dititipkan kepadanya. Ia sudah selesai. Jadi, siapa sebenarnya orang-orang yang beruntung dan siapa yang merugi? Saya pun sibuk merenungi diri.
***
Lewat postingan saya sebelum ini,
http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2013/04/20/belajar-dari-ketangguhan-bi-yanti-548320.html
ada seorang kompasianer (yang karena saya sangat menghargai keikhlashannya, maka tidak saya sebutkan namanya) yang menitipkan bantuan untuk keluarga Fitri. Tapi, sayang sekali, karena keteledoran saya, ... saya salah memberikan nomer rekening, maka bantuan tsb belum sempat sampai kepada Bi Yanti sekeluarga, hingga saat ini.
Tadi pagi saya sudah merevisi nomer rekeningnya, tapi saya keburu off, dan baru sekitar jam dua siang saya baru buka Kompasiana. Jika akhirnya bantuan itu sampai, pastinya bukan dalam rangka meringankan sakitnya Fitri lagi, melainkan untuk pembiayaan penyelenggaraan jenazahnya. Insya Alloh besok Fitri akan dikebumikan.
:(
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H