Mohon tunggu...
Restoe Bumi Victoria
Restoe Bumi Victoria Mohon Tunggu... Serabutan -

saya menjalani hidup secara nomaden, pernah menjalani pendidikan di goa hira university dan kini bekerja sebagai hamba allah swt, selain itu berprofesi sebagai dukun politik...

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Jangan Salahkan Presiden

22 Maret 2015   11:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:18 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kondisi Negara semakin terpuruk dan terancam bangkrut. Kata opini yang mengemuka ke public melalui corong suara-suara kritis baik menurut pengamat atau para praktisi Negara, atau ini hanya suara-suara kecil yang dibesar-besarkan lawan politik untuk menjatuhkan wibawa presiden.

Fakta-fakta yang menjadi indicator tidak mampunya presiden memimpin dan membawa perubahan diantaranya: BBM naik, tariff dasar listrik naik, harga-harga bahan pokok tidak stabil seperti beras dan lainnya. Belum lagi kebijakan-kebijakan presiden yang tidak sesuai keinginan public, seperti pengangkatan Jaksa Agung, pengangkatan Kapolri dan penegakan hukum bagi koruptor. Presiden dianggap telah melakukan blunder dan melenceng dari janji-janji kampanye, keluar dari nawacita perjuangan rakyat, revolusi mental dan trisakti bangsa.

Belum lagi presiden dianggap interpensi terhadap konflik partai-partai seperti PPP dan Golkar. Suara-suara itu semakin keras ketika rupiah semakin lemah dikisaran 13 ribu lebih. Kondisi gonjang-ganjing seperti ini stabilitas ekonomi dan politik mulai terganggu dan rakyat kecil yang menjadi korban. Benarkah semua ini kesalahan presiden yang dianggap tidak becus membawa perubahan apa lagi mensejahterakan rakyat.

Gerakan-gerakan relawan mulai membisu, ada juga yang balik kanan dan kecewa, dan presiden tak berdaya berada dalam kerangkeng tekanan-tekanan koalisi dan oposisi. Dan mahasiswa mulai turun menyuarakan kegelisahan rakyat, tidak tahu apakah suara pesanan atau murni gerakan ketidak percayaan kepada presiden. Aksi menshalatkan reflika mayat presiden sekaligus member nilai merah untuk kinerja presiden. Apakah ini benar-benar suara intelektual hasil kajian ilmiah atau karena sikap latah takut dianggap mahasiswa tidak punya keberanian lagi.

Kalau begini Negara itu milik siapa? Apakah Negara dipegang oleh satu otoritas absolute titah presiden, lantas apa fungsi lembaga-lembaga Negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat, Polri, Kejagung, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, KPK, dan partai-partai, yang mengukuhkan triaspolitikal Yudikatif, Legislatif dan Eksekutif. Apakah mereka hadir untuk membuat solusi atau menjadi bagian dari masalah yang merugikan rakyat banyak?

Apakah ini yang disebut lingkaran syetan, bola kusut yang tak jelas ujung pangkalnya. Negara dan undang—undang dipermainkan oleh para mafia dan sekelompok orang untuk menguasai sumber-sumber keuangan Negara. Mungkin kita terkecoh oleh kejahatan sistematis atas nama Negara. Dan faktanya siapapun presidennya tidak akan bisa mensejahterakan rakyatnya – karena logika mengatakan bagaimana bisa Negara yang dibangun oleh iuran rakyat bisa berbalas budi untuk mensejahterakan rakyat, modal yang sudah diberikan untuk membangun Negara diambil bagaimana Negara membuat keuntungan atau memberikan nilai lebih pada rakyatnya.

Presiden jangan disalahkan karena Jokowi bukan Malaikat, rakyat juga jangan merasa dikhianati karena sadarlah Jokowi tak bedanya dengan mandor kontrak untuk lima tahun yang harus mengamankan asset-aset asing dan uang-uang amerika. Maka jangan bermimpi menjadi Negara besar selama para pemimpinnya tidak punya mental seperti Iran, Kuba, Venejuela, Korea Utara, Tiongkok dan lainnya.

Negara yang sempoyongan ini malah direcoki oposan-oposan amatiran, bukannya bahu membahu menyelamatkan Negara, bukan menyalahkan presiden! Ketahuilah siapa musuh Negara yang sebenarnya, siapa musuh rakyat yang sebenarnya?

Garut, Maret 2015.

Cha ‘Azami

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun