Mohon tunggu...
Prabu
Prabu Mohon Tunggu... Pegawai Swasta -

Ngomong Indonesia Ngomong budaya Indonesia Ngomong budaya wayang Indonesia http://indonesiawayang.com https://www.facebook.com/bumiprabu https://www.facebook.com/wayangprabu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cinta Mati Sang Tiran (3)

6 Januari 2016   06:46 Diperbarui: 6 Januari 2016   07:55 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Raden Arjuna"][/caption]"Tentang permainan dadu itu, sudah jamak lumrah kalau yang ikut main pasti mengharapkan kemenangan, jadi engkau jangan menyalahkan aku”

“Namun kalau hal tersebut dilakukan dengan cara cara yang licik penuh tipu daya, apakah hal tersebut dapat dikatakan sebagai suatu kewajaran. Baiklah tidaklah perlu diungkap lebih lanjut tentang permainan dadu itu, lalu bagaimana tentang negri Hastina ini, Sinuwun ?”

“Pandawa tiduk akan mampu menjalankan pemerintahan sebab terlalu lama hidup di tengah hutan. Sepanjang hari ditemani oleh binatang-binatang hutan, mana bisa memimpin negara dengan baik”

“Itukan saat Pandawa telah selesai menjalani pembuangan, bagaimana sebelum dibuang ?”

“Salahnya sendiri Pandawa tidak pernah menyinggung hak kepemilikan negara Hastina !”

“Kalau Paduka berpendapat seperti itu, dapat diibaratkan orang ngemut madu, enggan melepas karena telah merasakan manisnya”

“Ya sudah ... kalau hal itu telah kuakui .... engkau mau apa ?! Apa yang engkau inginkan !?”

“Sinuwun”

“Apa !”

“Karena sejak dahulu hingga kini, tidak ada satupun kata kata saya yang Paduka dengarkan, padahal para leluhur telah mengajarkan bahwa GARWA itu adalah Sigarane Jiwa (belahan jiwa), pabila saya tidak diperkenankan urun rembug, lebih baik saya dipulangkan saja ke Mandaraka”

“Okeee ... saya tidak keberatan ! Kapan ?!”

“Daripada melihat runtuhnya negara Astina akibat angkara murka paduka, sekarang juga lebih baik segera pulangkan saya ke Mandaraka !.”

Dhadha muntab lir kinetab, 
duka yayah sinipi, 
jaja bang mawingo wingo 
oooo …. 
Netro kocak ngondar-andir 
Idepnya mangala cakra 
wadananira mbranang 
eee

Dada serasa ditebah mekar, 
amarah tersulut berkobar, 
napsu bangkit membakar,
mata melebar menebar ancaman,
alis mengkerut nafsu ikut,
wajah memerah marah.

“Kamu nantang ?!”

Dan .... kembali Banuwati larut dalam kejadian yang entah berapa kali telah berulang. Banuwati telah mengerti apa yang tengah berkecamuk dalam dada suaminya. Banuwati telah faham betul bagaimana sebenarnya sikap Duryudana kepada dirinya. Telah dilihatnya sinar mata cemas yang terbaca dari mata suaminya, padahal sebelumnya kentara begitu merah mengabarkan amarah. Meskipun kata katanya masih keras dan slalu berseberangan namun sedikit nada kekawatiran telah cukup bagi Banuwati mengambil keputusan untuk melanjutkan ‘drama’ penuh kepura puraan ini.

“Bukankan Paduka sudah merelakan saya untuk kembali ke Mandaraka ?!”

“Okeee .... saya malu kalau tidak menuruti apa kemauanmu. Dulu saya minta baik-baik, sekarangpun akan saya pasrahkan juga dengan baik baik”

“Baiklah, saya mohon pamit, Sinuwun”

Banuwati membalikan badannya dan melangkah menuju gapura taman. Namun, secepat kilat Duryudana telah meloncat dan berdiri menghalangi jalan Banuwati

“Kowe arep nyang endi ! Kamu mau pergi kemana ?!

“Sudah ... tidak perlu lagi ditanya !”

“Dinda jangan begitu ... ojo mungkur ... jangan membelakangi Kanda begitu. Aku sangat berkuasa di Hastina ini, apapun masalahnya dapat aku selesaikan dengan cepat. Namun kalau menghadapi masalah seperti ini, jagad ini seakan gonjing, dunia gelap seperti tidak ada sinar meneranginya. Semua orang di dunia ini kisruh, nggak ada yang bener, tidak ada yang bener !!! Ada orang dimarahi istri kok nggak ada yang membantu. Penjaga gerbang taman tidak ada yang berani mengingatkan kanjeng ratu. Heeh ... kalian sedang apa di sana !?”

Dan kemarahan Sang Kurupati beralih kepada orang-orang disekitarnya. Dengan ketakutan penjaga gerbang menyembah seraya menjawab gemetar

“Ham ... ham .. hamba di sini, Sinuwun. Hamba sudah sedari kemarin berjaga disini !”

“Kalian tahu kalau aku bertengkar, gustimu mau pergi dari sini kok tidak dihalangi !!! Tak tendang kamu !!! Cepat kembali ke tempatmu !”

Sasaran kemarahan beralih kepada yang lain. Si juru taman sudah ndeprok bersimpuh, badannya seakan menyusut karena ketakutan, wajahnya ditundukan dalam dalam tidak berani menengadah

“Siapa kamu ?”

“Kula truna semi, juru taman, Sinuwun”

“Kerjaanmu apa ?”

“Di taman ini hamba berkewajiban menyirami dan menyiangi bunga bunga agar selalu tampak indah, segar dan mengeluarkan harum mewangi, Sinuwun”

“Tidak perlu ! Semua kembang tidak berguna disini ... kalau perlu aku injak injak nanti ! Kamu goblog ya, ada kejadian seperti ini malah berdiam diri saja. Kamu senang ya kalau nDaramu ini ditinggal sama kanjeng ratu Banuwati !”

Dan tanpa menunggu jawaban juru taman, Duryudana kembali mencari sasaran pelampiasan kemarahan dan ketidakberdayaannya

“Siapa ini ?”

“Saya wartawan infotainment, Sinuwun ?”

“Apa kerjaanmu ?”

“Meliput, Sinuwun .. “

“Wo … keparat … kurang ajar kamu … orang lagi geger begini kok diliput … ini bukan persidangan terbuka kayak MKD itu ya .... awas ati ati nanti tak bredel stasiun mu. Dari mana kamu ?”

“Metruk Tipi, Sinuwun”

“Cepat, Minggat !!!!”

Terbirit-birit sang wartawan dan crew nya meninggalkan taman Kadilengeng

“Dinda ... Kanjeng ratu”
“Heeemmmm ... sudah selesai marah marahnya !?”
“Kanjeng ratu ....

You've been on my mind

I grow fonder every day,

Lose myself in time

Just thinking of your face

God only knows

Why it's taken me so long

To let my doubts go

You're the only one that I want

 

I don't know why I'm scared, I've been here before

Every feeling, every word, I've imagined it all,

You never know if you never try

To forgive your past and simply be mine

 

I dare you to let me be your, your one and only

Promise I'm worthy to hold in your arms

So come on and give me the chance

To prove that I'm the one who can

Walk that mile until the end starts”

“Nembang tidak becus saja kok dipamerkan, emangnya ngerti artinya lagu Adele itu, terus apa mau Paduka sekarang !?”

(Dilanjutkan ke Bag 4)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun