Dan hati Hesty lega, ketika istri Pak Bermawi mengatakan; “Soal uang muka rumahmu itu . . . tidak perlu buru-buru kamu kembalikan. Tenangkanlah dulu pikiran dan jaga kesehatanmu . . .” begitu sejuk kata-kata itu dalam hatinya. Dalam diri perempuan, di samping ada sisi kekurangan, ternyata banyak pula kelebihannya. Demikian Hesty melihat istri Pak Bermawi.
Mesin mobil sudah dihidupkan Mang Kardi. Hesty dan putrinya, Ratri, baru saja masuk ke jok belakang. Ketika Nana menutupkan pintu mobil untuk mereka, saat itu pula tiba-tiba muncul sebuah mobil sedan khas kepolisian. Tentu saja Hesty kaget, ada gerangan apa ini?
Dua orang polisi turun dari mobil itu, berpakaian lengkap kedinasan. Lalu disusul, keluar lagi dua pria berpakaian publik. Dari dalam mobil Hesty mengawasi, ia belum keluar. Kedua polisi tadi mendekati Nana. Setelah itu, Nana sedikit bergegas mendekati Hesty, yang masih di dalam mobil. Rupanya memang Hesty-lah yang ingin mereka temui.
Hesty lalu keluar dari mobil. Betapa kagetnya ia, salah seorang pria yang berpakaian publik tadi, tidak lain dan tidak bukan adalah mantan majikannya, yaitu Mulyadi,MBA. Cepat ia membuang muka, dan berusaha menyembunyikan perasaannya, seolah ia tidak mengenal pria yang pernah menyakiti hatinya itu. Wajah Mulyadi tampak lesu dan sulit sekali mendongakkan wajahnya. Seolah tulang penghubung tengkoraknya patah. Ada apa ini, bisiknya dalam hati. Mengapa polisi membawa pria brengsek ini?
“Bu Hesty, kami datang kemari ingin konfirmasi . . . “ salah seorang anggota polisi itu membuka pembicaraan.
“Iya, Pak, ada apa Pak?” Tanya Hesty setengah heran.
“Apa betul Bu Hesty kenal dengan Bapak ini?” polisi menunjuk Mulyadi di sampingnya. Hesty menoleh sejenak ke arah Mulyadi, dengan ekspresi tidak tahu sama sekali. Berhasil sekali ia memainkan perannya di hadapan dua orang berseragam polisi itu. Mulyadi terpojok. Tak sepatah pun kata yang keluar dari mulutnya.
“Tidak, Pak! Kenapa Pak?” Rasa heran Hesty bertambah-tambah. Lalu polisi menceritakan kepadanya, bahwa kasus tabrak lari yang menimpa Edo itu adalah sopirnya Mulyadi, yang kini sedang ditahan oleh pihak kepolisian. Takjim Hesty mendengar polisi tersebut.
Seingatnya, Mulyadi tidak memiliki sopir, ia sendirilah yang selalu menyetir kemana-mana. Ia yakin hari itu, Mulyadi sengaja menyewa seseorang untuk menabrak suaminya. Alangkah kejamnya pria ini, pikirnya. Mulyadi pasti berharap dengan tewasnya Edo dalam ‘kecelakaan’ itu, lalu Hesty akan sekonyong-konyong menyerahkan hidup dan nasibnya pada Mulyadi. Mantan majikannya itu tidak menyadari, bahwa perbuatannya konyol, melanggar hukum, dan itu teramat sulit dimaafkan.
Setelah mendengar cerita polisi itu, tiba-tiba Hesty merasa mual, dan hampir saja seluruh isi lambungnya ia muntahkan ke hadapan Mulyadi.
“Maksud kedatangan Pak Mulyadi ini, pertama ingin meminta maaf secara pribadi kepada Bu Hesty. Kemudian Beliau ingin sekedar menyumbang dana bantuan atas terjadinya musibah itu” sambung polisi itu lagi.