“Oke Dok, terima kasih atas waktunya.” Nada Hesty cemas.
Seketika sekujur tubuh Hesty lemas. Ia merasakan seolah seluruh dagingnya lepas dari struktur kerangka tulangnya. Sampai tengah malam ia tidak bisa tidur. Ia memutar ulang kejadian tadi pagi yang dilakoni Edo dan perangai aneh putri mungilnya itu. Adakah itu suatu ‘gejala’, gumam hatinya.
Tak lama kemudian ponselnya berdering. Dilihatnya sejenak, sebuah nomor tanpa nama. Gugup sekali ia menatapnya. Dadanya naik-turun. Diangkatnya HP-nya itu dengan keraguan, dan penuh tanya. Lalu ditempelkannya di kuping kirinya.
“Halo . . halo . . . apa ini Ibu Hesty, istrinya Pak Edo!?”
“Ya . . . betul, a . a ..da apa dengan Edo, Pak?” Hesty gugup dan cemas.
“Kami dari pihak rumah sakit ‘SM’ . . . segera datang, kami tunggu!”
Percakapan itu singkat sekali, namun telah mampu menggetarkan seluruh komponen dan instrumen jiwa-raganya. Hesty dilanda kepanikan luar biasa.
Bergegas Hesty keluar rumah, berlari ke rumah Bi Irah meminta Beliau menemani Ratri yang sedang tertidur pulas dalam kamarnya. Lalu ia menguhubungi Nana via ponselnya. Agak lama ia menunggu respon Nana. Perasaan was-was berkecamuk dalam dirinya. Nana dimintanya untuk menghubungi taksi langgananan mereka, dan Hesty minta langsung dijemput di kediamannya. Tak lama menunggu, kira-kira setengah jam, taksi itu pun datang. Tanpa dimintanya, rupannya Nana sudah berada dalam taksi itu untuk mendampinginya ke rumah sakit.
Dalam taksi Hesty diam membisu. Pikirannya berkecamuk. Nana sesekali menguap, masih mengantuk. Penunjuk waktu yang ada di dashboard taksi menunjukkan angka 02:36. Bermacam bayangan dan dugaan muncul tentang Edo. Kecepatan taksi terbilang cepat, tapi Hesty tampak semakin gelisah, seolah taksi yang ditumpanginya jalan di tempat.
“Masih jauh . . . Bang?!” Suara Hesty gemetar. Spontan ia menyapa sang sopir, yang sedang berkonsentrasi penuh meluncurkan mobil dengan menambah kecepatan. Tiang-tiang listrik penyangga lampu jalanan seolah mengejar-ngejar mobil yang mereka tumpangi itu dari depan. Cepat sekali, jika ditoleh ke arah samping.
Bermacam bayangan berseliweran dalam rongga kepalanya. Terutama sejauhmana kondisi Edo di rumah sakit itu. Peristiwa apa gerangan yang menimpa suaminya? Sejak pagi Hesty menangkap kesan, bahwa suaminya semakin ganjil saja sikap tindaknya. Bahkan ia bukan lagi melihat Edo yang sesungguhnya, melainkan Edo yang lain, Edo yang berbeda. Adakah ini suatu tanda . . . . sesuatu akan terjadi, ternyata benar!