Agama memang dapat berperan sebagai dasar dalam membentuk sistem ekonomi dalam konteks tertentu, terutama dalam kerangka moral dan etika yang ada dalam ajaran agama tersebut. Banyak agama memiliki ajaran yang mengatur tentang bagaimana manusia seharusnya berinteraksi dalam urusan ekonomi, seperti bertransaksi secara adil, memberi zakat, dan melarang praktik-praktik yang dianggap merugikan atau tidak etis seperti riba.
Namun, dalam konteks sistem ekonomi dalam ilmu ekonomi, yang umumnya didasarkan pada prinsip-prinsip seperti efisiensi, produksi, distribusi, dan konsumsi, agama tidak selalu menjadi dasar utama. Ilmu ekonomi lebih fokus pada teori dan analisis berdasarkan data dan model matematis untuk memahami alokasi sumber daya yang terbatas. Sistem ekonomi yang dikenal seperti kapitalisme, sosialisme, atau ekonomi campuran, lebih banyak dibangun di atas pemikiran filosofis dan kebijakan praktis yang bukan semata-mata berbasis agama.
Meskipun begitu, beberapa negara atau komunitas mungkin mengadopsi sistem ekonomi yang dipengaruhi oleh nilai-nilai agama mereka. Misalnya, negara dengan mayoritas Muslim, seperti Indonesia, memiliki sistem ekonomi yang mengintegrasikan prinsip-prinsip syariah dalam beberapa aspek ekonomi, seperti bank syariah dan larangan riba. Demikian juga, ajaran agama-agama lain mungkin memiliki pengaruh terhadap kebijakan ekonomi dalam skala tertentu.
Jadi, meskipun agama dapat memberikan panduan moral dan etika yang dapat memengaruhi kebijakan ekonomi, penerapan agama sebagai dasar sistem ekonomi dalam ilmu ekonomi lebih kompleks dan bergantung pada berbagai faktor budaya, sosial, dan politik yang
 ada.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI