Bagi saya, tentu saja mendapatkan konsep 6 bab awal dalam novel merupakan sesuatu yang menggembirakan. Setelah berpikir keras selama beberapa waktu: berkutat dengan genre, memikirkan plot, siapa tokoh ceritanya, setting lokasi dan lain sebagainya, akhirnya tanggal mengeksekusinya menjadi tulisan telah tiba. Enam konsep awal akan menjadi penentu yang membuat pembaca suka atau tidak suka dengan novel yang saya tulis.
Biasanya pembaca novel akan melanjutkan membaca ketika mendapatkan kesan "bagus" setelah membaca bab-bab awal. Paling krusial sebenarnya adalah bab satu sampai tiga saja. bukan sampai bab enam. Hanya saja bagi saya bab satu hingga enam merupakan perpaduan yang konsepnya tidak dapat dipisah.
Hari ini Taqin bersyukur telah mendapatkan enam konsep untuk bab awal di novel yang akan publish bulan depan. Sekalipun sebenarnya fakta buruknya: kadang setelah mendapatkan enam bab awal ini Taqin tidak mengeksekusinya, melainkan lupa, lalu keesokan harinya mencari konsep lagi untuk enam bab awal. Aduh!
Namun meskipun demikian, Taqin bersyukur karena kali ini telah mendapatkan enam bab awal. Sekaligus sebagai pengingat apabila Taqin telah mendapatkan bab awal ini (Taqin mencatatnya di daily gratitude). Masih ada banyak bagian yang bisa dipikir dan membuat bingung, jadinya Taqin lebih baik menyudahi merenung menemukan enam bab awal lagi. Hehehe.
Semoga saja besok sudah bisa menemukan dan mulai menulis 6 bab setelah 6 bab. Hihihi. Pasti bakalan mendebarkan novel yang Taqin tulis ini. Mendebarkan karena penulisnya sendiri masih asal-asalan menulis ekekeke. Parah.
Bukan bermaksud untuk tidak menghormati pembaca dengan menulis secara serampangan dan tidak serius. Ya! Melainkan Taqin melakukan ini dengan sangat serius hingga menulisnya terkesan serampangan. Eh kok bisa? Bisa dong. Hal ini karena keahlian menuli novel yang dimiliki Taqin belum seberapa. Sehingga standar yang dimiliki Taqin mengenai tulisannya sangat rendah.
Oh tidak. Jangan menyamakan standar tulisan Taqin dengan penulis yang sudah terkenal dan dengan pemasukan bejubun juta per bulannya. Sangat amat jauh perbedaannya. Bisa-bisa membandingkan Taqin dengan dia hanya akan membuat ikatan pertemanan kamu dan Taqin goyah, atau bahkan putus.
Maka dari itu, karena kemampuan menulis Taqin belum banyak, akhirnya Taqin menulis sebisanya. Sesuai kapasitas yang dimiliki Taqin. Contoh sederhananya seperti seorang anak kecil yang masih SD mengerjakan soal mahasiswa semester tiga. Bagaimana hasilnya? Atau bisa juga dengan perumpamaan siswa kelas lima SD bertanding sepak bola dengan timnas Indonesia usia 19. Aduh. Pasti kalah bukan?
Jadi, begitulah. Taqin adalah orang yang berusaha menjadi penulis amatir (mencintai kegiatan menulis). Sehingga dalam menulis novel yang terasa bukanlah beban akan target kata yang harus ditulis. Melainkan merasa tidak sabar untuk  bisa menulis setiap hari. Masa bodoh dengan hasil tulisan apakah bagus atau buruk. Penting ya menulis saja tanpa memikirkan hal-hal yang tidak perlu.
Kali ini akhirnya Taqin mampu menulis konsep enam bab awal dalam novel. sekalipun konsep, rasanya sangat menegangkan loh. Dan kalau kamu juga penulis, mungkin kamu bisa menjelaskan kenapa setiap setelah menulis konsep dan tiba saatnya menulis, rasanya selalu menegangkan gitu? Semacam perasaan di saat mau ujian nasional.
Selain itu rasa menegangkan juga bakalan datang lagi nanti, saat menulis dan sempat bingung untuk memikirkan "ini pantas apa engak ya, untuk ceritanya" atau "ini kalau dibaca orang nanti bagaimana ya responnya?" hehehe.
Itulah, rasa menegangkan masih ada lagi setelah menulis konsep enam bab awal. Jadi, lanjut aja dulu. Sekian!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H