Hampir, aku sangat yakin jika kedua orang yang kusayangi hampir dibunuh mereka. salah seorang yang tadinya terlihat membawa pentungan kayu mengambil pisau dari motornya. Terlihat mengkilap dan tajam meski dari kejauhan. Orang itu mendekati Reezky dan Silvi yang sudah tidak berdaya. Bahkan sudah tidak bisa berdiri.
Namun pada saat itu juga terlihat dua mobil yang membuyarkan formasi musuh kami. Dan hanya dalam hitungan detik, sepuluh orang keluar dengan pistol di tangan. Polisi! Mobil polisi!
"Tolong kami. Tolong! Selamatkan mereka berdua!"
Semua musuh di dekat Reezky dan Silvi berhamburan ketakutan. Berlari ketakutan dengan berteriak-teriak sangat keras seperti ayam yang sedang dikejar anjing. Satu orang terlihat berusaha menyalakan motor untuk menyelamatkan diri. Tiga orang lainnya berlari ke arah hutan dan jurang.
"Diam di tempat! Jangan berlari!" Suara polisi bersahutan.
Ke empat orang yang menjadi musuh kami akhirnya dengan mudah dibekukan. Mendengar letupan pistol dan melihat salah seorang tertembak kakinya membuat mereka menyerah. Deru mesin motor sudah tidak terdengar lagi. Orang yang awalnya berlari akhirnya kembali dan menyerahkan diri dengan tangan terangkat. Hanya saja, hal itu tidak dilakukan lelaki yang tadi mendudukiku.
Sebilah pisau telah menempel di leherku.
"Biarkan aku pergi atau nyawa perempuan ini melayang!" teriaknya keras.
Dengan kasar dan juga tubuh gemetar, ia menyeretku menjauhi polisi. Nyalinya begitu tinggi.
Di antara musuh-musuh kami, orang yang menyandraku adalah yang paling cerdas. Dia tidak langsung lari saat polisi datang menyergap. Karena dia tahu jika lari tanpa mengancam adalah tindakan sia-sia. Polisi menggunakan pistol, dan pisau tidak mungkin menang jika harus melawannya langsung.
Namun tuhan berkata lain. pria yang menyandraku menjadi musuh pertama kami yang akhirnya tewas. lelaki itu hanya ceroboh beberapa detik saja, menjauhkan pisau dari leherku dan mengacungkannya pada polisi. Pada saat itu juga, dua peluru mengenainya dan disusul beberapa peluru lain.
Setelah sekian lama nyawa kami terancam, akhirnya kami bisa bebas.
"Nona Aery baik-baik saja? kami adalah suruhan Pak Alex bersama polisi. Maaf, kami sedikit terlambat."
Hampir saja nyawa kami melayang. Syukurlah.
"Tolong kami."
***
Pada akhirnya, kami harus menginap di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang intens. Luka-luka yang ada di tubuh diobati dengan baik. Meski rasa sakit tidak langsung bisa hilang. Namun kami sudah bisa bernapas dengan lega tanpa takut seperti sebelumnya.
"Bagaimana kamu bisa tahu kalau aku diculik Sil?"
"Aery bodoh!"
"Aku tidak bodoh, mereka yang bodoh menculikku!"
"Kamu bodoh. Datang ke acara wisuda tetapi kadomu tertinggal di tempat kos."
"Ya ampun. Tidak!"
"Hahaha. Aery bodoh."
"Hei. Kamu jangan ikut-ikutan membodohkan aku Reez! Kamu harus ada di pihakku!"
"Bodoh," ucap Silvi kedua kalinya.
"Tapi setidaknya kamu bisa memberikan kadonya padaku. Bila saat itu kamu membawa kadonya. Aku tidak akan mendapat hadiah wisuda darimu."
"Reezky benar. Berarti aku pintar karena meninggalkan kado itu di tempat kos," balasku gembira.
"Eh. Anu .... Kadonya hilang saat aku dan Reezky berusaha mencarimu setelah tahu lokasimu dari GPS. Saat itu kami berdua takut jika terjadi sesuatu padamu. Terlebih motormu tergeletak di pinggir jalan."
"Hah?"
"Aku belum sempat memberikan kadonya pada Reezky. Hehe."
"Silvi bodoh."
Aku, Reezky dan Silvi saling tertawa setelah mengetahui tindakan konyol yang telah kami lakukan. Selain itu setelah melewati peristiwa sulit ini, kami bertiga mendapatkan pelajaran jika hidup yang diberikan Tuhan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Kami bertiga akhirnya merayakan wisuda Reezky dengan cara foto bersama dan mengunggahnya ke media sosial. Tentu, dengan tulisan yang sangat panjang dan penuh perdebatan sebelum akhirnya konten kami berhasil dipublikasi.
Kami senang.
Setidaknya kami merasa bahagia masih bisa tertawa bersama-sama.
Sedangkan menganai bos penjahat yang berada di balik insiden ini akhirnya tertangkap. Dia adalah seorang pengusaha yang kalah bersaing dengan perusahaan yang dipimpin Alex, ayahku. Lalu menjadikanku untuk mengancam dan memberi tekanan pada ayah di perusahaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H