Sebulan setelah kejadian buruk yang menimpa kami, aku dan Lizz pergi ke tempat kelahiranku. Kediri. Di sebuah desa kecil dengan aroma tumbuhan yang masih tersebar di mana-mana. Di tempat ini, banyak pohon-pohon menjulang tinggi. Proses fotosintesis berada di setiap petak tanah, tidak seperti tempat kami sebelumnya yang panas dan pengap. Setidaknya di tempat ini, aku dan Lizzie  akan lebih sehat dan rileks karena menghidup oksigen yang masih bagus.
"Aku minta maaf, Sya. Apa yang telah kamu perjuangkan jadi sia-sia gara-gara aku bermasalah dengan Reza."
"Tidak perlu khawatir Lizz. Aku hanya kehilangan status mahasiswa dan pekerjaan. Masih banyak hal lain yang bisa aku lakukan dan kerjakan. Toh di sini internet lumayan cepat. Kelihatannya aku akan mencari kerja ke luar negeri saja, dari sini. Haha. Seseorang memberitahuku jika kita bisa mendapat gaji tinggi meski bekerja dari desa."
"Hahaha. Seperti yang dikatakan kakakmu."
"Hahaha. Hebat bukan!"
"Sangat hebat. Aku salut, karena kamu kuat melawan ancaman Reza. Kamu tetap melawannya meski taruhannya sangat besar."
"Mengancam orang sepertiku tidak ada gunanya, Lizz. Toh akhirnya dia dipenjara meskipun kita tidak bisa meneruskan pendidikan dan pekerjaan di sana. Ingat, di sana!"
"Ya!"
"Kalian sedang di sini rupanya." Kakakku datang, mempersilahkan Lizz untuk melihat-lihat kamar yang nantinya akan ditempati. "Alisya, temani Lizzie. Jangan hanya bengong."
"Baik-baik."
Aku pun berjalan dengan Lizz, sambal memegangi tanganya berharap dia akan kuat menghadapi ujian hidupnya ke depan.
"Kamu tahu Sya, aku bersyukur kamu mau menerimaku setelah masalahku dengan Reza selesai. Kamu adalah malaikatku yang baik dari dulu sampai sekarang."
Sambal berjalan, aku memeluk tubuh Lizzie. Mendengarnya bercerita banyak hal dan mendengarnya bisa tertawa riang membuatku merasa lebih tenang.
Aku tahu, di antara kami justru Lizzie yang sebenarnya memiliki beban lebih berat. Bebanku tidak seberapa. Menentang Reza hanya membuatku kehilangan status mahasiswa dan pekerjaan yang masih bisa dicari. Namun Lizzie. Dia harus mengurus anak di usianya yang seharusnya masih bisa digunakan untuk hal lain.
"Aku bersyukur kamu dan keluargamu mau menerimaku. Aku masih takut untuk  pulang dengan keadaan seperti ini. Aku malu."
"Setidaknya, kamu bisa menenangkan pikiran di sini lebih dulu. Sambil mencari jalan keluar. Aku yakin, semua pasti ada jalan keluarnya."
"Terima kasih."
Di antara banyaknya masalah di dunia ini. Ujian terbesar kehidupan adalah menerima keadaan buruk yang datang dari orang lain. Kita tidak berbuat salah. Tapi kita harus menyelesaikan permasalahan yang telah dimulai orang lain.
Namun aku sangat yakin jika badai pasti berlalu. Masalah akan selesai. Karena ada banyak orang baik di sekitar kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H