"Bosen, bosen, bosen di kos terus. Ayolah Lizz, kita harus jalan-jalan ke luar."
"Tidak harus."
"Ayo dong, kita belanja-belanja biar pikiran tenang. Aku setiap hari sudah bekerja. Masak malam minggu hanya di rumah."
"Makasih. Tidak, aku harus kerjakan tugas kuliah."
"Dasar Lizz, akhir-akhir ini jarang mau diajak keluar."
Lizz diam saja tak menjawab dan hanya bersikap cuek.
"Ayolah, Lizz."
"Kamu sibuk bekerja bukan untuk menghabiskan uangmu dengan cepat."
"Tapi bosan di kos terus pas libur."
"Tidak."
Masih muda tapi jarang keluar. Mau bagaimana hidupku nanti. Lizzie!
"Ayo kita nonton?"
"Tidak mau."
"Aku yang bayarkan!"
"Tidak."
"Aku belikan sate ayam kalo kamu mau keluar bersama."
"Boleh."
"Aku belikan ... eh. Beneran? Akhirnya kamu mau diajak. Dasar perempuan perut kosong."
"Kamu yang mengajakku. Kenapa kamu yang marah-marah. Kamu harus berterima kasih."
"Tidak, bercanda. Lizz baik hati. Yes ...."
Tidak lama kemudian kami telah berada di bioskop untuk nonton film horror. Sebuah cerita tentang perempuan desa yang cantik, namun menerima kutukan dari leluhurnya dari tempat lahir. Perempuan itu sering dihantui mimpi buruk bertemu dengan seorang laki-laki buruk rupa.
Saat nonton, kami tidak hanya berdua. Kebetulan bertemu Reza, pacarku. Aku dan Lizz tidak sengaja berpapasan lalu jalan bersama.
"Tapi Lizz. Bisakah kamu tidak mengabaikanku saat kita berjalan bersama? Kamu juga, Reza! Kita jalan bertiga tapi kalian berdua sama sekali tidak membuat topik percakapan. Malah saling memalingkan wajah sejak tadi!"
"Aku sudah kenyang. Kapan kita balik ke kos Sya?" ucap Lizzie tak menghiraukan kekesalanku, dan tanpa memandangku.
"Bahkan sejak tadi sebelum nonton kamu sudah mengajak pulang!"
"Jadi setelah ini kita balik ke kos?"
"Tidak!" balasku kesal.
Dan Lizz pergi ke toilet untuk ketiga kalinya. Ia segera pergi dengan ekspresi seperti wajahku saat buang hajat. Sambil kedua tangannya memegang perutnya yang terlihat kesakitan. Sebenarnya aku juga kasihan kepadanya.
"Kamu tidak apa-apa Lizz?"
"Aku rasa sedang sakit perut." Jawabnya setelah kembali dari toilet.
"Kelihatannya kita memang harus pulang."
"Ya, kita harus pulang Sya. Aku sudah tidak betah lagi."
Sambil berjalan ke kos. Aku menanyakan keadaannya. Apakah dia sakit. Apakah perlu membawanya ke rumah sakit. Namun Lizz berkata baik-baik saja.
Tentu saja, aku curiga dan tidak percaya kepadanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H