Mohon tunggu...
Khoirul Muttaqin
Khoirul Muttaqin Mohon Tunggu... Wiraswasta - IG: @bukutaqin

Halo 🙌 Semoga tulisan-tulisan di sini cukup bagus untuk kamu, yaa 😘🤗

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Orang Gila di Tempat Kos!

6 Juni 2022   19:39 Diperbarui: 6 Juni 2022   19:41 743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang setuju pulang ke kos itu menyebalkan? Setelah capek bekerja paruh waktu, harus mengalah pada orang sekamar untuk bekerja lagi mengurus ruangan. Aku kesal. 

Apalagi di kamar pasti banyak sampah. Biasanya dia menungguku membersihkannya. Menungguku! Botol minumal, kemasan keripik kentang, sobekan kertas, barang-barang yang berceceran, debu-debu dan lainnya. Andai saja teman sekamarku orang rajin.

"Aku pulang ...!" ucapku bersemangat sambil membuka pintu.

"Hai Sya ..., selamat pulang," balas Lizz yang terlihat duduk dengan laptopnya.

Lizz adalah satu-satunya orang yang sejak semester awal kuliah ngekost satu kamar denganku.

"Aku senang kamu pulang, aku juga tahu kamu capek. Tapi mumpung kamu masih berdiri di sana, bisakah kamu membuang sampah-sampah itu, Sya?"

"Wait, tunggu. Apa? Kenapa kamu tiba-tiba menjadi pemerintah Lizz?"

"Please, Sya," ucapnya memelas. "Aku ada masalah dengan bau sampah," imbuhnya berucap.

"Ya ampun padahal aku sudah berkeringat gara-gara kepanasan, lalu kamu dengan enteng menyuruhku? Lihat ini, kulitku, Lizz!. Ketekku juga basah. Aku ingin mandi! Kalau kamu ada masalah dengan sampah, harusnya kamu membuangnya jauh-jauh!"

"Hati-hati, ada ingusku di sampah, tapi aku sudah berusaha menyelipkannya di bagian yang dalam," balas Lizz tidak merespon perkataanku.

Sejenak aku menatapnya dan melihat tempat sampah kami. "Baiklah, ini lebih baik daripada biasanya. Sampah-sampah telah tertata rapi di pojok ruangan."

"Ya! Aku semakin rajin bukan?" Ia menunjukkan wajah kekanak-kanakan miliknya.

"Tapi setidaknya kamu harus melihat antingku lebih dulu. Aku barusaja membelinya dan sengaja ingin pamer kepadamu Lizz."

"Iya? Benarkah anting baru? Lucunya ..., tapi kamu sudah beli vitamin rambut juga?" Ia terlihat menatapku dengan, tulus.

"Oh tidak, aku lupa."

"Apa?!" Tatapannya mendadak menakutkan buatku.

"Segera kubersihkan sampahnya nona, saya sedang sibuk. Maaf, aku tidak bisa diajak bicara. Ingin segera menyelesaikannya dan mandi dan tidur. Aku sangat capek." Tingkahku berlagak buru-buru karena aku lupa untuk beli vitamin.

Lizz diam beberapa saat, lalu berkata, "baiklah."

Lizz tidak marah? Syukurlah. Aku sudah lupa membelikan vitamin tiga kali. Aduh.

Kuraih lima kantong plastik sampah yang rapi di pojok kamar. Tempat pembuangannya tidak jauh, meski tidak pula bersih. Berada di depan rumah kos kami. Anak-anak lain juga membuang sampahnya di sana. Hanya saja ada sedikit hal yang mencurigakan saat aku keluar dari kamar dan melewati lorong rumah.

Kanan kiriku adalah pintu kamar kos lain. Sedangkan seorang perempuan menatapku dari depan salah satu kamar, berdiri dengan sorot mata yang aneh. Aku berusaha melewatinya karena perempuan itu hanya diam. Namun ia terlihat berusaha mendekat ketika jarak kami tinggal enam langkah.

Bukankah tadi lorong ini sepi? Pikirku sejenak.

"Ya?" kataku berusaha memahami maksudnya.

Tapi dia tetap tidak bersuara. Pandangannya semakin lekat denganku. Sedangkan aku tidak bisa mundur lagi.

Sepertinya masih penasaran denganku. Entah apa yang dirasakan karena tatapannya terus ke arahku. Meski membuat risih, kulangkahkan kaki berusaha mengabaikannya dan tetap bersikap sopan. Siapa tahu dia anak pemilik kos bukan? Meski aku juga tidak yakin dengan hal ini.

Perempuan asing itu semakin mendekat. Sorot matanya kini berpindah perlahan dari wajahku ... menuju antingku? Lalu ke tubuhku? Kini gerakannya membuatku agak was-was. Apakah perempuan ini orang baik?

"Permisi? Numpang lewat."

Tidak lama kemudian ia meraih tangan kiriku yang sedang membawa sampah. Reflek, aku menjatuhkan kantong plastik karena tanganku ditarik olehnya. Dielus-elus. Lalu sepersekian detik kemudian raut wajahnya berubah menyebalkan saat aku menatapnya, dia terlihat antusias padaku, tapi anehnya jemariku ditarik dan dimasukkan ke dalam mulutnya hingga kulitku terasa basah. Ia mempermainkan empat jariku persis seperti memakan es krim.

"Apa yang kamu lakukan?! Hei?! Pergi kamu! Jijik!" Aku syok. Mulutku berteriak keras dengan spontan bersamaan dengan menarik tanganku kasar. Dalam situasi seperti ini, hanya rasa takut yang aku miliki.

"Perempuan aneh! Lizz ...! Tolong ...! Tolong aku ...!" Tak peduli lagi dengan sampah, aku lari ke kamar sambil merasa jijik pada jemariku sendiri. Tanganku menjijikkan! ludah? Hah? Tidak! Seolah air liur menjijikkan perempuan itu masih menempel pada jemariku dan tak bisa lepas. Aku berusaha mengelapnya sambil berlari, sambil ketakutan dan sambil merasa jijik. Semua terjadi dalam satu waktu.

Masih sambil berlari menuju kamar, aku menggosok-gosokkan jemariku ke baju, celana, menggosok jemariku ke sepatu, apapun! Berharap liur kotor di tangan ini segera hilang. Perasaan tidak enak benar-benar menghantuiku.

"Ada apa?! Ada apa Sya?!"

"Orang aneh! Ada orang aneh di luar! Menakutkan! Menjijikkan! Usir dia Lizz!"

Buru-buru kunyalakan keran di toilet untuk membersihkan tangan. Kutuangkan sabun lebih banyak daripada biasanya. Kubilas lagi. Kupandangi jariku dengan rasa was-was yang masih menghantui. Kubilas lagi. Setelah merasa sudah bersih seperti semula. Aku termenung di balik selimut sambil sebal dan khawatir.

"Ya ampun kamu telah bertemu orang gila Sya! perempuan itu berbuat apa kepadamu Sya? Kamu diapakan oleh dia?" ucap Lizz dari pintu kamar. Sambil kepalanya mengintip luar ruangan. Aku hanya bisa melihat punggung dan bokongnya dari balik selimut.

"Apa?! Orang itu memang gila?! Pantas saja perilakunya aneh!"

"Hahaha, akhirnya kamu menjadi korbannya Sya! Alisya menjadi korban orang gila. Haha."

"Diam kamu Lizz. Jahat!"

"Hahaha."

Suara tawa Lizz membuatku semakin kesal. "Menyebalkan! Menjijikkan! Kamu harus segera mengusirnya Lizz."

Pikiranku terus saja dihantui perempuan gila yang menjijikkan itu.

"Yes! Akhirnya tidak hanya aku saja yang menjadi korban. Hahaha!"

"Apa maksud kamu Lizz?"

"Ya."

"Kamu juga pernah?"

Dan dia membalas pertanyaanku dengan terkekeh-kekeh isyarat: iya.

"Tapi kamu tenang saja Sya, kakak perempuannya  pasti segera ke sini dan mengajaknya pulang. Kakaknya orang baik yang akan meminta maaf atas perbuatan adiknya dan jika perlu menjelaskan alasan kenapa adiknya gila, juga alasan adiknya bisa sampai ke sini."

"Memang kenapa perempuan itu bisa gila?"

"Diperkosa."

"Ya Tuhan."

"Apakah ada hubungan antara alat tes hamil di tempat sampat kemarin lusa dengan perempuan gila itu?"

"Entahlah. Yang jelas dia sudah lama gila."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun