"Bukankah Papa dikhianati?"
"Hmm ..., ya. Oleh teman sendiri. Tapi seperti inilah kehidupan. Kadang berjalan tidak seperti harapan. Namun daripada Papa sedih. Papa dan Mama mencari solusi lain agar kita tetap bisa makan," kata Papa. Sambil menunjukkan senyumnya.
Entah mengapa, perasaanku terasa hangat mendengar kata-kata Papa. Aku tidak paham apa maksudnya. Tapi yang jelas, Papa pasti melakukan hal yang benar. Aku memeluknya semakin erat.Â
"Kamu kenapa? Shelly?" Suara Papa terdengar, setelah aku melingkarkan tangan ke tubuhnya.
"Shelly sedang sedih. Temannya baru meninggal, Pa. Clara, yang biasa main ke rumah kita. Masak Papa lupa," kata Mama.
Aku tetap diam dan hanya memeluk Papa. Membiarkan tubuhku hangat oleh semangat yang dimiliki Papa menjalani hidup.
Permukaan tangannya mengelus-elus rambutku. Sambil sikunya berusaha memeluk punggungku.
"Ya ..., Papa tahu. Semoga Clara tenang di alam sana. Dan dia pasti berharap Shelly kuat menjalani cobaan ini," ucapan Papa terdengar menenangkan. "Kamu pasti kuat, Shelly sayang," tambahnya.
Dan Mama ikut memelukku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H