Jangan membayangkan jika cerita yang dilakukan Dewi begitu runut. Pada faktanya di saat Dewi bercerita, banyak dari bagian cerita yang kurang dia ingat. Membuatnya bercerita dengan lompat-lompat antara satu bagian dengan bagian yang lain.
Bahkan beberapa kali Leny dan kami yang lain harus mengingatkan Dewi sejauh apa yang telah diceritakan.Â
Namun bagaimanapun, Dewi telah membuat kegiatan malam ini bisa berjalan dengan baik. Karena kesediaannya untuk berbagai informasi yang sudah ia baca.
"Aku ingin curhat," kata Dewi selepas cerita dan pada sesi diskusi.
Ia berpendapat apabila buku Perempuan di Titik Nol menjadi buku yang mempengaruhinya. Cerita yang disajikan memberikan perspektif lain daripada cara berpikir sebelumnya. Bahkan ia juga mengaku apabila sudut pandangnya pada pelacur telah berubah.
Dari titik ini, obrolan kami mengalir apa adanya. Beberapa di antara kami bertanya. Beberapa di antara kami berpendapat, dan beberapa di antata kami menyimak. Ya, ada juga yang sambil makan camilan dan menghisap rokok.
Saat satu teman sedang berbicara dan berpendapat, yang lainnya di antara kami berusaha menghormati dengan cara mendengarkan. Lalu menanggapi setelahnya agar pertanyaan yang ada di kepala bisa terjawab.
Elly bertanya, "Kenapa Firdaus tidak sadar pas dilecehkan pamannya. Bisa-bisanya dia tidak tahu kalau kelakuan pamannya itu bejat? Bukankah dia juga bersekolah?"
Dewi menjawab setelahnya, pun begitu pula yang lain. Kami saling lempar pendapat. Obrolan terus bergulir dan mengalir begitu saja. Dari peristiwa satu ke peristiwa yang lain. Dari cerita satu ke cerita yang lain. Dari pendapat satu ke pendapat yang lain secara bergantian dengan tetap merujuk tema yang telah dibawakan: buku Perempuan di Titik Nol.
Ada banyak hal yang kami peroleh pada malam ini. Banyak wawasan dan sudut pandang baru yang kami dapatkan. Banyak juga cerita-cerita yang terlihat tidak masuk akal namun hal itu terjadi di kehidupan nyata.Â