Walaupun memang, sih. Buku ini terlihat menarik jika dilihat secara berjarak (saat saya belum punya). Apalagi foto dan ulasannya sering berseliweran di Instagram. Entah dari akun penerbitnya sendiri maupun akun-akun teman saya.
Lantas setelahnya, lingkaran setan pembaca buku dimulai. Saya menjadi semakin tertarik dan ingin mengangkut buku ini cepat-cepat. Dan setelah buku ini datang (setelah menunggu dalam penasaran agak lama), yeay! Teman saya yang lainnya mencolek Instagram. Dia bertanya pada saya,
"Buku ini bagus apa nggak? Aku pengen beli juga," katanya.
Sontak, saya merasa jadi orang yang paling beruntung karena memiliki buku ini terlebih dulu daripada dia. Hahaha. Rasa sombong dan angkuh pun muncul, dan keinginan menyelesaikan buku ini timbul dalam waktu yang signifikan. Bahkan, saya ingin sekali berteriak dalam canda dan tawa saking senangnya,
"Pembaca terakhir buku ini adalah telur busuuuuk...!! Hahaha"
2. Pengalaman membaca
Awalnya saya ingin berkata apabila membaca buku ini: menyenangkan atau tidak menyenangkan. Lalu saya beri alasan kenapa saya berpendapat seperti itu. Cukup simple dituliskan lah ya, bagi orang yang malas menulis. Namun urung, agaknya saya lebih memilih menjelaskannya lebih rinci. Agar kalian sedikit paham mengenai apa yang saya rasakan sepanjang membaca karya Wafi Hakim satu ini.
Agar juga, setelah saya rajin berbagi cerita mengenai pengalaman membaca, kita bisa menjadi reading buddy barangkali.Â
Ehm. Jadi awalnya membaca buku ini saya dibuat bingung tidak karuan. Padahal saya sudah membaca pengantar buku ini tuntas. Tapi tetap saja bingung saya rasakan dan terus bertanya-tanya bagaimana memahami isi dari yang disampaikan oleh penulis. Hal seperti ini sejujurnya sering saya alami dan bisa dikatakan wajar.
Saya tetap melanjutkan membaca sedikit demi sedikit setiap malam menjelang tidur. Bertahap dan lembar demi lembar mulai saya lumat, lalu menyusul lembaran-lembaran lain di belakangnya.