Pada awal tahu jika Red Zone adalah buku sains fiksi. Saya senang, karena salah seorang pernah berkata jika "Indonesia bakal lebih 'maju' apabila buku-buku sains fiksi banyak ditulis oleh masyarakat kita". Tentunya dibarengi pula dengan dibaca oleh masyarakat kita.
Perlu saya batasi jika "sains fiksi" yang di sini merujuk pada labeling buku.
Sebelum memberi ulasan tentang buku. Gambaran seperti apa isi Red Zone terlebih saya berikan. Tentunya tidak akan banyak dan kalian yang belum membacanya tidak perlu khawatir.
Buku ini bercerita tentang sebuah perjalanan seorang laki-laki bernama Alan Runner. Pada awalnya ia hanya ingin pulang ke Philadelphia bertemu keluarga. Namun ada hal yang tidak beres terjadi. Tiba-tiba saja pesawat yang ia tumpangi berbalik arah.
Informasi-informasi lain mulai bermunculan seiring gangguan-gangguan juga datang tiba-tiba. Misalnya saja mengenai ponsel yang tiba-tiba tidak bisa ada sinyal. Lalu tentang pendaratan pesawat yang tidak sesuai tujuan. Juga, tiba-tiba banyak tenaga medis yang mengenakan hazmat saat mereka turun.
Dari sini, perjalanan Alan Runner dimulai.
Namun perlu diketahui apabila antagonis dari cerita ini adalah sebuah pandemi yang mematikan. Sehingga Alan Runner berupaya untuk menyelamatkan dirinya dan keluarganya. Musuh terbesarnya bukanlah manusia yang berwatak jahat atau manusia lainnya.
Deskripsi pribadi tentang Red Zone dalam tiga paragraf
1. Novel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Meski tokoh utama di sini adalah Alan Runner. Ada beberapa tokoh lagi yang akan menjadi temannya. Mereka ditemukan Alan dalam perjalanan. Namun perjalanan Alan bisa dikatakan tidak mudah. Dia berjalan menyusuri harapan tanpa petunjuk sama sekali.
2. Perjalanan untuk mencari jalan keluar agar tetap hidup. Karena novel ini menceritakan sebuah virus varian baru yang mematikan. Alan Runner mencari solusi agar terhindar virus tersebut. Apalagi keadaan yang serba bahaya akan membuat salah langkah sedikit saja, mendatangkan malaikat pencabut nyawa.
3. Kekuasaan terkadang memang seenaknya sendiri. Dalam cerita yang diberikan penulis, ada beberapa orang yang menggunakan kewenangannya dengan salah. Karena mereka tidak memedulikan rasa kemanusiaan.Â
Hal menarik
Saat penulis memasukkan ilmu pengetahuan mengenai biologi. Hal ini jarang dilakukan oleh buku-buku yang saya baca. Penulis memaparkan mengenai jenis-jenis virus dan beberapa hal menarik tentang biologi.Â
Tema yang diangkat juga termasuk menarik. Mengingat ide cerita yang ditawarkan terbilang segar. Berbeda daripada kebanyakan genre yang diambil oleh penulis-penulis indonesia pada umumnya. Keberanian penulis saya apresiasi.
Kritik dan saran
Saat membaca buku ini, saya sempat berhenti cukup lama sebelum akhirnya melanjutkan lagi. Saya vakum membacanya bahkah lebih dari tiga minggu. Ada semacam kesan yang kurang menyenangkan di lembar-lembar awal.
Misalnya saja mengenai gaya bahasa penulis yang terkesan menggurui sambutannya. Dilanjutkan dengan sudut pandang penceritaan yang kurang dikemas rapi. Penulis kurang menyembunyikan informasi yang memiliki potensi "menyita penasaran".
Sebuah cerita semacam ini, sebenarnya akan lebih menarik apabila banyak menampilkan aksi. Misalnya aksi tokoh utama menghadapi rintangan atau melawan tokoh lain. Sehingga akan membuat suasana lebih "menantang".
Refleksi
Cerita yang diberikan penulis dalam novel Red Zone ini, sebenarnya mirip dengan virus yang saat ini menyerang kita. Keduanya sama-sama berbahaya dan mematikan. Namun perbedaannya dalam novel, ada dramatisasi yang berlebihan (jika dihubungkan dengan realita). Namun dramatisasi itu bagus jika konteksnya berada di cerita fiksi.
Membaca buku ini membuat saya lebih memercayai diri sendiri dan ilmu pengetahuan.
Memercayai diri sendiri sangat penting untuk saat ini. Karena banyak hal yang terjadi di lingkungan sekitar dikendalikan oleh iklan-iklan dengan tujuan komersil mereka. Selain itu banyak juga aturan-aturan yang diberkan otoritas jika berdasarkan kepentingan pribadi. Bukan kepentingan kemaslahatan. Sehingga memercayai mereka mentah-mentah akan menjatuhkan diri saya dalam jurang. Saya harus percaya pada diri sendiri.
Salah satu cara manusia lebih beradab adalah dengan berwawasan. Wawasan bisa diperoleh dengan ilmu pengetahuan. Mengingat, zaman-zaman kejayaan entah itu aufklarung atau renaisans namanya, selalu berbarengan dengan ilmu pengetahuan yang maju.
Selamat membaca buku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H