Mohon tunggu...
Bukan Bintang Jatuh
Bukan Bintang Jatuh Mohon Tunggu... Guru - Bukan siapa siapa

"i always love my alter ego."

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Covid-19 dan Pembelajaran Daring

31 Maret 2020   13:50 Diperbarui: 31 Maret 2020   14:05 1862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak semua orang tertular virus corona, tapi begitu ada pengumuman siswa diliburkan, jutaan orang auto terdampak pembelajaran daring (dalam jaringan). Mereka adalah siswa, guru, orang tua.

Bagaimana dengan bentuk pembelajaran daring yang simsalabim ini?

Tentunya kendala yang dihadapi sangat banyak mengingat ini adalah kegiatan mendadak yang tidak direncanakan dalam kurikulum. Beberapa guru, yang melek teknologi tentu saja cepat memikirkan bagaimana melaksanakan pembelajaran daring yang efektif, dimana siswa tetap dapat melaksanakan pembelajaran mencakup ranah afektif, kognitif dan psikomotorik sekaligus di rumah. Karena tugas yang seharusnya dilakukan oleh guru dalam menyampaikan dan mengembangkan ketiga ranah tersebut terbatas maka Orang tua sangat berperan sebagai Guru kedua di rumah. (Jika Guru bisa jadi orangtua disekolah, maka Orang tua adalah guru kedua di Rumah... gitu kan harusnya)

Banyak orang tua yang mengeluh tugas anak-anaknya banyak. NO OFFENSE yah,,, hal ini wajar mengingat tidak semua orang tua memahami peran seorang guru. apalagi jika kurang kesadaran tentang tanggung jawab dan beban seorang guru ketika mendidik, beberapa orang tua bahkan mengaggap sekolah sebagai tempat penitipan dimana mereka "pasrah bongkokan" tak mau tahu pokoknya gurulah yang bertugas mencerdaskan anak. Padahal hakikatnya guru adalah jembatan ilmu, namun madrasah utama tetaplah ada di rumah. dengan orang tua masing-masing. Alhamdulillah tak semua wali murid seperti itu, ada pula wali murid/orang tua yang mendukung dan memaklumi jika memang tugasnya banyak, bukan karena gurunya kemaruk, tapi semata-mata sebagai kegiatan agar anak tetap sibuk dirumah saat wabah.

Dari segi siswa, tentunya mereka akan keberatan jika diberi tugas yang banyak. Wajar, apalagi jika anak usia SD. Mereka masih suka bermain dengan temannya. Maka guru harus pintar memilih tugas agar siswa tidak jenuh. Tugas tidak hanya tentang mengerjakan soal saja, karena ranah afektif, psikomotorik juga perlu dikembangkan apalagi dalam lingkup lingkungan rumah hal ini jarang dieksplor ketika pembelajaran biasa. ( saya memberi tugas ringan seperti membantu ibu memasak, atau senam pagi dan membuat prakarya). Wajar mereka mengeluh, percayalah jika dengar kata belajar 95% anak tidak suka. maka guru memang harus bervariatif memberi penugasan.

Dari sisi guru, daring tentunya mudah bagi yang muda dan melek IT, bagaimana dengan guru yang sepuh? bagaimana dengan guru yang dipelosok yang sulit sinyal? Karena daring ini adalah daring simsalabim maka segalanya pun harus simsalabim. tolong mengerti juga bahwa guru tak mungkin sempurna dalam mengajar secara daring, guru-guru masih prematur dalam hal ini. Saya yakin setiap guru mengusahakan yang terbaik sebisa mungkin  agar materi tetap tersampaikan walau tidak maksimal seperti jika mengajar di dalam kelas. Entah itu tugas melalui aplikasi MO365, Google Form, Edmodo, Quizzis, via wa, youtube. Guru dan satuan pendidikan pasti punya target untuk pembelajaran dalam kelas. Guru juga memiliki  harapan anak-anak  tetap belajar sesuai jadwal dengan lebih fleksibel namun tetap terarah.

Keterbatasan gawai dan komputer jinjing tentunya juga salah satu benturan pada belajar sistem daring ini, belum lagi kuota data yang tidak setiap anak memiliki akses tanpa batas. Tak apa-apa, ini diluar perkiraan, diluar keadaan, kondisi yang tak bisa dipaksakan. kembali pada orang tua dalam mengusahakan namun juga tak bisa dipaksakan karena keadaan ekonomi setiap orang berbeda.

Belum lagi fungsi kontrol orang tua di lingkungan rumah tentunya berbeda-beda. Belum banyak dari masyarakat kita cukup bertanggung jawab untuk memenuhi target belajar tanpa ada tagihan tertentu yang diberikan guru. jangan bayangkan daring dengan kesadaran tiap anak pribadi untuk belajar. kita semua masih belajar untuk menerapkan sistem ini. Harapannya siswa dapat belajar mandiri, bereksplorasi sendiri dan berkembang sesuai lingkungannya, namun tak bisa dipungkiri mereka masih membutuhkan stimulus untuk melakukan itu. reward dan punishment tetap berlaku walau pembelajaran dilakukan secara daring.

Bagaimana dengan umpan balik dari pembelajaran yang dilaksanakan secara daring?
Dari sini mungkin mereka yang bukan guru akan mengatakan "Wah enak ya jadi guru, muridnya libur, gak kerja dong, makan gaji buta dong?"

Mereka yang mengatakan itu tak tahu bahwa UMPAN soal dan tugas yang diberikan oleh guru pasti akan BALIK pada mereka.
Guru perlu merekap siapa saja yang mengerjakan tugas, mana tugas yang sesuai, berapa yang tidak mengerjakan, menganalisis nilai kuis yang masih rendah, dan melakukan remidial bagi yang nilainya jelek. bayangkan itu dilakukan secara online dengan waktu yang fleksibel tanpa ditentukan waktunya. hal itu jauh lebih menguras energi dibanding pembelajaran dikelas secara klasikal. karena guru harus meneliti proyek siswa satu persatu. untuk kuis masih mending sih nilai langsung keluar, jadi anak yang nilainya rendah bisa langsung mengerjakan ulang. tapi ingatlah... itu harus dilakukan satu persatu dan tidak dalam satu waktu.

Sabar, sabar sebagai orang tua, sabar sebagai siswa, dan sabar sebagai guru. ujian ini akan membuat kita semakin hebat.

ah... sudahlah... hanya celoteh saja,
selamat istirahat, jangan lupa #dirumahaja

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun