Mohon tunggu...
Bujaswa Naras
Bujaswa Naras Mohon Tunggu... Penulis - Bergiat dalam aktivitas kajian kebijakan publik dan pemerintahan

Bergegas memperbaiki diri untuk Taman Kehidupan Bangsa Indonesia Berdaulat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jangan Sakiti Petani, Pak Menteri!

22 September 2018   09:01 Diperbarui: 22 September 2018   09:30 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: www.kompas.com

Kegaduhan akibat mengimpor beras menusuk perasaan petani.  Dimana krisis pangan tidak terjadi, bendungan demi bendungan mampu mengairi. Ketika membaca berita adu jotos antara Menteri Perdagangan, Bulog dan lainnya.  Kebijakan tanpa tendeng aling-aling mengimpor beras dengan jumlah 2 juta ton. (kompas.com)

Hal ini merusak harapan dan keuntungan bagi petani padi. dan lini bisnis sampai konsumen akhir yakni emak-emak bangsa, eh ibu bangsa. Sebab emak-emak bangsa lebih banyak di kampung. Membantu suami berusaha semangat jadi petani yang mendapatkan berkah.

Petani Berharap dapat harga bagus dari penjualan lewat Bulog atau atau Bulog. Ternyata pembeli dari tengkulak mengatakan stok banyak, maka harga ditingkat petani langsung ambles, nunduk bukan karena berisi.

Bila di jakarta sana para menteri gaduh dan berantem, soal beras. Yang menderita mesti petani padi yang penguasaan lahannya sedikit dan tersebar merata. Pak mentri makan beras apa. Apakah dari beras dari petani Cianjur, karawang atau ngak makan nasi lagi?

Perbaikan infrsuktur pendukung daulatnya pangan, swasembada beras. Mesti dumulai dari kebijakan, keberpihakan, tata kelola, aksi lapangan. Kayak Pemerintahan pak SBY itu. Mendatangi petani, ikut panen dan memberikan dorongan, meminta saran dan masukan bagi kebijakan. Memang mesti di mulai dari kebijakan, sebab ia menjadi panduan bagi kementerian terkait untuk nanti ada penganggaran.

Dinas Pertanian dari bawah sampai atas eksekutor yang menuntun dan memberikan semangat beserta ngajak perguruan tinggi. Mulai dari Pak Prof, Dosen dan mahasiswa mendampingi petani biar makin makmur, berbagi ilmu.  

Wong kita Cuma bisa macul nak. Sekolah ngak tinggi, cuman ampe SD. Dan berharap anak-anak lah lebih baik dari Bapak e. (Teringat ayah sahabat di Kab. Seluma, Bengkulu). Dulu itu pernah ada inisiasi Bank Tani dan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A).

Bagaimana nasibnya kini, banyak tiarap dari pada berdiri dan berdualat membantu petani. Yuk mari kasih data, ulasan dan persoalan lainnya. Sebab itu berbasis kecamatan, dan dananya besar.

Kebijakan demi kebijakan datang dengan beberapa program aksi yang nyata. Wong kalau Bupati yang ikut terlibat mesti dapat teguran. Tugas seorang Kepala Pemerintahan mesti memastikan kebijakan ini adil bagi petani.

sumber: www.kompas.com
sumber: www.kompas.com
Kebijakan ini mestinya di kawal oleh Menteri Pertanian, Keuangan, Koperasi dan UKM era pemerintahan sekarang. Dibawah kepemimpinan Ir. Joko Widodo-Jusuf Kalla. Dan diakhir masa pemerintahan mesti tak evaluasi bersama. Bila tidak amanah ya kita ganti saja lewat ikut menyoblos nanti Pemilu 2019, tidak mau jatuh pada lubang yang sama.

Harga gabah bagus, air mencukupi, pendampingan ada. Maka lahan-lahan yang meganggur akan diolah petani. Sebab, ada harapan baik. Bila petani padi mulai mendapatkan kebahagian dari hasil pertanian.

Kita ini adalah negara yang dianugrahi hamparan dan iklam penghasil pangan berkualitas. Swa sembada pangan mesti terjadi. Wujud syukur kepada Gusti Allaah Swt kasih iklim baik, masak kalah sama vietnam, thailand.

Berhentilah Gaduh.

sumber: www.kabar6.com
sumber: www.kabar6.com
Kegaduhan dan koordinasi antar kementerian yang tak singkron. Penyebab terjadi saling jegal, saling menyalahkan, saling jotos. Begitu judul berita di media.

"Pernyataan Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Sumardjo Gatot Irianto mengungkapkan selama periode Oktober 2017 - Agustus 2018, luas tanam padi meningkat 945 ribu hektar (ha) dibanding periode yang sama tahun lalu. Dengan asumsi panen terjadi pada 900 ribu ha lahan dengan rata-rata produktivitas 5,2 ton per ha, maka tambahan pasokan selama 11 bulan terakhir sekitar 4,68 juta ton".

Menteri Perdagangan dan Bulog serta Menteri Pertanian semestinya bisa seperti padi yang tumbuh dalam serumpun dan tidak saling merusak. Padi ada mampu untuk saling topang, mengisi dan berbuah. Terkadang ada yang tidak bernas. Minimal 80% bagus. Bagus padinya, bagus harganya, bagus kebijakannya. Sebab beras adalah kebutuhan hajat ibu bangsa dan emak-emak bangsa Indonesia.

Coba kalau harga beras merangkak naik. Harga padi ditingkat petani rendah. Ayo apa jadinya?

Barangkali seperti menanam padi. Kebijakan impor ibarat menanam gulma dan mendatangkan hama wereng coklat. Membuat tumbuh padi terganggu dan terjadi puso. Sedangkan biaya bertani padi telah berhutang untuk penggarapan sawah, biaya sekolah juga belum terbayar.

Menteri Pertanian sebagai lembaga negara paling bertanggungjawab tentang tentang perencanaan pertanian sub sektor tanaman pangan. Sedangkan menteri perdagangan bagaimana bisa menjual beras petani Indonesia ke berbagai negara, layaknya seorang pedagang berkeliling.

Mudah kok. Membuat repot Petani aja, kata guru pertanian organik terpadu di Sukabumi.

Beras, Petani bukan komoditi politik, tak pacul!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun