Bagi para penonton yang sudah berkeluarga tentunya film ini dapat menjadi sarana untuk bernostalgia. Pantas saja film Dilan 1991 berhasil merajai box office Indonesia di sepanjang tahun 2018. Selain itu berhasil menarik perhatian 6,3 juta penonton sepanjang tahun tersebut.
Pada tanggal 25 Januari 2019 dunia perfilman indonesia kembali dihebohkan dengan sebuah film romantis yang berhasil membius para penonton muda di Indonesia. Dilan 1991, siapa yang tidak tahu judul film tersebut. Film yang dibintangi oleh seorang pemuda tampan dan menarik di kalangan kaum hawa yaitu Iqbaal Ramadhan tersebut masuk museum rekor Indonesia kategori penonton terbanyak di awal penayangan yaitu sekitar 80.000 orang (Purnamasari, N. 2019)
Film Dilan 1991 merupakan film hasil adaptasi novel karya Pidi Baiq yang berjudul Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1991. Film yang disutradarai oleh sang penolis novel dan Fajar Bustomi ini diproduksi Max Pictures. Sebuah film yang diangkat dari karya sastra biasanya berasal dari karya-karya sastra yang populer dalam masyarakat (Panggung, 2014). Pidi Baiq adalah seorang penulis yang mulai mengeluarkan karya tulisannya di tahun 2007 dengan karya pertamanya yang berjudul Drunken Monster (Kumpulan Kisah Tidak Teladan, Catatan Harian). Setelah mengeluarkan tulisan pertamanya ia lalu menerbitkan novel Dilan 1991. Novel ini terdiri dari tiga sekuel yang dalam penerbitannya dilakukan secara bertahap. Novel Dilan 1991 yang memiliki tiga sekuel ini populer di tahun 2010-an.
Kelompok penikmat novel Dilan 1991 juga menjadi kekuatan besar dari terkenalnya karya sastra ini. Kalangan teenlit sangat suka dan mudah sekali menerima bacaan seperti novel Dilan 1991 ini. Latar belakang sekolah dan asmara yang dibalut dengan perubahan zaman menjadi makanan yang sangat enak bagi para remaja ketika membaca novel tersebut. Walaupun bahasa yang digunakan dalam novel tersebut sedikit baku, namun pembaca masih dapat dengan mudah memahami dan tergolong ringan. Para pembaca ini tentunya membangun imajinasi mereka di saat membaca. Novel merupakan karya sastra yang memang jarang ditemukan gambar di dalam tulisannya. Hal ini membuat siapa saja yang membaca karya tersebut bebas membayangkan apa saja yang dibahas di dalam novel tersebut.
Menariknya ketika sebuah karya sastra diangkat dalam layar lebar, para pembaca novel tersebut penasaran dan atau ingin meyakinkan imajinasi mereka apakah sesuai atau tidak dengan film tersebut. Deny (2014:19) dalam tulisannya mengatakan “selama ini film adaptasi dapat menyedot perhatian penonton, karena para pembaca yang telah membaca karya sastra itu hendak mengkonfirmasi imajinasinya dengan visualisai yang dihadirkan”. Film Dilan 1991 berhasil mendatangka penonton dengan jumlah yang fantastis. Hal ini menjadi bukti bahwa bagaimana antusiasme masyarakat terhadap Dilan 1991 ini sangat tinggi dengan sekitar 80.000 orang di hari pertama.
Para penonton ini datang dengan harapan yang beragam. Ada yang datang dengan pengalaman membaca novel Dilan 1991 dan mungkin ada yang datang dengan ketidaktahuan terkait Dilan 1991. Bagi mereka yang sudah membaca hingga selesai novel Dilan 1991 tersebut tentunya akan mudah menebak alur cerita dalam film. Namun apakah film ini secara utuh menceritakan setiap kejadian yang ada di dalam Novel tersebut? Mengingat film ini merupakan transformasi dari karya sastra berbentuk teks menjadi sebuah karya visual.
Gabriel Miller dalam Deny (2014:20) memberi sebuah perspektif terhadap film adaptasi yang mengatakan bahwa “film adaptasi merupakan sebuah proses penyederhanaan dari novel”. Namun sebenarnya pendapat kritikus film tersebut dapat kita buktikan benar atau tidaknya ketika menonton sebuah film adaptasi. Karya film adaptasi memang berasal dari sebuah karya sastra namun dalam proses produksinya ada kemungkinan sutradara film tersebut menambahkan cerita baru yang tidak harus sama dengan yang aslinya.