Mohon tunggu...
Buha Pasaribu
Buha Pasaribu Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Politik UNJA

Suka berdiskusi dan membahas tentang keadaan politik dan pemerintahan yang sedang terjadi di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Peran Dwi Fungsi ABRI Dalam Sistem Politik Indonesia Pada Masa Orde Baru

17 November 2022   11:42 Diperbarui: 17 November 2022   13:52 2394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konsep dwifungsi ABRI mengusung dua fungsi, yaitu fungsi sebagai kekuatan pertahanan militer dan fungsi sebagai kekuatan sosial politik, yang sangat berperan penting dalam mencapai stabilitas negara yang stabil dan dinamis dalam segala aspek kehidupan bernegara di dunia dalam konteks perwujudan peran negara berdasarkan sasaran Pancasila.

Lahirnya konsep dwifungsi ABRI adalah jiwa, tekad dan semangat pengabdian ABRI, bersama-sama kekuatan lain untuk mengemban tugas dan tanggung jawab perjuangan nasional Indonesia, baik di bidang pertahanan maupun di bidang kesejahteraan nasional untuk merumuskan tujuan nasional, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Di bawah kepemimpinan Presiden Suharto sejak tahun 1965, peran ABRI sebagai kekuatan sosial politik diwujudkan dalam empat bidang utama yaitu, sebagai stabilisator, sebagai dinamisator, sebagai pelopor, dan sebagai pelaksana sistem demokrasi liberal.

Dimana militer dengan dalih sebagai "militer" profesional dalam perannya di orde baru menuju perubahan demokrasi. Diposisikan sebagai hal penting dalam perubahan negara bangsa di masa depan, yaitu kebutuhan akan modernisasi dan tanggung jawab untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat dan negara.

ABRI juga terlibat dalam menentukan kebijakan nasional dan karenanya harus secara formal diakui dan diposisikan sebagai kekuatan sosial-politik. Oleh karena itu militer Indonesia menduduki jabatan politik seperti menteri, gubernur, bupati, anggota Golkar dan duduk di DPR.

Latar belakang konsep Dwifungsi ABRI pertama kali dikemukakan oleh Abdul Haris Nasution pada hari jadi Akademi Militer Nasional (AMN) Magelang pada 12 November 1958 dan istilah "dwifungsi" diperkenalkan di Porong 1960. Dwifungsi mengacu pada gabungan dua peran militer istilahnya yaitu fungsi tempur dan fungsi "Pembina wilayah" atau Pembina masyarakat. Menurut Nasution, "TNI bukan hanya alat sipil Barat, juga bukan rezim militer yang memegang kekuasaan negara. Dwifungsi adalah kekuatan sosial, kekuatan rakyat yang bergandengan tangan dengan kekuatan orang lain.

Penerapan dwifungsi ABRI tentunya akan berdampak luas pada setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, tidak terkecuali dwifungsi ABRI. Dengan demikian kita akan mengetahui bahwa dwifungsi ABRI tidak hanya berdampak negatif bagi perkembangan masyarakat selama ini, tetapi juga berdampak positif bagi sistem politik Indonesia yang seringkali tidak diketahui masyarakat. Di antara berbagai dampak negatif dari pelaksanaan dwifungsi ABRI, pengurangan proporsi aparatur sipil dalam pemerintahan adalah yang paling nyata.

Pada masa  Orde Baru, sebagian besar penyelenggaraan negara didominasi oleh ABRI. Dominasi yang terjadi pada saat itu dapat diperoleh dari:
1) Banyak jabatan pemerintahan, mulai dari Bupati, Walikota, Gubernur, Pejabat Eselon, Menteri, bahkan Duta Besar, dipegang oleh anggota ABRI.
2) Selain membentuk Fraksi ABRI di DPR, ABRI dan Korpri juga dijadikan sebagai salah satu kekuatan tulang punggung untuk mendukung keberadaan Golkar sebagai "partai" yang berkuasa saat itu.
3) Berbagai yayasan yang didirikan melalui ABRI diperbolehkan memiliki dan mengoperasikan berbagai bidang usaha, dll.

Di era orde baru, ABRI berperan dalam pertahanan dan keamanan dimana pertahanan dan keamanan negara fokus pada penumpasan G 30S/PKI. Strategi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah adalah operasi militer tempur, operasi militer intelijen dan operasi militer teritorial, yang semuanya tertuang dalam Doktrin Tri Ubaya Cakti. Doktrin ini kemudian digabungkan menjadi doktrin Sad Daya Dwi Bakti pada tahun 1994 yang menitikberatkan pada aspek operasional TNI-ABRI, keamanan pulau, keamanan laut, keamanan udara, keamanan masyarakat dan pemeliharaan perdamaian dunia.

ABRI juga berperan penting dalam sosial politik pada masa Orde Baru, dimana beberapa faktor yang menyebabkan peran militer dalam ranah sosial politik. Pertama-tama, tentara dibentuk untuk membela negara dan bertugas menyelamatkan negara. Rasa nasionalismenya lebih kuat. Sayangnya, monopoli kekuatan militer tidak selalu diartikulasikan secara permanen di medan perang, karena sering disalahgunakan atau disalahtafsirkan oleh anggotanya. Kedua, klaim militer untuk melindungi kepentingan nasional. Ketiga, klaim militer arbiter atau stabilisator nasional, artinya jika militer mengambil alih kekuasaan politik, selalu disertai pernyataan bahwa pengambilalihan itu hanya bersifat sementara sampai stabilitas dan ketertiban umum terpenuhi. Keempat, militer mengindentifikasikan dirinya sebagai pelindung kebebasan umum.

Setiap peristiwa atau kejadian yang terjadi pada masa lalu, tentunya mempunyai nilai positif dan nilai negatif. Dari peran ABRI di Orde Baru ini adalah sebuah refleksi positif untuk memahami sejauh mana pentingnya nilai keadilan dan persamaan harkat dan martabat bagi seluruh manusia maupun bangsa, dimana hal ini akan mempengaruhi gerak langkah perjalanan sebuah masyarakat, bangsa dan negara untuk mencapai sesuatu yang telah dicita-citakan bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun