Mohon tunggu...
Buha Pasaribu
Buha Pasaribu Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Politik UNJA

Suka berdiskusi dan membahas tentang keadaan politik dan pemerintahan yang sedang terjadi di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perkembangan Politik Pencitraan Diselaraskan Dengan Perkembangan Demokrasi

17 November 2022   03:55 Diperbarui: 17 November 2022   05:03 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pencitraan Politik atau political imaging, berkembang dengan demokrasi di Indonesia, dimulai dengan pemilihan presiden langsung tahun 2004.

Hal ini mendorong Indonesia untuk menghasilkan penelitian ilmiah tentang politik pencitraan atau pencitraan politik di Universitas atau perguruan tinggi sebagai bagian dari ilmu politik serta ilmu komunikasi dan komunikasi politik.

Namun, citra(image), strategi, dan proses pembentukan citra telah lama ditemukan dalam studi komunikasi, seperti retorika, propaganda, hubungan masyarakat, pemasaran dan periklanan, dan lain-lain, yang bertujuan untuk mendapatkan dukungan opini publik.

Peranan opini publik itu sangat strategis terhadap kehidupan politik pada negara demokrasi, lantaran opini publik adalah kekuatan politik yg penting. Politik pencitraan atau pencitraan politik berkaitan menggunakan pembuatan fakta atau pesan politik sang komunikator politik (politikus atau kandidat) media politik (media massa, media sosial, dan/atau media format kecil), dan penerima atau khalayak politik (publik).

Citra politik yang terbentuk di benak publik tidak selalu sesuai dengan realitas, karena mungkin hanya identik dengan realitas media atau realitas buatan media yang disebut juga dengan realitas bekas buatan. Prof. Dr. Anwar Arifin menjelaskan di dalam bukunya tentang citra politik, ciri politik, dan komunikasi politik, serta tujuan politik pencitraan yang meliputi pembentukan dukungan terhadap opini publik, mendorong partisipasi politik rakyat, memenangkan pemilihan umum dan menentukan kebijakan politik.

Selain itu, pengenalan singkat media politik dan khalayak politik yang mengiringi beberapa teori membuat citra politik atau political image dalam buku ini dikembangkan dalam kajian komunikasi politik, multi talenta, multi makna, multi definisi, multi disiplin. .
Juga dalam buku ini, menjelaskan kontroversi dan urgensi citra politik atau  politik pencitraan, buku ini dikembangkan dalam kajian komunikasi politik yang bersifat  multimakna, dan multidefinisi, serta multidisiplin.

Demikian pula buku tersebut memaparkan kontroversi dan urgensi citra politik atau politik citra, yang ditentukan oleh institusi politik yang bersumber dari ideologi suatu bangsa. Bahkan citra politik yang mengiringi liberalisasi politik demokrasi yang diterapkan di Indonesia didatangkan dari Barat, terutama dari Amerika Serikat.

Sayangnya, sebagian besar praktik politik pada tataran pencitraan hanya menjangkau iklan politik. Ketika kita berbicara tentang merek, hubungan berusaha menciptakan citra positif di benak publik. Pengaruh iklan politik dalam membangun citra positif di benak masyarakat tidaklah cukup, citra yang dihasilkan hanya bersifat sementara, dan biaya iklan sangat mahal, yang akan memakan biaya operasional partai politik.

Praktik berimajinasi politik bisa dimulai sejak usia dini. Sebuah partai politik harus memiliki sistem kaderisasi yang baik agar dapat menghasilkan tokoh-tokoh politik yang kuat di masyarakat. Karakter yang kuat, rekam jejak yang kuat, tujuan politik yang jelas dan integritas adalah aset utama untuk membangun personal branding. Tokoh-tokoh kunci, anggota parlemen, staf, kader, dan simpatisan, sehingga publik yang tertarik dengan personal branding otomatis mengaitkan tokoh-tokoh tersebut dengan partai politik.

Proses politik visualisasi atau pencitraan tidak hanya untuk memoles wajah seseorang dan memperkuat karakternya, tetapi juga harus dibarengi dengan peningkatan kualitas karakter. Ini sebenarnya pekerjaan rumah partai politik. Namun, masih ada beberapa parpol yang lebih memilih mengambil jalan pintas demi mencitrakan popularitas artis sebagai tokoh.

Tidak ada salahnya masuk dalam arena politik karena itu hak semua orang, dan justru memperkaya keragaman diskusi dalam proses politik. Yang terpenting, mereka berkompeten di dunia politik. Tidak ada gunanya jika popularitas tidak sesuai dengan kualitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun