Penulis berpendapat bahwa untuk pelaksanaan audit masjid dapat terapkan pada masjid-masjid besar yang berada di perkotaan, dan yang telah memiliki pendapatan yang besar dari sumbangan. mislanya masjid-masjid yang telah mendapatkan pengasilan mingguan di atas puluhan juta. akan tetapi audit untuk masjid yang kecil yang masih memiliki pendapatan yang kecil, penerapan audit ini cukup dilakukan oleh tokoh masyarakat ataupun dengan cara pembukuan kas yang baik dan pelaporannya, dan pengurus sudah siap apabila sewaktu-waktu masyarakat atau pihak lain yang menginginkan laporan keuangannya.
 Jika melihat pada problematika yang ada di Indonesia, pengurus biasanya tertutup dan tidak menerima aspirasi dari masyarakat, mereka sulit untuk merubah kritik menjadi suatu masukan yang positif. probematika yang lain juga ada pada masyarakatnya yang terkadang bersikap non aktif. Sehingga apapun yang diberikan atau dilaporkan oleh pengurus masjid diterma apa adanya.
Dalam melakukan audit masjid, selain keuangannya yang dapat diaudit, kinerja pengurus masjid (ta’mir)nya juga dapat di audit. Jika melihat pada realitas yang ada, khususnya di Indonesia, pengurus masjid biasa nya akan menjabat sebagai pengurus dalam jangka waktu yang lama, bahkan dapat dikatakan jabatan pengurus masjid ini merupakan jabatan seumur hidup. Pengurusnya akan diganti apabila telah meninggal dunia, tanpa memperhatikan kinerja pengurus tersebut telah baik atau belum.
 Oleh karena itu adanya audit senantiasa akan menjadi control ataupun peringatan bagi pengurus masjid agar senantiasa meningkatkan kualitas kinerja nya dalam mengurus masjid. Audit juga bertujuan untuk mencari jika dalam pengurusan terdapat masalah antar pengurus kekompakan pengurus masjid sangat berpengaruh terhadap kehidupan masjid. Kegiatan-kegiatan masjid akan berjalan baik dan sukses apabila dilaksanakan oleh pengurus yang kompak bekerjasama.. Berhasil atau gagalnya pengelolaan suatu masjid, sangat bergantung pada kepengurusan yang dibentuk dan sistem yang diterapkan dalam manajemen dan organisasinya.
Masjid dengan berbagai kebijaksanaannya termasuk masalah keuangan yang harus dikelola secara transparan, sehingga para jama'ah dapat mengikuti perkembangan masjidnya secara baik. Masjid yang dirasakan sebagai milik bersama dan dirasakan manfaatnya secara maksimal oleh para jama'ah akan mendapat dukungan yang kuat, baik dari segi pembangunan maupun dana. Oleh karena itu dalam pengelolaan masjid harus ada penerapan good corporate government(GCG) yang merupakan  suatu tata kelola yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparancy), akuntabilitas (accountability), pertanggung jawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness).
Pada saat sekarang ini, penerapan good corporate government(GCG) di Masjid merupakan suatu keharusan yang diterapkan, mengingat pertanggung jawabannya dapat berupa pertanggung jawaban yang bersifat vertikan dan juga yang bersifat horizontal. Dimana pertanggung jawaban horizontal adalah pertanggung jawaban pengurus kepada masyarakat yang menyumbangkan dana nya kepada masjid. Adapun pertanggung jawaban vertikal adalah pertanggung jawaban kepada Allah SWT.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H