Mohon tunggu...
Bugi Kabul Sumirat
Bugi Kabul Sumirat Mohon Tunggu... Seniman - author, editor, blogger, storyteller, dan peneliti di BRIN

panggil saja Kang Bugi. Suka nulis, suka ngevlog, suka ndongeng bareng si Otan atau si Zaki - https://dongengsiotan.wordpress.com. 📝: bugisumirat@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Lihatlah Apa Yang Disampaikan dan Janganlah Melihat Siapa Yang Menyampaikan

28 April 2021   23:24 Diperbarui: 28 April 2021   23:36 25276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (dok: risalahislam.com)

Aku kok suka sekali ya nasihat ini: 'Lihatlah apa yang disampaikan dan janganlah melihat siapa yang menyampaikan'

Dahulu saya kira ungkapan yang paling saya sukai ini adalah merupakan hadist:   unzur maa qaala wa laa tanzur man qaala.  Belakangan barulah saya pahami bahwa ungkapan tersebut bukanlah dari hadist (ucapan/perilaku yang bersumberkan dari Rasulullah SAW), melainkan sebuah peribahasa bangsa Arab.

Arti dari ungkapan itu adalah 'lihatlah apa yang disampaikan dan janganlah melihat siapa yang menyampaikannya'. Di bulan Ramadan yang suci inipun, peribahasa itu menjadi pegangan saya yang paling ingat. Mengapa?

Hal ini dikarenakan di bulan Ramadan ini sikonnya (situasi dan kondisinya) sangat kondusif, sama dan sebangun dengan luar biasanya peredaran informasi. Informasi-informasi yang saya maksud tersebut, diantaranya dalam bentuk ceramah-ceramah agama (Islam).

Ceramah-ceramah itu muncul berlimpah, dapat dijumpai mulai  dari selepas waktu zuhur, menjelang berbuka, setelah salat Isya sebelum Tarawih, setelah salat Subuh, di radio, televisi, youtube, podcast, facebook, acara-acara bukber (buka bersama), dan lain sebagainya. Jumlahnya meningkat luar biasa. Anda tinggal pilih, mau mendengarkan yang mana dan dimana.

Lalu, melimpah ruahnya informasi-informasi yang berseliweran dalam bentuk ceramah-ceramah  itu signifikan dengan kualitas isi atau konten yang disampaikanny? Apakah ceramah-ceramah itu benar-benar berisi murni ajaran-ajaran atau nasihat-nasihat keagamaan dan merupakan ceramah yang 'layak' didengar serta diambil isinya? Apakah semua ceramah-ceramah itu merupakan ceramah keagamaan?

Nah, disinilah fungsi penting peribahasa yang saya sebut di atas itu. Fungsi peribahasa tersebut menjadi  filter atau saringan terhadap derasnya informasi yang kita dapat dalam ceramah-ceramah itu.

Peribahasa ini menurut saya, sangat dalam maknanya. Dalam memaknai peribahasa ini, kita diminta untuk melakukan penyaringan terhadap hal-hal atau informasi-informasi yang kita terima.

Disini kita harus menjadi pribadi yang 'cerdas' lahir dan batin. Dengan kecerdasan yang kita miliki itulah, kita menampung hanya hal-hal yang berharga dan bermanfaat bagi kita.

Penampilan boleh kita sebut penampilan yang sepertinya Islami, lalu berceramah di momen yang kita sebut sebagai momen yang Islami pula (di salah satu momen seperti yang telah saya sebutkan di atas) tapi momen itu ternyata tidak serta-merta otomatis dapat kita anggap ceramah yang Islami. Bahkan mungkin masuk kategori sebaliknya.

Ceramah tersebut menjadi ceramah yang tidak perlu didengar. Karena ternyata berisi informasi-informasi yang berisi keburukan, seperti misalnya mengajak kepada kebencian, provokatif, mencaci-maki pemerintah, menjelek-jelekkan agama lain, mengkafir-kafirkan sesama muslim dan keburukan-keburukan lainnya.

Pernah dengar ceramah-ceramah seperti itu?

Baru-baru ini ada ceramah yang menyatakan tentang Tuhan agama X itu lahir prematur, tidak layak untuk disembah. Di lain kesempatan, ada ceramah yang meminta diganti kursinya, karena katanya kursi itu punya rumah ibadah X, tidak layak untuk seorang muslim seperti dia.

Di bagian lain, ada habib yang mendoakan orang atau kelompok yang tidak disukainya dengan doa-doa yang justru berisi permintaan kepada Tuhan Yang Maha Agung - Allah SWT agar kelompok tersebut mendapat keburukan, kecelakaan, dan permintaan-permintaan buruk lainnya.

Di waktu lain, ada penceramah yang dengan mudahnya langsung men-cap kelompok-kelompok Islam lain yang memiliki ritual keagamaan yang berbeda dengan si penceramah (misalnya kelompok itu melakukan tahlil, ziarah kubur, dan lain sebagainya), sebagai muslim yang sesat karena melakukan bid'ah dan pelaku bid'ah pasti masuk neraka.

Pernah dengar penceramah yang menyampaikan ujaran kebencian terkait kebijakan pemerintah terkait penerapan larangan mudik saat libur lebaran nanti? Dan lain sebagainya, dan lain sebagainya

Isi ceramah-cermah seperti disebutkan di atas jelas jauh sekali dari perilaku ahlak Islam yang luhur, yang agung. Rasulullah tidak pernah mencontohkan model dakwah dengan model seperti di atas yang justru akan menyebabkan menurunnya kualitas ahlak seorang muslim.

Filter peribahasa di atas sangat berperan penting di sini. Silakan dengarkan ceramah agama Islam darimanapun, oleh siapapun. Tetapi saat isi ceramah itu keluar dari rel Ahlakul Karimah Islam, maka, filter tersebut haruslah bekerja. Jangan dengarkan dan jangan dimasukkan ke dalam memori pikiran dan hati kita. Sayang kalau disimpan, malah akan merusak hati dan pikiran kita. Siapapun yang berbicara, mau tokoh agama terkenal, habib, ustadz dan lain sebagainya.

Kalau apa yang dikatakannya tidak 'on the right track' dengan prinsip-prinsip Islam, prinsip-prinsip ajaran Islam. Tubuh kita, pikiran kita, harus segera 'menekan' tombol 'auto delete' (otomatis dihapur) dan 'auto reject' (otomatis ditolak). Untuk kebaikan ahlak islam kita sendiri.

Masih banyak di luar sana penceramah-penceramah agama Islam yang berperilaku baik, yang berdakwah dengan jalan dan model yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, yang memang benar-benar berniat tulus untuk memperbaiki ahlak umat Islam, yang menguasai metode dakwah Islam dengan baik dan benar, yang memang ingin mendidik umat Islam, yang ingin berceramah untuk memperbaiki ahlak umat Islam.... dan  bukan sebaliknya.

Lihatlah, dengarkanlah apa yang disampaikannya dan bukan siapa yang menyampaikannya ... please keep it in mind, will you

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun