Mohon tunggu...
Bugi Kabul Sumirat
Bugi Kabul Sumirat Mohon Tunggu... Seniman - author, editor, blogger, storyteller, dan peneliti di BRIN

panggil saja Kang Bugi. Suka nulis, suka ngevlog, suka ndongeng bareng si Otan atau si Zaki - https://dongengsiotan.wordpress.com. 📝: bugisumirat@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Lagu Rindu Rasul, Sebuah Lagu yang Harus Dimengerti Maknanya

22 April 2021   22:58 Diperbarui: 22 April 2021   23:46 4625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penggambaran Nabiyullah (Sumber: Republika.co.id)

Sayup-sayup terdengar lagu yang menjadi favoritku, lagu kelompok maestro lagu-lagu religius Bimbo, dari stasiun televisi yang memang banyak diputar di bulan puasa ini - judulnya RINDU RASUL. Syairnya seperti ini

Rindu kami padamu Ya Rasul

Rindu tiada terperi

Berabad jarak darimu Ya Rasul

Serasa dikau di sini


Cinta ikhlasmu pada manusia

Bagai cahaya surga

Dapatkah kami membalas cintamu

Secara bersahaja

Rindu kami padamu Ya Rasul

Rindu tiada terperi

Berabad jarak darimu Ya Rasul

Serasa dikau di sini

Cinta ikhlasmu pada manusia

Bagai cahaya surga...

Nggak tahu kenapa saya suka lagu ini. Mungkin suka karena kata-katanya? Atau mungkin juga karena suka penyanyinya (waktu itu yang menyanyikan adalah vokalis Bimbo berparas cantik: Iin Parlinah, dengan suaranya yang lembut mendayu). Pokoknya kalau mendengar lagu ini terbayang lirik lagunya yang menyentuh dan penyanyinya itu.

Eh, tunggu-tunggu... yang dinanti-nanti dari terdengarnya lagu ini adalah lirik lagunya, penyanyinya, atau Rasulnya yang didalam lirik lagu itu disebut dengan jarak kita dengan Rasulullah itu sebagai '...berabad jarak darimu ya Rasul ... ' itu ya? Apakah betul karena kita rindu Rasulullah melalui lagu itu? Rindu kepada sosok Rasul yang belum kita ketahui wujudnya? (karena dalam Islam sendiri kita dilarang untuk memvisualisasikan Rasulullah ke dalam bentuk media apapun - seperti lukisan, patung, animasi, dan lain sebagainya. 

Yang bisa dilakukan adalah sebatas menyamarkan bagian kepalanya dengan cahaya). Apakah mungkin kita merindukan sosok yang tidak nampak jelas dalam bentuk apapun, walaupun secara visual? Entahlah. Tapi mungkin karena itulah yang disebut dengan iman atau keyakinan. Imani saja. Percayai saja, karena itu Rasulmu, Rasul Allah. Nabi akhir zaman. Tidak penting kamu mengetahui rupanya, fisiknya atau tidak.

Rasulullah, melalui lagu itu,  disebutkan sangat-sangat barokah, sangat-sangat memberikan manfaat dan syafaat bagi seluruh umat manusia - khususnya umat Islam. Apa yang membuatnya barokah bagi umat manusia di bumi. Kecintaannyalah, keikhlasannyalah kepada umatnya lah yang merupakan 'bagai cahaya Surga' untuk kita. Dan lagu itu mengingatkanku tentang kebenaran cinta Rasulullah ini kepada umatnya, termasuk kecintaannya kepadaku, yang merupakan bagian pula dari umat beliau (semoga Engkau ya Rasul, mau mengakui umatmu ini sebagai bagian dari umatmu).

Di sinilah letak kebingungan saya kemudian.

Kalau Rasulullah sedemikian hebatnya, sedemikian ikhlasnya, sebagian beretikanya, bercahayanya sehingga cahayanya yang bagai Cahaya Surga itu 'menyinari' umatnya, sebagai bentuk kecintaannya kepada umatnya itu, mengapa justru kita melihat ada yang mengaku-ngaku sebagai keturunannya justru menebar kebencian, mencontohkan dengan ceramah yang penuh dengan kata-kata kotor dan makian, sehingga seorang tokoh besar bangsa Indonesia sekelas almarhum Gus Dur pun tidak luput dari hinaannya, dari caci-makinya, dari kata-kata tidak pantasnya yang mengalir sangat lancar dari kedua bibirnya. 

Belum lagi doa-doa yang berisi kata-kata tidak baiknya. Semua itu dapat dilihat dari banyak sekali tayangan-tayangan yang dengan mudah dapat dilihat (bahkan diunduh) dari kanal-kanal online semacam Youtube. Nauzubillah, summa nauzubillah.

Yang mengherankan lagi, sebagian kecil umat memuja-mujinya sebagai tokoh keturunan Rasulullah yang pantas sangat dihormati sehingga puja-pujinya itu melampaui logika, melampaui akal sehat. Dan ini nampak ke permukaan.

Lagu-lagu dan pujian serta salawat dan salam selalu ditujukan kepada Baginda Rasulullah, contoh baik perilakunya pun dapat kita pelajari melalui segala perilakunya yang tertuang dalam kumpulan hadist-hadist. 

Kepada sumber-sumber demikianlah kita patut menyandarkan diri, agar imaji kita tentang Rasulullah tidak terkotorkan oleh contoh buruk yang ditunjukkan oleh sebagian perilaku buruk, bahkan yang mengaku keturunannya. Saya yakin, bila Rasulullah masih hidup, beliaupun akan menangis melihat ada yang mengaku keturunannya tetapi berperilaku jauh dari yang diajarkannya dan jauh dari yang dicontohkannya.

Lagu Rindu Rasul dapat menjadi pengingat kita untuk selalu meneladani beliau kepada sumber yang benar, kepada contoh-contoh ulama-ulama yang benar yang memang mengajarkan kepada kita semua  apa yang diajarkan oleh Nabiyullah ini dan menjadikan ulama-ulama itu sebagai pewaris nabi yang perlu kita serap ilmunya - ilmu yang diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Dan bukan belajar dari contoh yang salah, yang keliru. Lagu Rindu Rasul ini harus dimaknai secara benar dan mendalam. Happy Ramadan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun