Semua pemateri diupayakan memfokuskan paparannya yang mengarah pada pembahasan tentang: 'Penguatan Perhutanan Sosial: Menghubungkan Hasil Riset dengan Kebijakan, Petani, dan Pasar.
Sementara di hari kedua, acara difokuskan pada pelatihan literasi yang bertemakan Pelatihan Menulis Ilmiah Populer. Didapuk sebagai pembicara adalah kang Bugi (that's me) - Ketua komunitas Vlomaya Kompasiana, yang juga merupakan peneliti Sosiologi Kehutanan.
Pembicara kedua adalah mas Kevin Anandhika Legionardo, yang menjabat sebagai Community Superintendent di media online Kompasiana - yang merupakan salah satu media dibawah Kompas-Gramedia Group.
Termasuk hak penting yang dikedepankan dalam acara pelatihan ini adalah bahwa kita semua ini pada dasarnya bisa menulis, karena sejatinya MENULIS adalah KETERAMPILAN. Menulis BUKAN bakat. Sehingga tidak ada alasan untuk kita tidak menulis. Jadi, bila kita tidak menulis, maka itu bukan dikarenakan kita TIDAK BISA menulis, tetapi kita TIDAK MAU menulis. Setuju kan?!
Lebih lanjut pembicara pertama menyatakan bahwa karena bentuknya keterampilan, maka untuk menjadi terampil, sangat diperlukan proses latihan yang terus-menerus dan berkesinambungan.
Lalu, bagaimana proses latihannya? Hanya satu bentuk saja, namun harus dilakukan secara berulang-ulang, yaitu: berlatihlah menulis dengan menulis, berlatihlah menulis dengan menulis dan berlatihlah menulis dengan menulis. Ya, dengan menulis itulah bentuk latihan utama dari proses tulis-menulis.
Dikiaskan saat materi disampaikan oleh pembicara tentang bagaimana pentingnya latihan menulis dengan menulis yang terus-menerus dan berkelanjutan itu. Lihatlah seorang anak yang sedang belajar berjalan.
Untuk dapat meningkatkan kemampuannya berjalan, hanya satu bentuk latihan yang perlu dilakukan, yaitu mencoba terus untuk dapat berjalan dengan kedua kakinya dan terus mencoba, walau harus dengan proses yang melelahkan bahkan menyakitkan, yaitu jatuh bangun, terpentok meja dan lain sebagainya.
Pengibaratan kedua adalah pada seorang anak yang sedang belajar naik sepeda roda dua. Diperlukan proses yang sulit juga saat kemudian dapat mengayuh sepeda roda dua ini. Yang tadinya adalah proses menyulitkan, menyakitkan, menjadi suatu proses yang menyenangkan, karena telah berhasil melampaui rintangan.