Organisasi-organisasi besar Islam di Indonesia, diantaranya NU (seperti diberitakan di sini) dan Muhammadiyah (seperti diberitakan di sini) telah menolak seruan people power yang provokatif itu - walau istilahnya telah diperhalus menjadi Gerakan Kedaulatan Rakyat, intinya tetap sama, mengajak demo - unjuk rasa.
Para habaib dan ulama besar kita telah menyarankan dan menegaskan bahwa ikuti mekanisme yang ada baik, baik tahapan-tahapan pemilu, maupun bila ada sengketa di dalamnya. Ulama dan habaib yang benar-benar ulama dan habaib, tidak ada yang mendukung seruan tersebut, karena telah dapat diprediksi mudharatnya serta dalam rangka menghormati bulan Ramadan. Tetapi mereka tidak bergeming.
Hingga akhirnya kita semua disuguhi 'drama' 22 Mei tersebut. Bum!
Saya, malam itu, melalui layar televisi menyaksikan kejadian dimaksud - hingga masuk waktu sahur dan memang sungguh sangat memperihatinkan. Terlihat bagaimana brutalnya pendemo-pendemo yang membuat kerusuhan itu, melempari petugas dengan, batu, botol/pecahan botol, bom molotov, petasan dan lain sebagainya yang dapat dilemparkan ke arah petugas. Sementara petugas berusaha membubarkan massa yang brutal dan anarkistis itu dengan gas air mata. Di situ sangat terlihat betapa nafsu amarah, nafsu syeitan itu dipertontonkan dengan jelas sedang merasuki para pendemo yang membuat rusuh tersebut.
Seiring dengan kejadian 22 Mei, tidak kalah serunya adalah perang informasi di dunia maya. Informasi yang beredar luar biasa dahsyatnya, baik infomasi yang benar, hingga segala macam berita palsu hingga hoaks. Hingga kita dijejali sampah-sampah informasi. Disinilah 'kearifan' kita untuk memilah-milah informasi.
Mana yang baik, mana yang tidak baik, mana yang benar dan mana yang tidak benar, perlu terus digalakkan. Hal ini penting agar kita tidak mengkonsumsi informasi sampah yang dapat merusak kita serta kita akan terlindungi dari kemungkinan menyebarkan kembali berita yang tidak benar atau hoaks.
Hal-hal tersebut di atas sangat menguras 'emosi' kita - walau hanya sebagai penonton. Padahal kita sedang berada di bulan Ramadan, padahal kita sedang berpuasa. Padahal katanya syeitan-syeitan itu dibelenggu saat Ramadan, kok masih ada yang 'lepas' tuh, kok sepertinya Ramadan itu nggak 'ngefek' apa-apa ya terhadap yang berpuasa. Wallahua'lam bissawab.
Allah telah mengingatkan kita dalam firmanNya di Surat Ali Imran: 133-134
"Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa." (133)
"(yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan." (134)
Ramadan belum berakhir. Bila kita merasa masih jauh panggang dari api, masih banyak yang belum banyak diperbuat untuk meningkatkan ibadah dan keimanan Islam kita, masih ada waktu insya Allah bila diberi umur, hingga akhir bulan Ramadan nanti - untuk memperbaiki diri.
Bila dirasa kita telah melakukan banyak kesalahan, baik melalui ucapan - perilaku - maupun jari-jemari kita saat bersosial media, masih ada waktu untuk memperbaiki diri tidak melakukan hal-hal yang dianggap buruk tersebut lagi.
Bila dirasa kita belum banyak meminta ampunan kepada Allah SWT, masih ada waktu untuk memohon taubat dan ampunan dengan sebenar-benar taubat.
Jangan mudah terpancing emosi ya sobat, hingga kita mudah lepas kontrol dan kehilangan kendali akan segala nafsu kita, termasuk nafsu amarah, agar kita dapat memenangkan Ramadan kita, sebisa yang kita mampu. Agar di akhir Ramadan, kita termasuk ke dalam kaum yang memperoleh kemenangan dan memperoleh ampunanNya agar kita kembali fitri.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H