Keunikan yang saya rasakan di sana adalah tradisi berbuka puasa dengan jalangkote dan pisang ijo. Saat berbuka puasa bersama di rumah keluarga, pasti kita temui kedua menu ini. Bila berbuka puasa bersama di kantor atau acara resmi lain, kedua menu inipun menjadi sajian pembuka. Hingga kebiasaan di rumah, berbuka puasa minimal ada jalangkote atau pisang ijo, atau keduanya.
Entah siapa yang memulai hingga jalangkote dan pisang ijo menjadi menu berbuka puasa, tetapi perpaduan keduanya memang menimbulkan ciri khas tersendiri. Jalangkote dengan rasa gorengannya yang kuat ditambah rasa sambelnya yang asam-asam pedas begitu deh. Sementara pisang ijo, konon memang tidak ditemukan ditempat lain. Ini khasnya khas Makassar.
Jalangkote hampir mirip dengan kue pastel - demikian biasa disebut kalau di Jakarta atau pulau Jawa, sangat mirip bentuknya, hanya ada perbedaannya sedikit. Kulit jalangkote lebih tipis bila dibandingkan dengan pastel. Pastel dimakan dengan cabe rawit sedangkan jalangkote dimakan dengan saos (lebih tepatnya disebut dengan kuah) sambal dengan rasa asam pedas yang dominan.
Sambalnya biasa dibuat dengan campuran cuka dan saos cabe. Isi jalangkote bervariasi, ada yang isinya wortel dan kentang saja, ada yang isinya bihun berbumbu saja dan kadang ada pula yang mencampurinya dengan tauge dan irisan telur rebus - sekitar 1/4 telur dalam satu jalangkote.
Cara memakannya pun memiliki ciri tersendiri. Kalau pastel, maka setiap suapan diiringi dengan gigitan cabe rawit. Sementara jalangkote, biasanya diletakkan di atas piring, dibagi dua, lalu di bagian tengahnya itu dikucuri kuah saos sambal tersebut hingga merata, barulah dinikmati secara perlahan, menikmati rasa jalangkotenya dan menikmati rasa sambal kuahnya.
Rasa kuah sambal ini menentukan laris tidaknya penjual jalangkote. Pembeli mencari jalankote yang rasanya lezat dan juga rasa sambal kuahnya, tidak boleh hanya salah satunya saja.
Sedangkan pisang ijo atau es pisang ijo memang ini adalah kuliner khasnya Sulawesi Selatan - tidak hanya di Makassar. Cukup rumit juga pembuatannya karena pisang yang telah dikukus terlebih dahulu itu dibungkus dengan balutan adonan yang telah dikukus pula berwarna hijau tua dan kemudian dibentuk menyerupai sebuah pisang. Ukuran satu buah pisang ijo cukup besar karena menggunakan pisang yang berukuran besar pula.
Model lain dari pisang ijo adalah dengan membuat kulit dadar gulung berwarna hijau tua, kemudian pisang yang telah direbus tersebut dibungkus atau dililit dengan kulit dadar gulung. Tetapi bagi mereka yang ingin ke-khas-an pisang ijo Makassar atau Sulsel ini akan mencari pisang ijo yang pembuatannya rumit tersebut, bukan yang dililit dengan adonan dadar gulung.
Ciri khas lain dari pisang ijo ini adalah balutannya yang berupa siraman bubur tepung beras yang agak kental dan sirup DHT. Harus dengan sirup DHT ini, karena bila tidak, rasanya menjadi kurang pas. Kemudian campuran pisang ijo ini diberi es secukupnya. Jadi deh es pisang ijo ini dan siap untuk dinikmati.
Setelah tinggal di Bogor ini, saya sangat kehilangan kedua menu penanda berbuka khas Makassar ini. Karena di Bogor nggak ada yang jual. Ada pastel, tetapi tidak ada kuah sambal yang khasnya itu. Ada juga di Bogor penjual pisang ijo, tetapi bukan adonan yang berbungkus dan rumit pembuatannya itu, serta rasa pisang yang digunakannya berbeda, tidak sama dengan yang biasa digunakan di Makassar ... ah .. Jalangkote dan pisang ijo yang merindukan.