Mungkin ini kali kali kesekian saya menyaksikan live music concert, tapi Ananda menyajikannya dengan kemasan yang berbeda, nostalgic, charming, patriotic but modern dan up to date, apalagi dengan gaya penyajian storytelling yang dipilihnya, makin membuat maknyus nya pertunjukkan Ananda Sukarlan ini.
Dengan sponsor utama Kaya.id, Ananda Sukarlan beserta tim Ananda Sukarlan Orchestra serta pendukung-pendukung acara lainnya, yang sebelumnya telah sukses menggelar Konser Rapsodia Nusantara, dengan leluasa, rapi, santai tetapi sangat well-structured ini bercerita tentang Ismail Marzuki, salah satu maestro kebanggaannya.
Mungkin karena saya juga adalah seorang storyteller - yang saat mendongeng menggunakan boneka tangan si Otan dengan fokus pada tema lingkungan saat mendongeng atau ber-storytelling, melihat hal yang sama di Konser Ananda ini.
Ananda sedang bercerita melalui konsernya, sedang berbagi misi dan pendapat-pendapatnya melalui orkestranya kepada kita semua. Dan kita semua menikmati cerita Ananda Sukarlan tersebut.
Konser amal Ananda Sukarlan ini diberi tajuk: Jakarta New Year's Concert 2019 - Ananda Sukarlan Charity Concert dengan tema Millennial Marzukiana. Diadakan di Ciputra Artpreneur Theater - Lotte Shopping Avenue, Ciputra World 1, Retail Podium, Jl. Prof. Dr. Satrio, Kuningan, Jakarta Selatan, dimulai pukul 16.00 WIB pada tanggal 13 Januari 2019.
Mengapa Ismail Marzuki? Pertanyaan itu cukup menggelitik di benak saya. Mungkin juga di jaman milenial ini. Namanya adalah bagian dari masa lalu Indonesia. Tapi rupanya Ananda, yang lulusan Kolese Kanisius ini, memiliki keinginan mulia terhadap Ismail Marzuki.
Ia menginginkan agar Ismail Marzuki, atau ia biasa dipanggil dengan sebutan Maing, dapat dianggap sebagai George Gershwin-nya Indonesia. George Gershwin (1898 - 1937) merupakan pendahulu semua songwriters di Amerika Serikat yang sangat terkenal.
Ananda melihat ada kesamaan diantara keduanya, yaitu sebagai pencipta melodi-melodi yang indah. Ismail Marzuki sendiri telah dikenal di tanah air sebagai penghasil musik-musik yang artistik dan menyentuh emosi banyak orang.
Hal lain yang menjadi tujuan mulia Ananda, lulusan the Royal conservatory of Den Haag dengan predikat summa cum laude, adalah bahwa ia sangat ingin memperkenalkan Ismail Marzuki kepada dunia internasiona yang belum pernah mengenal musik-musiknya.
Ananda memiliki keinginan kuat bahwa kelak dunia internasional akan mengenal Maing sebagaimana mereka mengenal Mozart, Bach, Tchaikovsky dan lainnya yang sudah beken secara internasional.
Melalui konsernya ini, Ananda ingin menciptakan partitur musik-musik Ismail Marzuki yang dapat dinikmati secara internasional. Disamping itu. Merupakan upaya untuk mengharumkan nama bangsa. Lihat saja sebagai contoh Mozart.
Dunia internasional akan langsung menghubungkan nama Mozart dengan negara tempat ia berasal, yaitu Austria. Semoga kelakpun bila disebut nama Ismail Marzuki, dunia, khususnya mereka yang berkecimpung di dunia musik dan musik klasik, akan langsung menghubungkannya dengan Indonesia.
Bagaimana rangkaian cerita yang ditampilkan Ananda Sukarlan di dalam konser tersebut?
Konser diawali dengan sepatah kata oleh Ananda Sukarlan dan Nita Kartikasari dari Kaya.id. Ananda, yang juga anggota pendiri Musica Presente dan Yayasan Musik Sastra Indonesia ini, pada intinya menginginkan agar konser ini dapat menyentuh kalangan milenial di zaman milenial ini, karena ia melihat dan menyadari, kalangan muda atau milenial ini banyak yang tidak mengenal siapa itu Ismail Marzuki.
Sementara Nita menyampaikan bahwa kekayaan Indonesia merupakan inspirasi bagi Kaya.id yang merupakan perusahaan inkubator bisnis - khusus bergerak di bidang UMKM, melihat Ismail Marzuki sebagai sebuah harta karun Indonesia yang perlu diangkat ke permukaan atau dipulas ke permukaan. Seperti prinsip Kaya.id selama ini dalam menangani UKM/UMKM, selalu mencari peluang 'berlian yang belum dipulas."
Mariska Setiawan, soprano muda dari Surabaya dan merupakan pemenang ke-3 Kompetisi Nasional Tembang Puitik Ananda Sukarlan, serta Widhawan Aryo Pradhita, penyanyi tenor juga dari Surabaya dan telah memenangkan berbagai penghargaan.
Selanjutnya membuka konser dengan menyajikan pertunjukan selama sekitar 12 menit tentang the opera 'Erstwhile' yang didasarkan atas novel Rio Haminoto. Penampilan keduanya memperlihatkan kualitas yang prima dalam nada yang cukup tinggi.
Music for the ballet 'Malin Kundang' berada pada rangkaian selanjutnya. Kali ini Ananda menyertakan seorang storyteller: Handry Satriago (walau dalam buku panduan dikatakan Handry ini sebagai seorang narrator, namun dari gaya berceritanya menyampaikan narasi naskah di atas panggung, saya melihat ia adalah the real storyteller).
Handry, yang merupakan CEO dari GE (General Electric) Indonesia dan banyak berkegiatan sosial ini, membawakan cerita tentang kisah Malin Kundang - cerita asal Sumatera Barat yang sudah terkenal itu. Perpaduan antara storytelling Handry yang dibawakan dengan penghayatan yang maksimal, dengan iringan konser Ananda di bagian-bagian tertentu cerita, telah menciptakan perpaduan yang sinergis dan ciamik.
Penonton larut kedalam musik dan cerita, terbawa seolah-olah berada di lokasi kejadian dan melihat bagaimana batu Malin Kundang itu kemudian tercipta.
Setelah masa istirahat selama kurang lebih 15 menit, Finna Kurniawati, seorang violin yang mengasah keahlian bermain biolanya di Central Conservatory of Music - Beijing China ini muncul bergabung ke dalam tim orkestra memainkan Concerto Marzukiana no. 2 (Concerto for Violin & Orchestra, dengan lagu-lagu sebagai tema yang digunakan adalah 'Wanita', 'Gugur Bunga' dan 'Halo-halo Bandung'). Pertunjukan ini memakan waktu kurang lebih 18 menit. Penonton dibuai oleh musik dan alunan biola yang indah.
Finna selesai, tampillah kemudian seorang harpis (pemain alat musik harpa) Jessica Sudarta ke dalam orkestra. Jessicapun merupakan harpis muda asal Surabaya dan memiliki aktivitas sosial dalam naungan Yayasan Simfoni Surgawi dengan turut memberikan pendidikan musik dan bahasa Inggris bagi anak-anak yang tidak memiliki akses mudah untuk mendapatkan edukasi di kedua bidang tersebut.
Lentingan harpa Jessica melecut keindahan sesi ini yang memainkan Concerto Marzukiana no. 3 (Concerto for Harp& Orchestra, yang didasarkan pada tema utama dari lagu 'Melati di Tapal Batas').
Sesi selanjutnya merupakan sesi perkenalan para hadirin dengan Ismail Marzuki. Kisah Maing secara singkat dibacakan oleh Charles Bonar Sirait, yang juga merupakan adik kelas Ananda. Memoir Ismail Marzuki ini berisi kisah cintanya, kisah perjuangan hingga wafatnya beliau.
Konser diakhiri dengan Concerto Marzukiana no. 1. Dengan durasi sekitar 16 menit, Ananda menyertakan seorang pianis muda yang juga pemenang utama pada Ananda Sukarlan Award International Piano Competition di Jakarta pada tahun 2014, yaitu Anthony Hartono.
Anthony merupakan alumni the Yong Siew Toh Conservatory of Music Singapura dan saat ini tercatat di Sibelius Academy. Konser terakhir ini berpatokan pada tema lagu utama yaitu 'Selendang Sutra' dan 'Indonesia Pusaka'.
Konser Ananda Sukarlan ini secara keseluruhan berlangsung khidmat, tapi meriah dan sangat sukses. Walau pada awalnya seperti terasa 'kaku', karena penonton dilarang mengambil gambar satupun - mungkin mengikuti standar operasional prosedur suatu pertunjukan orkestrasi.
Namun Ananda memecah kebekuan itu dengan mengizinkan hadirin mengambil gambar - asal tidak menggunakan flash, karena zaman milenial memerlukan hal tersebut, hingga dapat langsung dishare di sosial media para penonton.
Saking memukaunya konser Ananda ini, tanpa terasa waktu pertunjukan telah berakhir. Ingin sih berteriak seperti di pertunjukan lain,"more...more...more...". More lagi untuk pertunjukkannya, walau tentu saja tidak memungkinkan.
Penonton konser Ananda berasal dari berbagai kalangan. Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, termasuk hadirin yang terlihat sangat menikmati konser ini termasuk putri satu-satunya dari Ismail Marzuki, yaitu Rachmi Aziyah - yang telah berjasa menyelamatkan dan mendokumentasikan sekitar 300an karya Ismail Marzuki.
Beberapa Duta Besar Negara sahabat diketahui turut hadir, diantaranya Dubes Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Finlandia, Italia, Belanda, Jepang, Peru, Monaco, Australia, Kazakhstan dan Bangladesh. Kalangan blogger dan media - seperti saya, termasuk yang mendapat undangan yang ditentukan secara selektif ini untuk menonton pertunjukan yang indah dan artistik ini. Tidak lupa, sebagai bagian dari konser amal, sekitar seratusan kursi didonasikan bagi mereka penyandang disabilitas.
Bravo Ananda, bravo the orchestra dan bravo Millennial Marzukiana plus pendukung-pendukungnya. Kami sangat menikmati pertunjukannya, menikmati penyampaian ceritanya. You are so great!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H