Prof. Dul Salam pun menekankan hal yang penting bagi peneliti, yaitu masalah etika. Apalagi masalah etis atau etika ini sebetulnya bukan masalah tentang betul atau salah, tetapi tentang hal-hal yang sesuai dengan kaidah moral, dalam hal ini moral penelitian. Ditambahkan pula tentang 3 (tiga) pilar etika yang perlu diperhatikan, yaitu: Etika penelitian, etika peneliti dan etika publikasi.
Dalam kesempatan itu, saat sesi tanya jawab, saya sedikit berbagi pengalaman saat kuliah pasca sarjana di Australia, terkait dengan etika penelitian serta mengusulkan hal sederhana terkait etika tersebut.
Saat kuliah dulu di Charles Sturt University di Albury, Australia, saat mengajukan proposal penelitian untuk ke lapangan. Walau kegiatan penelitiannya berada di Indonesia (kabupaten Bulukumba dan Sumbawa), seluruh mahasiswa di sana diharuskan untuk mendapatkan 'Ethics Approval' dari komisi etik universitas. Komisi etik ini bersidang sebulan satu kali.
Jadi setiap bidang ilmu, secara internasional, telah memiliki etika-etika standar yang diperlukan dalam melakukan proses penelitian. Maka, penelitian sosial yang lebih banyak interaksi dengan masyarakat misalnya, akan dapat berbeda dengan etika penelitian yang lebih banyak dilakukan di laboratorium.
Sebagai contoh, bila akan melakukan kegiatan interview dengan responden untuk keperluan penelitian, kami perlu menyajikan bagaimana prosedurnya nanti dalam pelaksanaannya.
Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi antara lain: Menyampaikan pemberitahuan sebelumnya, meminta persetujuan tertulis (bertanda tangan si responden - bila responden menolak, tidak boleh dipaksa), tidak menyebutkan/memasukkan namanya didalam laporan atau hasil penelitian (termasuk publikasinya) dan lain sebagainya. Proses-proses ini harus disetujui oleh Dewan Etika Penelitian tersebut.
Intinya adalah agar kita - peneliti,q tidak melanggar hak-hak obyek yang akan diteliti, apalagi dalam penelitian sosial, obyeknya sebagian besar adalah manusia.
Dalam proses tersebut saya meminta dispensasi kepada Dewan Etika yaitu agar proses meminta persetujuan tertulis kepada responden dapat tidak diberlakukan. Karena berdasarkan pengalaman, responden, terlebih di desa, sangat 'sensitif' bila dimintai tanda-tangannya. Akhirnya permohonan sayapun disetujui.
Melalui Prof Dul Salam, saya mengusulkan agarBLI memiliki institusi Dewan Etika Penelitian ini dan dimasukkan ke dalam proses pengajuan proposal penelitian di BLI. Artinya, biasanya, proposal hanya dikonsultasikan kepada pihak koordinator kegiatan penelitian, tetapi nantinya, proposal kegiatan penelitian perlu melewati tahapan mendapat persetujuan dari Dewan Etika BLI tersebut (proses di 'hulu'). Tujuannya adalah agar kita semua, para peneliti BLI khususnya, akan lebih 'aware' lagi dengan etika-etika yang perlu kita ketahui dan lewati saat kita akan melakukan kegiatan penelitian.
Semuanya kan untuk kebaikan kita semua.