Mohon tunggu...
Bugi Kabul Sumirat
Bugi Kabul Sumirat Mohon Tunggu... Seniman - author, editor, blogger, storyteller, dan peneliti di BRIN

panggil saja Kang Bugi. Suka nulis, suka ngevlog, suka ndongeng bareng si Otan atau si Zaki - https://dongengsiotan.wordpress.com. 📝: bugisumirat@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Ketika Seorang Jurnalis 'Terperangkap' dalam Suasana Teror yang Mencekam

21 Desember 2016   13:52 Diperbarui: 21 Desember 2016   15:02 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. World Eyes.

Sayang bapak Duta Besar itu tidak terselamatkan nyawanya. Ia meninggal dalam perjalanannya ke rumah sakit. Kami turut berduka cita atas terjadinya peristiwa tersebut. 

Terlepas dari kejadian yang memilukan yang terjadi di Angkara Turki tersebut, Burhan memberikan contoh bagi para jurnalis - termasuk di sini adalah para citizen journalist (yah semacam Kompasianer-kompasianer dan blogger-bloggerlah) tentang beberapa hal, di antaranya: 

1. Kepekaan akan nilai berita. Burhan memahami betul bahwa dirinya adalah seorang fotografer yang jurnalis, sehingga saat berada dalam situasi tersebut, kepekaannya akan situasi yang terjadi serta 'nalurinya' sebagai seorang jurnalis muncul. Apa yang sedang terjadi di sekelilingnya dan sedang disaksikan di depan matanya itu memiliki nilai 'berita' yang tinggi untuk disebar-luaskan dan kemudian iapun tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut.

2. Ketenangan dan kehati-hatian. Saat menyadari bahwa penembakan tersebut sudah termasuk kejadian yang 'membahayakan', walaupun sempat panik, tapi ia segera menepis kepanikannya itu dan mencari posisi yang aman, sambil terus menjepretkan kameranya. Sikapnya ini membuat ia dapat memperoleh angle atau sudut pengambilan foto yang bagus tanpa harus nekad menerobos bahaya. Bila dilihat dalam berita yang ia tulis, maka nampak bahwa posisi Burhan adalah berada di sekitar bagian depan teroris tersebut. 

3. Cermat, teliti dan detail. Dalam posisi dan situasi yang demikian, ia tentu tidak dapat melakukan fungsinya secara prosedural, Misalnya mencatat secara detail apa yang ia dengar, lihat dan rasakan. Tentu mengandalkan pencatatan di 'kepalanya' untuk merekam apa yang ia saksikan tersebut. Sehingga saat ia menuliskan kembali  menjadi sebuah berita, dapat benar-benar menggambarkan apa yang terjadi saat itu. 

Demikian pula dengan foto-foto yang diperolehnya, cukup dapat menggambarkan apa yang ingin diketahui pembacanya. Bila kita melihat foto-foto yang diperolehnya, kita tidak akan mempercayai bahwa hal itu berdasarkan kejadian sesungguhnya, karena sangat 'hidup'. Sikap untuk dapat cermat, teliti dan detail tentu bukan keahlian yang dapat segera diperoleh, tetapi memerlukan keahlian yang perlu diasah terus-menerus. 

4. Cepat ditulis dan diberitakan. Burhan sepertinya menerapkan prinsip keep writing, apapun situasi dan kondisi yang dihadapinya dan ia menerapkan pula prinsip quick writing & reporting sehingga ia dapat menyajikan informasi-informasi penting (berita dan foto-fotonya) dari kejadian tersebut sesegera mungkin, sehingga apa yang ditulisnya menjadi sumber utama bagi kita untuk mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi di seputar penembakan tersebut. 

Hal ini (kecepatan dan keakuratan penulisan) dapat memberikan nilai lebih terhadap berita yang disajikan. Saya akui, hal ini adalah hal yang terberat bagi saya selaku Kompasianer, yaitu sesegera menuliskan serta memposting tulisan yang sifatnya reportasi/liputan.

Mungkin karena alasan pekerjaan lain (walau sebenarnya termasuk alasan yang klise yah hehehe). Ingin sekali menyajikan dan memposting sesegera mungkin, tapi biasanya sempat tertunda beberapa waktu sebelum saya mempostingnya. Kecepatan dalam memposting juga memberikan nilai lebih kepada berita tersebut, termasuk dapat menghindarkan kita dari potensi menyajikan berita yang 'basi.'

5. Prinsip ready for use. Belajar dari Burhan, sang jurnalis perekam berita penembakan di pameran foto tersebut, prinsip ready for use nampaknya sudah tertanam di sanubarinya, yaitu bahwa ia, sebagai jurnalis, harus siap 'merekam' dan 'mencatat obyek, kejadian dan lain-lain yang memiliki 'nilai berita.' 

Seperti yang dicontohkannya, dengan prinsip tersebut, ia terus merekam kejadian yang dilihat dan dialaminya itu melalui kamera yang dibawanya serta pencatatan detail di memory-nya. Mungkin kitapun dapat mencontoh dengan selalu mempersiapkan kamera (yang ready selalu bersama-sama kita minimal kamera HP) dan pencatatan detail kejadian - bisa dengan hanya melalui daya ingat kita ataupun menyiapkan notes kecil sebagai tempat kita mencatat detail yang akan kita tuangkan nantinya ke dalam tulisan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun