Sejak beberapa tahun belakangan, proses penetapan sebuah taman nasional di provinsi Sulawesi Barat (Prov. Sulbar) yang pada tahun 2016, tepatnya hari ini, akan genap berusia 12 tahun, sudah digadang-gadang hingga ke tingkat pusat - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Bahkan sudah akan diresmikan yang rencananya akan dilaksanakan di bulan September 2016 ini. Demikian penyampaian Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Provinsi Sulawesi Barat, Ir. H. Fakhrudin HD ditengah-tengah perbincangan santainya saat bertemu di Makassar beberapa waktu lalu.
Kadishut Prov Sulbar inipun kemudian menambahkan bahwa proses pengusulan Gunung Gandang Dewata melalui proses yang berliku, ditengah adanya moratorium kelembagaan yang tadinya diharapkan akan mempermudah dalam pengelolaan taman nasional nantinya.
Ditambahkan oleh Fakhrudin, bahwa disaat banyak daerah meminta pelepasan kawasan hutan menjadi kawasan APL (area peruntukan lain), saat dilakukannya revisi tata ruang, Pemerintahan Prov. Sulbar justru mengusulkan peningkatan status yaitu mengusulkan menjadi sebuah Taman Nasional, walau di areal yang diusulkan peningkatan statusnya itu banyak terdapat potensi lahan tambang.
Seberapa pentingkah rencana pengukuhan areal tersebut menjadi sebuah taman nasional yang akan diberi nama dengan Taman Nasional Gandang Dewata itu (TNGD)?
Kebanggaan dan kesadaran masyarakat
Di seluruh Indonesia, jumlah taman nasional yang diakui seperti tercantum dalam buku Statistik Kehutanan (2014) adalah sebanyak 50 taman nasional. Jika rencana pengukuhan ini lancar, maka sang jabang bayi TNGD akan menjadi taman nasional yang ke-51.
Untuk Provinsi Sulbar, TNGD akan menjadi taman nasional kebanggaan masyarakat Sulbar dan pemerintah daerah, karena termasuk mengakomodir kekayaan alam dan budaya Sulbar. Hal ini terungkap saat temu masyarakat dalam kegiatan konsultasi publik yang pernah diadakan. Menurut Kadishut Prov. Sulbar ini, tokoh-tokoh masyarakat Sulbar yang hadir saat itu menyatakan harapannya agar TNGD ini dapat segera terwujud sehingga mereka (masyarakat Sulbar) dapat lebih merasakan bahwa masyarakat Sulbar diperhatikan oleh pemerintah pusat termasuk perhatian terhadap kekayaan sumber daya alamnya. Keberadaan TNGD diyakini dapat menumbuhkan dan meningkatkan pendidikan konservasi bagi khususnya masyarakat Sulbar.
Disamping itu, menabalkan budaya Sulbar dengan pemberian nama taman nasional dengan nama kultural Gandang Dewata memberi makna pengakuan terhadap kultur Sulbar, dimana Gandang Dewata memiliki pengertian religio-kultural. Pengertian tersebut berupa kepercayaan masyarakat dimana bila ada masalah, masyarakat akan pergi ke areal pegunungan Gandang Dewata tersebut kemudian meneriakkan masalah yang dimilikinya. Teriakan masyarakat tersebut akan menimbulkan gema atau echo. Gema yang muncul kemudian itulah yang dipercayai sebagai jawaban dari Tuhan (dewata) atas permasalahan mereka.
Konservasi Alam
Gunung Gandang Dewata, yang berada di kawasan Wallacea ini, memiliki ketinggian hingga hampir mencapai 4000 meter di atas permukaan laut ini telah dicoba diusulkan oleh pemerintah daerah setempat menjadi sebuah taman nasional sejak tahun 2008, tapi selalu terhambat pemrosesannya. Hingga di tahun 2016, nampaknya proses tersebut akan menjadi kenyataan bila TNGD jadi dideklarasikan oleh Presiden Joko Widodo yang rencananya akan dilaksanakan di akhir bulan September ini, bertepatan dengan kunjungan kerja Presiden RI ke provinsi Sulbar dalam rangka, salah satunya merayakan hari jadinya yang ke-12 tersebut, yang dirangkaikan pula dengan peresmian beberapa proyek pembangunan serta pameran pembangunan prov. Sulbar.
Kawasan bakal TNGD, yang memiliki luasan sekitar 214,201 hektar ini, memiliki ketinggian hingga 3,907 dpl. Hutannya dikategorikan sebagai hutan 'perawan' karena masih jarang di jamah. Menurut informasi, pengusulan Gunung Gandang Dewata menjadi TNGD sudah dimulai sejak lama dan didasarkan pertimbangan-pertimbangan yang mendalam.
Pertimbangan tersebut dibantu data-data yang cukup valid. Termasuk penelitian potensi TNGD yang dilakukan selama 3 (tiga) bulan oleh tim dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) yang berisi para peneliti dan teknisi. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa banyak flora dan fauna yang merupakan endemik Prov. Sulbar. Seperti misalnya: Situs Kondo Bulo (merupakan situs orang purba - konon keberadaannya hingga saat ini masih ada, tetapi sulit sekali ditemui karena menghilang jika bertemu manusia), Anoa (midget buffalo - Bubalus quarlesi), burung Rangkong (hornbill - Penelopides exarhatus), Maleo, termasuk beberapa jenis katak, kadal dan ular yang endemik, dan lain lain, demikian ditambahkan oleh Fakhrudin.
Dukungan pihak luar negeri
Tidak hanya pihak intern Sulbar serta beberapa pihak luar Prov. Sulbar yang mendukung proses pencalonan TNGD ini. Mengingat pentingnya akan keberadaan sebuah taman nasional, sebuah lembaga luar negeri juga mendukung proses TNGD menjadi sebuah taman nasional. Lembaga itu adalah MCA (Millenium corporation account) yang berkantor pusat di Canada.
Dukungan yang diberikan selain jejaring kerja, juga berupa pelatihan-pelatihan terutama yang berbasis peningkatan kapasitas (capacity building). Peningkatan kapasitas tersebut berkaitan dengan green knowledge (pengetahuan hijau), kawasan-kawasan pemangkuan hutan serta pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat.
Dukungan pihak luarnegeri ini juga menunjukkan pentingnya keberadaan sebuah taman nasional (dalam hal ini TNGD) dalam hal terbukanya akses wisata - fungsi ekonomi, serta perbaikan infrastruktur.
Semoga tidak ada halangan yang berarti menuju pelaksanaan deklarasi TNGD tersebut. Selamat berulang tahun Prov. Sulbar.
Semoga bermanfaat.
@kangbugi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H