[caption id="attachment_365835" align="aligncenter" width="389" caption="Bp. Haji Amrullah dengan beberapa koleksinya"][/caption]
Akik termasuk pokok bahasan yang cukup menarik perhatian saya dua bulan belakangan ini. Karena akhirnya saya termasuk orang yang ter'infeksi' virus akik juga. Saya menjadi cukup memberikan perhatian pada akik dan perkembangannya.
Untuk itu, ketika mendengar bahwa ternyata di lingkungan sekitar saya ada seseorang yang sudah puluhan tahun bergelut dengan per-akik-an, makan asam garamnya dunia akik, tidak tanggung-tanggung, sudah lebih dari 30 (tiga puluh) tahun, tentu kesempatan untuk menggali ilmu lebih dalam lagi tentang akik ini saya arahkan kepada beliau.
Namanya bapak Haji Amrullah. Pria kelahiran kabupaten Maros, tahun 1959 ini, sehari-hari bekerja sebagai PNS (pegawai negeri sipil) di salah satu kantor Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup di Makassar. Koleksi akiknya, 'more than enough' - lebih dari cukup (koleksi yang dimilikinya sekarang sekitar 300 buah). Jika dihitung dari awal bergelut dengan akik, koleksinya menjadi tidak terhitung, karena pak Haji tidak menghitung berapa jumlah akik yang telah berpindah tangan, baik dijual maupun hanya diberikan saja sebagai hadiah. Disamping itu, koleksi-koleksinya ini cantik-cantik dan merupakan akik yang berkualitas.
"saya hanya mau memiliki akik yang memiliki kualitas yang bagus." Begitu prinsipnya.
Saya dan seorang rekanpun, pak Rahman, sengaja mendatangi rumahnya (Senin 11/05/2015), untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang akik ini, terutama penasaran ingin melihat koleksi-koleksinya dan sekaligus 'berguru', maklum, masih pemula dalam hal per-akik-an.
Ketika memasuki rumahnya yang asri di bilangan jalan Daeng Ramang, Makassar, sudah tampak keseriusan pak Haji ini - demikian ia biasa dipanggil dengan gelar hajinya, terhadap dunia per-akik-an. Satu buah etalase kaca empat tingkat yang penuh dengan akik-akik yang sudah diikat maupun belum berjajar rapi didalamnya dengan satu buah lampu neon memperindah etalase tersebut dan siap menyambut siapa saja yang datang, terutama mereka yang ingin bertukar cerita tentang akik dengan beliau. Sebagai aksesori pelengkap, di belakang etalase tertempel selembar poster yang memuat gambar-gambar beragam jenis akik di Indonesia.
Gambar-gambar yang dimuat dalam poster tersebut hanya sebagian kecil dari pengetahuan yang dimilikinya. Cerita tentang pengalamannya bergelut dengan akik selama 30 tahun melebihi keterangan dalam rangkaian gambar-gambar akik maupun jajaran akik yang ada dalam etalasenya. Luas dan dalam.
Malam itu, saya seperti mendapati 'kuliah' tentang per-akik-an. Rasa penasaranpun terjawab sudah. Ada dua ucapan menarik yang dapat saya catat dari pak Haji Amrullah ini, saat beliau mengawali ceritanya, yaitu:
- "Kalau menangani akik, terutama koleksi-koleksi saya, perasaan hati menjadi tentram dan nyaman."
- "Akik akan menjadi sumber kegiatan saya setelah pensiun nanti."
Berhubungan dengan akik-akik yang berharga puluhan ribu rupiah hingga jutaan rupiah, termasuk dalam kesehariannya. Menurutnya, harga akik termahal yang pernah ia jual adalah seharga tiga puluhan juta. Memang pak Haji ini tidak mau terlalu larut dengan akik sebagai 'bisnis' tetapi lebih kepada 'kepuasan hati', dan hal ini, dalam pandangan saya, termasuk menjadi 'barang' langka pula, karena kalau kita lihat perkembangan akik, dunia bisnis sepertinya menjadi penekanan pada kegiatan ini.
Saya berdecak kagum, melihat koleksi-koleksinya, seperti prinsipnya di atas, yaitu batu-batu atau akik-akik yang berkualitas. Menurut pak Haji, ia termasuk yang sangat selektif dalam memilih batu. Banyak koleksinya yang berasal dari luar Indonesia. Sebut saja dari India (akik dari sungai Gangga), Turki (jenis pirus/peros), Italia (jenis pirus), Mekkah (jenis pirus), Italia (jenis lambrador), Rusia (jenis obsidiant), China (giok) dan lain sebagainya.
Sementara koleksi akik dalam negerinya, tidak kalah berkualitasnya seperti badar cera ati ayam (Sulawesi Selatan), Pasir emas (Papua), Bacan (Ambon), akik kecubung (Pangkep), akik tampaning (dari Soppeng) dan lain sebagainya.
Hal lain yang saya perhatikan adalah bahwa pak Haji, yang juga ketua Masjid Al Malikul Hak ini, pandai dalam mengemas/memadukan antara akik dengan pengikatnya. Akik-akik yang sudah diikat terlihat sangat serasi dengan pengikat-pengikatnya. Menurut beliau keserasian antara akik dan pengikatnya perlu diperhatikan karena merupakan satu kesatuan yang utuh. Sehingga pak Hajipun perlu menyediakan waktu khusus untuk mencari pengikat-pengikat untuk mendapatkan pengikat yang serasi dengan akik yang dimilikinya.
Karena itu, iapun sering dijadikan referensi orang-orang yang ingin tahu lebih jauh tentang per-akik-an hingga mereka yang ingin bertransaksi akik. Orang yang ingin membeli akik di tempat lain, tidak jarang berkonsultasi terlebih dahulu dengan pak Haji tentang akik yang akan dibelinya, baik tentang jenis maupun keasliannya. Jawaban atau pendapat dari Pak Haji inilah yang nantinya dijadikan dasar memutuskan jadi atau tidak membeli akik tersebut. Ia melakukan konsultasi ini dengan cuma-cuma, tanpa memungut biaya sepeserpun.
"Jangan mau ambil untung terus, kita juga perlu berbagi dengan orang lain." Begitu alasannya.
Pak Haji mulai belajar tentang batu dari almarhum ayahnya dan secara otodidak. Ayahnya memiliki kesenangan tentang batu akik, sama seperti dirinya. Kesenangan yang diturunkan itupun dilanjutkannya hingga sekarang.
Cara yang digunakan pak Haji dalam 'mendeteksi' akik adalah dengan menggunakan senter (walau tanpa senterpun ia bisa). Biasanya ia akan memutar senter tersebut ke sekeliling akik yang dilihatnya, baru menyebutkan apa jenis akik tersebut, kualitas serta perkiraan harganya.
Di komunitasnya, Magelo (Makassar Gems Lovers) dan Makassar Gosok Poles serta komunitas sejenis lain tempat ia bergabung sejak lama, pak Haji sering berkumpul-kumpul untuk berbagi ilmu. Bertukar ilmupun ia lakukan, memberikan pengetahuannya maupun menerima pengetahuan baru. Menurutnya, ilmu akik adalah ilmu yang berkembang dan melihat yang terjadi belakangan ini, 'booming' akik ini akan lama bertahan, mengingat banyak sekali motif, corak, jenis akik yang dikembangkan.
Melihat koleksi-koleksinya itu, saya sependapat dengan pak Haji, kalau akik dapat memberikan 'kepuasan hati'. Di rumah pak Haji, yang berputra-putri sebanyak 6 (enam) orang ini, koleksi-koleksinya yang saya lihat, membuat saya merasa jadi 'tentrem' pula. Asyik melihat keindahan-keindahan dan hati langsung teringat SIAPA yang 'menciptakan' akik itu, Allah SWT. Wah, berarti akik juga bisa jadi sarana meningkatkan spiritualitas kita - sebagai salah satu sarana mengingatNya, kekuasaanNya.
Cerita istri saya ketika beraudiensi dengan salah satu kyai di Bogor, ketika hendak berfoto bersama. Kyai itu, tiba-tiba berkata, "siapa yang tidak mengenakan akik di tangannya?" Sebelum ada yang merespon, pak Kyai itu melanjutkan dengan nada berguyon,"kalau tangannya belum ada akiknya, itu berarti kaki, bukan tangan, karena jari-jari kaki tidak dipakaikan akik dan kaki letaknya di bawah, bukan di atas." Ketika akhirnya semua menunjukkan cincin akik yang dikenakannya - hanya beberapa orang saja yang belum, pak Kyai menambahkan,"Saya menganjurkan bapak/ibu menggunakan akik, karena akik itu salah satu bukti kekuasaan Allah SWT. Allah SWT menciptakan sesuatu yang indah dan bermanfaat, dan kita lihat sekarang, akik bisa memberikan manfaat kepada banyak orang (secara finansial)."
Saya setuju dengan pendapat pak Kyai di atas.
Seperti pak Haji Amrullah, yang telah menggeluti akik sekian lama, terbukti telah banyak memberikan manfaat secara spiritual/batiniah karena hati menjadi tentram dan itu adalah inti hidup dan kehidupan ini.
Disamping manfaat batiniah, akik disadari dapat bermanfaat secara finansial. Banyak usaha-usaha akik baru yang bermunculan seperti: menjual bongkahan, batu yang telah digosok, usaha penggosokan batu, penjualan langsung maupun online dan lain sebagainya. Pak Haji melihat hal tersebut sebagai suatu perkembangan yang positif, terhadap perkembangan akik maupun perekonomian masyarakat. Beliaupun merasakan hal tersebut - walau belum terlalu komersial. Kegiatan per-akik-annya dianggap sebagai kegiatan sampingan yang menghasilkan. Pak Haji memilih akan mempersiapkannya untuk masa pensiunnya nanti.
Bagaimana dengan anda?
Semoga bermanfaat
Mei 2015
.....beberapa koleksi pak Haji dapat dinikmati di bawah ini maupun di sini: https://permatasulawesi.wordpress.com/koleksi-ekslusif-exclusive-collection/
(Dokumentasi: koleksi pribadi)
[caption id="attachment_365836" align="aligncenter" width="300" caption="Asyik dengan koleksi-koleksi di etalasenya"]
[caption id="attachment_365837" align="aligncenter" width="300" caption="Pak Haji bersama rekan saya (pak Rahman), asyik diskusi tentang akik"]
[caption id="attachment_365838" align="aligncenter" width="300" caption="Akik jenis obi"]
[caption id="attachment_365843" align="aligncenter" width="300" caption="Akik Tampaning dari Kab. Soppeng, Prov. Sulsel"]
[caption id="attachment_365844" align="aligncenter" width="300" caption="Jenis Alexander - Eropa"]
[caption id="attachment_365849" align="aligncenter" width="300" caption="Safir biru/blue saphire"]
[caption id="attachment_365852" align="aligncenter" width="300" caption="Koleksi pirus/peros"]
[caption id="attachment_365853" align="aligncenter" width="300" caption="Akik sisik naga super dari Kab. Enrekang, Prov. Sulsel"]
[caption id="attachment_365855" align="aligncenter" width="300" caption="Bacan lumut"]
[caption id="attachment_365861" align="alignnone" width="300" caption="Etalase pak Haji"]
[caption id="attachment_365866" align="alignnone" width="300" caption="Koleksi keris kuno"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H