Mohon tunggu...
Bugi Kabul Sumirat
Bugi Kabul Sumirat Mohon Tunggu... Seniman - author, editor, blogger, storyteller, dan peneliti di BRIN

panggil saja Kang Bugi. Suka nulis, suka ngevlog, suka ndongeng bareng si Otan atau si Zaki - https://dongengsiotan.wordpress.com. 📝: bugisumirat@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menyelami keindahan akik langsung dari pakarnya: Haji Amrullah

14 Mei 2015   12:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:03 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_365835" align="aligncenter" width="389" caption="Bp. Haji Amrullah dengan beberapa koleksinya"][/caption]

Akik termasuk pokok bahasan yang cukup menarik perhatian saya dua bulan belakangan ini. Karena akhirnya saya termasuk orang yang ter'infeksi' virus akik juga. Saya menjadi cukup memberikan perhatian pada akik dan perkembangannya.

Untuk itu, ketika mendengar bahwa ternyata di lingkungan sekitar saya ada seseorang yang sudah puluhan tahun bergelut dengan per-akik-an, makan asam garamnya dunia akik, tidak tanggung-tanggung, sudah lebih dari 30 (tiga puluh) tahun, tentu kesempatan untuk menggali ilmu lebih dalam lagi tentang akik ini saya arahkan kepada beliau.

Namanya bapak Haji Amrullah. Pria kelahiran kabupaten Maros, tahun 1959 ini, sehari-hari bekerja sebagai PNS (pegawai negeri sipil) di salah satu kantor Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup di Makassar. Koleksi akiknya, 'more than enough' - lebih dari cukup (koleksi yang dimilikinya sekarang sekitar 300 buah). Jika dihitung dari awal bergelut dengan akik, koleksinya menjadi tidak terhitung, karena pak Haji tidak menghitung berapa jumlah akik yang telah berpindah tangan, baik dijual maupun hanya diberikan saja sebagai hadiah. Disamping itu, koleksi-koleksinya ini cantik-cantik dan merupakan akik yang berkualitas.

"saya hanya mau memiliki akik yang memiliki kualitas yang bagus." Begitu prinsipnya.

Saya dan seorang rekanpun, pak Rahman, sengaja mendatangi rumahnya (Senin 11/05/2015), untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang akik ini, terutama penasaran ingin melihat koleksi-koleksinya dan sekaligus 'berguru', maklum, masih pemula dalam hal per-akik-an.

Ketika memasuki rumahnya yang asri di bilangan jalan Daeng Ramang, Makassar, sudah tampak keseriusan pak Haji ini - demikian ia biasa dipanggil dengan gelar hajinya, terhadap dunia per-akik-an. Satu buah etalase kaca empat tingkat yang penuh dengan akik-akik yang sudah diikat maupun belum berjajar rapi didalamnya dengan satu buah lampu neon memperindah etalase tersebut dan siap menyambut siapa saja yang datang, terutama mereka yang ingin bertukar cerita tentang akik dengan beliau. Sebagai aksesori pelengkap, di belakang etalase tertempel selembar poster yang memuat gambar-gambar beragam jenis akik di Indonesia.

Gambar-gambar yang dimuat dalam poster tersebut hanya sebagian kecil dari pengetahuan yang dimilikinya. Cerita tentang pengalamannya bergelut dengan akik selama 30 tahun melebihi keterangan dalam rangkaian gambar-gambar akik maupun jajaran akik yang ada dalam etalasenya. Luas dan dalam.

Malam itu, saya seperti mendapati 'kuliah' tentang per-akik-an. Rasa penasaranpun terjawab sudah. Ada dua ucapan menarik yang dapat saya catat dari pak Haji Amrullah ini, saat beliau mengawali ceritanya, yaitu:


  • "Kalau menangani akik, terutama koleksi-koleksi saya, perasaan hati menjadi tentram dan nyaman."
  • "Akik akan menjadi sumber kegiatan saya setelah pensiun nanti."

Berhubungan dengan akik-akik yang berharga puluhan ribu rupiah hingga jutaan rupiah, termasuk dalam kesehariannya. Menurutnya, harga akik termahal yang pernah ia jual adalah seharga tiga puluhan juta. Memang pak Haji ini tidak mau terlalu larut dengan akik sebagai 'bisnis' tetapi lebih kepada 'kepuasan hati', dan hal ini, dalam pandangan saya, termasuk menjadi 'barang' langka pula, karena kalau kita lihat perkembangan akik, dunia bisnis sepertinya menjadi penekanan pada kegiatan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun