Mohon tunggu...
Bugi Kabul Sumirat
Bugi Kabul Sumirat Mohon Tunggu... Seniman - author, editor, blogger, storyteller, dan peneliti di BRIN

panggil saja Kang Bugi. Suka nulis, suka ngevlog, suka ndongeng bareng si Otan atau si Zaki - https://dongengsiotan.wordpress.com. 📝: bugisumirat@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Puasa Ning Mbury, Pripun Toh Mas?

13 Agustus 2010   07:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:04 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_224861" align="alignright" width="300" caption="Salah satu sudut kota Albury (dok. pribadi)"][/caption] Ketika seorang teman menanyakan melalui facebook bagaimana suasana berpuasa di kota Albury (masuk kedalam wilayah Negara bagian New South Wales, Australia), dia menggunakan bahasa yang di jawa-jawakan, seperti ini,"puasa ning Mbury (maksudnya di kota Albury), pripun toh mas? (Puasa di kota Albury, bagaimana mas?) Saya lalu menjawab,"dingiiiiiiiiiiiiiin dan sepiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii banget" Yah, itulah gambaran suasana puasa di kota ini, dalam suasana Ramadan. Dingin dan sepi. Dingin, karena bertepatan dengan musim dingin (winter) dan sepi, karena memang  sepi kondisinya. Ramadan kali ini diliputi suasana winter yang memiliki kisaran temperatur (ketika saya menulis artikel ini) terendah 4 derajat Celcius dan tertinggi 11 derajat Celcius. Untuk saya yang terbiasa di lingkungan tropis, temperatur ini  terasa dingin, walaupun winter di Australia tidak selalu berkaitan dengan lingkungan bersalju (kecuali di wilayah pegunungannya), tapi tetap terasa menyengat dinginnya. Jumlah penduduk Albury tidak lebih dari 45 ribu jiwa. Jumlah penduduk muslimnya hanya sekitar 40-an kepala keluarga saja, dari beragam latar belakang budaya. Mesjid tidak ada. Yang dipakai tempat salat berjamaah adalah rumah yang dikontrak untuk kegiatan keagamaan, seperti misalnya salat Jumat, salat Tarawih, salat Ied dan sebagainya. Tidak terasa suasana Ramadan seperti yang biasa dialami di Indonesia. Tidak ada bunyi azan menggema, tidak ada program Ramadan di TV, tidak ada pengganan khas Ramadan dijajakan, tidak ada ceramah yang biasanya bisa didengar baik melalui radio maupun tv menjelang berbuka puasa, tidak ada suasana Ramadan seperti yang biasa saya jumpai di Indonesia. Kadang-kadang saja beberapa teman sesama muslim suka mengajak berbuka puasa bersama. Hitung-hitung obat kangen, tamba kangen, tentu tidak pernah saya tolak. Semua kesibukan berlalu seperti biasanya.  Hanya beberapa teman ‘bule' yang mengetahui saya sedang melaksanakan puasa, turut mengucapkan selamat berpuasa. Termasuk permisi (excuse), jika ingin minum kopi atau teh dalam suatu pertemuan,  "is that alright with you Bugi if I bring my coffee to the meeting while you are fasting?" Walaupun saya tentu saja akan menjawab iya, tetapi itu menunjukkan penghormatannya atas orang yang sedang berpuasa.  Itu yang perlu dihargai. Juga pertanyaan-pertanyaan mereka seputar bagaimana puasa dijalankan. Apakah boleh minum selama puasa, kapan mulai puasa dan kapan berakhir puasa, dan sebagainya. Sepertinya pertanyaan sepele, karena saya biasa melaksanakannya. Tetapi justru memicu saya untuk mempelajari lagi bagaimana hakekat puasa dan bagaimana cara menyampaikan penjelasan untuk pertanyaan-pertanyaan seperti itu dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Suasana lebaran di Albury tidak ada bedanya dengan hari lain. Karena tidak ada libur khusus. Biasanya kita melakukan salat Ied di tempat salat tersebut, kemudian mencicipi berbagai hidangan yang dibawa oleh masing-masing jamaah. Tetapi Itu bisa dilakukan kalau salat Ied jatuh pada hari Minggu/libur. Tetapi, jika jatuh pada hari kerja, selepas salat Ied dan khutbah, seluruh jamaah bergegas menuju ke tempat kerjanya masing-masing. Ied kemudian dirayakan dalam lingkungan keluarga di rumah masing-masing. Terkait dengan lebaran kali ini, seorang kolega, dari Polandia, bermaksud membuat semacam pesta yang bertepatan dengan Ied ul Fitr nanti, dengan membuat ‘pumpkin party'. Dia bilang, "biar kamu ga terlalu merasa kesepian waktu lebaran, kita kumpul-kumpul di rumah saya, dengan masakan serba terbuat dari labu." Dan menurut saya, tawaran dari kolega yang notabene seorang non muslim ini, menambah makna Ramadan bagi saya. Walaupun dingin dan sepi, suasana Ramadan menjadi tidak dingin dan sepi-sepi amat deh. Selamat berpuasa. Semoga ibadah shaum Ramadan kita diterima oleh Allah SWT. Salam hangat Kompasiana. Bugi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun