Mohon tunggu...
Bugi Kabul Sumirat
Bugi Kabul Sumirat Mohon Tunggu... Seniman - author, editor, blogger, storyteller, dan peneliti di BRIN

panggil saja Kang Bugi. Suka nulis, suka ngevlog, suka ndongeng bareng si Otan atau si Zaki - https://dongengsiotan.wordpress.com. 📝: bugisumirat@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Dialog Antar-umat Beragama Ala Agung dan Benny

15 April 2010   23:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:46 866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika dialog sering dilakukan, niscaya segala ketidak tahuanpun berjawab, segala kebuntuanpun tercairkan dan segala kemungkinan untuk berbenturanpun terhindarkan. Itulah salah satu ikhtiar yang saya lihat sedang dilakukan oleh Agung dan Benny, dua orang warga Negara Indonesia yang selama kurang lebih tiga bulan berada di Wodonga, Victoria, Australia. Mereka berada di sini atas kerjasama antara Yayasan Percik di Indonesia dan St. Stephen's Uniting Church di Australia.

Agung, yang memiliki nama lengkap Agung Waskito Adi adalah staf advokasi di Yayasan Percik yang berpusat di Salatiga, Jawa Tengah. Ia seorang penganut Kristen, memiliki pengalaman yang memadai dalam hal advokasi terhadap masyarakat dan dialog antar umat beragama.

Sementara Benny, lengkapnya Benny Ridwan, seorang muslim asal Medan, tetapi sudah lama menetap di Jawa Tengah, adalah dosen di STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) Salatiga, pun memiliki pengalaman yang tidak kalah memadainya dalam hal dialog antar umat beragama dan aktif pula di Yayasan Percik.

Keduanya memiliki pengalaman yang dalam terhadap meletakkan bagian-bagian bangunan dalam bangunan keharmonisan di Indonesia.

Kedatangan mereka, yang merupakan wakil Indonesia dan juga sebagai anggota Yayasan Percik, mengingatkan saya pada saat saya turut menyambut rombongan dialog antar umat beragama beberapa waktu yang lalu, dimana rombongan terdiri dari 14 orang Indonesia, dengan latar belakang kultur yang berbeda, yaitu Islam dan Kristen. Mereka melakukan perjalanan ke beberapa kota di Australia dengan tujuan untuk menyerap apa yang menjadi program dialog antar umat beragama (interfaith dialogue) maupun program antar budaya (intercultural program) yang sudah dan akan dilakukan di Australia, serta menyampaikan (shared learning) apa-apa yang sudah dan akan mereka kerjakan dengan program-program dialognya di Indonesia. Pada saat rombongan itu datang, ada pendapat dari salah beberapa peserta yang hadir pada saat itu yang menyatakan sebagai berikut:

"... Bagaimana mereka bisa melakukan perjalanan dalam satu rombongan, padahal mereka berasal dari latar belakang yang berbeda, it is amazing ..."

Buat mereka, si penanggap tersebut, di Australia menjadi hal yang luar biasa ketika mereka melihat ada rombongan yang datang dan dalam jumlah yang besar, dimana didalamnya terdiri dari latar belakang agama yang berbeda, namun memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menjaga keharmonisan di antara umat beragama. Ini menjadi pertanyaan mendasar mereka, apakah hal ini bisa dilakukan di Australia. Walaupun sepertinya pertanyaan yang muncul tersebut justru terlihat aneh, apabila kita lekatkan dalam konteks Indonesia.

Kedatangan Agung dan Benny ini adalah sebagai kelanjutan dari kedatangan rombongan tersebut. Dan sepertinya akan dilanjutkan dengan kegiatan saling mengunjungi diantara warga-warga dari kedua negara, Australia dan Indonesia, dimasa depan.

Sewaktu beramah tamah dengan beberapa warga Indonesia yang tinggal di seputar wilayah Albury - Wodonga, Agung dan Benny memaparkan apa yang menjadi agendanya selama di Australia, manfaat yang akan diperoleh, serta kelanjutan program ini.

Dalam pemaparannya tersebut, terlihat betapa padat jadwal yang telah dipersiapkan oleh pihak penyelenggara di Australia (St. Stephen's Uniting Church), termasuk kegiatan betukar pengalaman, untuk menyerap dan membagi pengalaman masing-masing. Dengan kegiatan yang super padat tersebut tidak sempat memunculkan wajah kelelahan pada keduanya. Mereka menikmati kunjungannya di Australia. Ketika ditanyakan apakah tidak merasa kangen dengan keluarga, jawaban keduanya adalah bahwa teknologi dapat membantu mengatasinya. Lewat fasilitas telepon dan internet, mereka tetap dapat berkomunikasi dengan keluarganya, dan itu cukup membantu mengobati rasa kangen mereka.

Rasa kangennya justru terkalahkan dengan semangat untuk membagi apa yang telah dialaminya di sini dengan rekan-rekan di Indonesia serta akan digunakan sebagai referensi untuk menyempurnakan program-program dialog yang akan dilakukan kedepannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun